Rabu, 30 Mei 2012

Angelita


“Jangan sekali- kali kamu kalah dengan ego kamu sendiri, sebab musuh yang paling halus dan melenakan, adalah ego kamu. Camkan itu, anaku sekalian…?”. Ruang kelas yang cukup luas itu serasa ditelan bumi, meski untuk sementara Pak Santiago hanya melemparkan sorot matanya kepada anak anaknya,  yang beberapa hari kemarin membuat hatinya getir. Maka wajar saja sudah cukup lama, guru yang terkenal bijak itu masih saja meradangkan amarah dan kekesalanya pada kelas itu.

Kadang suara Pak Santiago mampu menggetarkan kaca jendela kelas, kadang pula melembut disertai dengusan nafas panjang. Namun demikian semua anak anaknyapun mengakui bahwa guru wali kelasnya itu, adalah guru yang piawai dalam menyelami liku hati anak anak didiknya yang memasuki tahap remaja. Namun entah iblis apa yang menyelinap dalam benak anak anaknya, yang terus saja badung membuat ulah di sekolah mereka itu.

“Entah apa yang kamu banggakan dari diri kalian, aku tahu anak anaku !. Sebagian besar diri kalian adalah putra orang terpandang, pengusaha, pejabat. Namun bukan berarti pak guru terus diam membisu, bila ulah kalian sudah seperti ulah geng motor.Pak guru cukup terhenyak mendapat laporan diri beberapa pemilik Café di lingkungan sekolah kita“. Suara Pak Santiago bertambah lirih, karena kekesalanya yang mengguncangkan dadanya hingga seakan akan mampu menelan suaranya sendiri.

Setegar apapun hati putra putranya, saat itu menjadi luluh mendengar advise guru yang karismatik itu. Sebagian besar dari mereka yang badung, tidak mampu lagi untuk menatap sorot mata gurunya yang tajam itu, apalagi untuk membantah semua advisenya, padahal selama ini, mereka kerap membuat guru lain menjadi kesal dan hampir putus asa member pembelajaran pada mereka, selalu saja terdapat ulah yang tidak santun.

“Maaf, anaku..kalau kamu punya gaya hidp yang bebas seperti petualang, tidak ada
yang mampu mengarahkan kamu semua, silakan hengkang dari sekolah ini !”.
***
Bagi Rudi sama sekali dia tidak berani untuk berkilah apapun, karena hingga saat ini dia telah divonis oleh sekolah untuk segera meninggalkan sekolah favourit ini, apabila dia sekali lagi membuat ulah. Tapi karena rayuan dari beberapa teman badungnya, dia dan beberapa temanya beberapa hari silam asik nongkrong di Horizone Café dekat dengan sekolah mereka di jam jam sekolah. Justru di café inilah dia bisa bebas berkencan dengan Angelita dan Angelitapun ikut terhipnotis untuk bolos sekolah.dan  membuka kedua tanganya untuk menerima Rudy.

“Rudy..!” teriak Pak Santiago mengagetkan semua siswa  yang mendengar, langit langit kelaspun seakan akan hampir runtuh, semua hanya mampu diam membisu menghadapi kekesalan guru yang biasanya sangat sayang kepada mereka,  termasuk Rudy yang mulai berkeringat dingin setelah mendengar namanya dipanggil.

“Iya, pak !”
“Nampaknya aku harus rela melepasmu, meski dengan berat hati”
“Maaf, pak !. Rudy masih ingin sekolah disini !”

“Apa karena kamu sekelas dengan Angelita , kamu mau sekolah di sini terus !”Pak Santiago tahu persis bahwa anaknya yang paling badung ini, memang ngebet bukan kepalang dengan Angelita, putri seorang pengusaha mini market di kotanya. Apapun bisa dilakukan oleh Rudy, asal dia bisa berada di seputar Angelita.

Rudy tersudut tak mampu bicara apapun, sementara Angelitapun hanya mampu menundukan kepalanya karena perasaan malu mulai menggelitik hatinya, apalagi selama ini Pak Santiago tidak pernah usil ataupun peduli dengan persahabatan mereka berdua. Tetapi saat ini dengan kesal, wali kelas yang mereka sayangi itu telah mulai nyentil hubungan mereka berdua. Angelitapun tidak ingin guru kesayanganya itu menghempaskan dia begitu saja dari sekolah ini.
Betapa Angelita masih ingat betul satu tahun silam, saat pertama kali dia masuk sekolah ini, setelah beberapa sekolah sebelumnya telah mengeluarkan dia. Anggelita mulai merasakan kesejukan hatinya, dengan advise advise walikelasnya ini, yang hanya sekedar berbicara segala sesuatu yang perlu, namun sederetan kata katanya mampu membius Angelita yang sigap membenahi karakternya yang binal. Kata dan sikap Pak Santiago adalah mutiara bagi Anggelita yang mulai mampu menemukan dirinya sendiri.
Namun saat ini, dia menghadapi figure  yang tidak lebih dari singa yang lapar, yang siap mencabik dia dan beberapa sokibnya yang terus menerus melanggar aturan sekolah. Perasaan seperti ini nampaknya juga dirasakan oleh Rudy, kentara dari sorot mata yang sering dilemparkan pada Angelita.

”Sukseslah anak anaku, dengan apa saja yang kamu sukai, tanpa terhalang apapun, seperti angin yang bertiup tanpa beban. Hal itu bisa kamu dapatkan, bila kamu mampu mengalahkan egomu sendiri, go  go like the wind blow”. Kata kata bijak Pak Santiago masih sering diingat oleh Angelita dan beberapa teman lainnya.
***
“Aku sudah lelah menghadapi ulah kalian berdua” seru Pak Santiago di ruang guru, setelah usai jam sekolah. Rudy masih diam membisu, sementara air mata sejuta penyesalan telah mulai membasahi kedua mata Angelita. Suasana kantor guru menyerukan sebuah keheningan yang ikut serta mengajukan proetes pada dua sokib remaja yang menjadi biang membolosnya beberapa teman mereka selama satu minggu.

“Maaf, pak. Memang Angelita besalah !”
“Hmmm..Angelita!, ingat!, baik sekolah, orang tuamu dan saya pribadi memang selalu memaafkan diri kamu. Tapi itu bukan poko permasalahnya, masalah yang ada justru lebih pelik dari sekedar Pak Santiago memaafkan kamu berdua !, tahu Rud, ucapan pak guru ?”

“Rudy belum mengerti, pak !”
“Kamu tahu, Angel ?”
 “Angel juga belum tahu, pak !”
“Hari kemarin segenap guru talah memutuskan untuk segera mengeluarkan kamu berdua dari sekolah ini, dan untuk beberapa teman kamu hanya diminta mebuat pernyataan resmi. Jadi pak guru saat ini juga dengan berat hati akan membuatkan kalian surat pindah”.

Kedua bola mata Angelita kini benar benar dibasahi air mata, sedangkan Rudy hanya membantingkan sorot mata ke tiap sudut ruangan itu. Kedua remaja itu merasa, bahwa mereka berdua dan beberapa temanya telah mulai beradaptasi dengan sekolah ini. Setelah mereka bosan keluar masuk dari seolah satu ke sekolah lainnya. Terutama Rudy dan Angelita yang tidak tahu harus berbuat apa lagi.

“Pak Santiago !, boleh Angelita bicara ?”pinta Angelita dengan isak tangis yang masih terdengar.

“Oh tentu saja boleh, anaku , dan kau Rudy !, selalu aku luangkan waktu untuk kau !. Nah Rudy silahkan kamu juga bicara !”
“Ah, tidak pak !. Rudy tidak tahu harus bicara apa !”
“Baiklah Angelita, silakan bicara !”pinta Pak Santiago.
“Angelita khawatir, pak !”
“Khawatir tentang apa, anaku !”Sejuta penasaran kini hinggap di hati wali kelas mereka
“Angelita dan Rudy bisa kembali menjadi anak jalanan setelah dikeluarkan dari sekolah ini “

Giliran Pak Santiago kini yang terdiam seribu bahasa dengan mengsiratkan kekhawatiran dari sorot matanya. Dengan menderaikan senyum lepas pak guru itupan mengangkat ke dua tanganya.

“Kalau kamu merasa sudah mulai mebenahi diri kamu sendiri di sekolah ini, mengapa
kamu melanggar aturan sekolah dengan berpacaran di Horizone Café selama satu minggu di jam sekolah. Pelanggaran ini sangat memalukan nama sekolah, apalagi yang
malaporkan ulah kalian adalah warga sekitar sini  “.
“Pak Santiago !, Rudy minta maaf, dan ini yag terakhir kali “
“Bulan kemarin kamu juga berjanji seperti ini. Baiklah anaku berdua, aku hanya menjalankan tugas. Pak Santiago hanya mampu berdoa, semoga kalian berdua menemukan sekolah yang lebih baik dengan sekolah ini. Sehingga mampu membentuk kalian berdua menjadi remaja yang baik “

“Rudy, tidak mau, pak !” desak Rudy.
“Angel sekali ini saja  meminjam nama baik Pak Santiago, untuk yang terakhir “. Permintaan Angelita ini sempat mengagetkan wali kelasnya.

“Angel, Angel !, apa lagi !”Pak Santiago mengangkat kedua tanganya

“Angel akan membuktikan pada sekolah bahwa Angel bukan anak jalang, Angel akan buktikan bahwa Angel adalah anak yang berprestasi dan akan Angel buktikan dengan rangking rapot “Kedua sorot mata Angelita yang masih basah tajam menatap wajah Pak Santiago, yang mengusung sebuah harapan adanya kebijakan dari walikelasnya.

“Hehehe…ini baru putra bapak, lantas kalau kamu tidak masuk rangking ?”jawab Pak Santiago.

“Itu terserah Pak Santiago ?”
“Dan kau Rud !, sama seperti Angelita ?”
“Ya, pak !”
“Sungguh, Rud !”
“Sungguh pak !, Rudy janji !”

“Huuuh..aku tidak menyangka kalian berdua masih memiliki sikap dewasa. Tapi aku tidak janji, nanti pak guru akan mengajukan ke kepala sekolah, OK ! hari sudah siang,kalian berdua bisa pulang sekarang !”***