Amran hanya
duduk termenung di pojok kelas selama beberapa hari ini. Apalagi bila waktu
istirahat tiba, sama sekali Amran tidak menampakan senyum manisnya seperti
biasanya. Padahal sehari-hari dalam kelas Amranlah yang dikenal teman teman dan
bahkan guru gurunya sebagai murid yang bawel atau suka membuat kegaduhan dalam
kelas. Tentunya sesuatu terjadi pada diri Amran, hingga dia bersikap seperti
itu.
Rasa was was dan
ingin tahu sudah barang tentu sekarang menjalar ke tiap pasang mata yang ada
dalam kelas, apa gerangan yang terjadi dengan Amran, jangan jangan Amran sakit
keras, tapi mengapa dia tiap hari
berangkat sekolah, atau apa Amran mempunyai kesalahan pada bapak/ibu guru.
Pertanyaan seperti itu sekarang terdengar dimana mana, namun tidak ada satupun
siswa yang berani menanyakan langsng pada Amran. Hal ini karena tiap hari Amran
selalu menampakan gurat wajah yang garang sekaligus sedih dan terkadang
kelihatan bingung.
“Eh Adi, kamu
kan ketua kelas!. Coba kamu sampaikan kepada wali kelas kita tentang Amran.
Sebelum dia jatuh sakit atau apa. Sudah jelas Amran sudah tidak bisa sekolah
lagi, kalau keadannya seperti ini terus” . Sebuah gagasan yang menarik timbul
dari Melly, yang sontak disetujui oleh teman teman semua yang sedang kumpul di
kantin belakang sekolah saat istirahat pertama.
“Ah …itu ide
bagus Mel, tapi bagaimana aku menyampaikan pada Pak Tris ?”. Ada keraguan dalam
diri Adi, lantaran dia takut bila Amran marah kepada dia bila masalahnya
disampaikan wali kelas mereka. Alasan Adi sang ketua kelas memang masuk akal,
karena Amran termasuk teman mereka yang
bandel dan urakan.
“Kenapa takut Di
?, biar aku antar kamu menghadap Pak Tris” seru Willy, siswa yang selalu
menenmpati rangking pertama dalam nilai rapotseak kelas VII. Sehingga mereka
semua memanggil Willy dengan sebutan “The Smart Boy”.
“Bukan gitu
masalahnya, Smart !, aku takut Amran marah sama aku, kamu semua kan tau?, kalau
Amran anaknya Sering membuat kacau”. Adi sang ketua kelas yang diakui berwibawa
sekaligus cakap dan pandai serta berwajah ganteng, maka wajar saja kalau teman
temanya memanggil dengan panggilan gaul “handsome”. Saat ini Handsome
sepertinya ragu ragu untuk menyampaikan permintaan teman temannya.
“Hai Handsome !,
Kita serahkan masalah Amran pada wali kelas kita.Kenapa takut ?. Justru kita berniat
menolong dia agar kembali seperti dulu lagi: Melly mendesak Handsome agat betul
betul menyampaikan maksud baik temen temen sekelasnya Amran.
***
‘Kalian tidak
usah sedih dan cemas tentang keadaan Amran. Bapak sudah tahu semuanya” Jawab
Pak Tris kepada Smart, Handsome dan Melly kala mereka menghadapnya di kantor
guru pada suatu siang.
“Lantas apa yang
terjadi dengan Amran, Pak” Handsome tak sabar menunggu penjelasan wali kelas
mereka.
“Sebelum Bapak
jawab, Bapak sangat terkesan dengan sikap kalian semua yang peduli dengan dengan
nasib teman kamu yang satu ini, Amran memang sedang mengalami tekanan dan
penderitaan hidup yang berat bagi anak seusia kalian, Bayangkan saja, Ibu Amran
sekarang sudah tidak mengirimkan wesel lagi “
“Lho…kemana
perginya Ibu Amran, Pak !” Tanya Melly.
“ Sejak dia
masih duduk di kelas VII, dia sudah ditinggal ibunya menjadi TKW di Saudi
Arabia. Tapi selama itu kiriman wesel ibunya selalu lancar, namun 3 bulan belakangan ini kiriman wesel ibunya
terhenti sama sekali, bahkan selembar kertas suratpun tidak pernah dikirim
ibunya, setelah Negara itu mengalami kekacauan”
“Amran kan masih
punya bapak ?” Dalam diri Smart kini mulai timbul rasa iba terhadap nasib Amran.
“Huuuh..berapa
sih penghasilan bapaknya yang hanya bekerja sebagai abang becak, apalagi
bapaknya sekarang sedang sakit keras, karena bersedih memikirkan nasib ibunya
Amran yang hingga kini belum jelas nasibnya “
“Oh ya Pak,
Amran kan masih punya adik ?”
“Betul Mel, dia
masih punya 2 adik yang masih duduk di sekolah dasar. Kamu bayangkan betapa
paniknya Amran. Seusia bapak saja belum
tentu kuat menghadapi cobaan seperti temanmu itu, jadi doakan Amran agar dia
bisa tabah menghadapi ini semua.”
“Terus siapa
yang membiayai Amran dan adik adiknya ?” Tanya Handsome.
“Bapak tidak
sampai hati menanyakan ini semua, bapak sudah bisa membayangkan betapa beratnya
beban anak ini. Oleh karena itu, bapak mencoba untuk menyampaikan masalah Amran
kepada Bapak Kepala Sekolah “
“Apa jawaban
bapak kepala, Pak,?” Tanya Smart
“Yah..sekolah
hanya mampu memberikan keringanan pembayaran untuk Amran dan berencana
memberikan beasiswa yang akan diterimanya pada Upacara Hari Peringatan Ibu
Kartini, 21 April nanti”
“Tetapi kebutuhan
hidup Amran dan keluarganya kan masih banyak, Pak !, mana cukup kalau hamya
dari beasiswa saja” Melly sambil membuka kedua tanganya mengajukan protes
kepada pihak sekolah
“Sekolah hanya
bertugas mengantarkan Amran supaya bisa berhasil dalam UN SMP tahun ini,
selebihnya adalah tugas masyarakat temasuk kalian semua. Pak Guru harap kalian
jangan mengucilkan dia, karena dendam dan marah. Pak Guru tahu Amran anaknya
bandel dan sok usil, sehingga sering merepotkan kalian. Tapi dalam diri anak
itu sebenarnya dia anak yang baik. Hanya kasih sayang orang tuanya saja yang
dia tidak utuh menerimanya “
“Kasihan Amran
ya teman teman !…Sebaiknya Handsome dan kau Smart segera membentuk Tim
Penyelamat Nasib Amran…he..he..he” Canda dari Melly segera mendapatkan sambutan
senyuman dari mereka yang berkympul.
“Beres Mel,
kelas kita kan satu tim penyelamatan untuk tugas seperti itu” sahut Handsome,
yang disambut dengan tepukan tangan Pak Tris wali kelas mereka.
“Baik anak
anaku, terserah kalian saja untuk memberi bantuan apa saja kepada Amran. Kita
sudahi saja pertemuan ini, hari sudah siang. Kalian kan sebentar lagi mengikuti
pelajaran tambahan. Silakan ke kelas, Pak Guru pamit. Selamat siang anak anaku
!”
***
Rumah berdinding
papan kayu beralas tanah masih kelihatan lengang, meski hari Minggu ini matahari telah
sepenggalah tingginya di belakan bumi sebelah timur. Pintu depan rumah tua itu hanya
tertutup tak terkunci, dari dalam rumah tak terdengar suara musik atau hiburan
apapun. Hanya suara daun daunan di kebon samping rumah itu yang saling bergesek
diterpa angin kemarau. Tanpa canggung tim Squad, yang terdiri dari Hondsome,
Smart, Melly, Riska dan Teddy berusaha masuk ke rumah Amran, setelah cukup lama
mengetuk pintu tanpa terdengar si empunya rumah.
“Amran..Amran….
bangunlah..aku Willy” berkali kali Handsome menggoyang kaki dan tangan Amran.
Jelas kalau temanya itu, masih terkantuk akibat kurang tidur.
“Oh..kamu, sudah
lama kamu di sini, sorry teman , aku tadi malam baru bisa tidur larut malam. Silakan duduk di tikar ini”
sahut Amran.
“Kenapa kamu
begadang, Mran ?” Tanya Teddy
“Semalam bapak
badanya panas, setelah adik adiku tidur baru aku memijit bapak yang hingga kini
masih panas badanya. Aku terimakasih dan minta naaf “
“Maaf apaan Man,
kamu kan tidak punya salah “
“Aku tidak bisa
memberimu minum dan…..” jawab Amran dengan suara merintih dan terbata.
“Ah, nggak perlu
kamu punya rasa bersalah pada kami semua,Mran !” Teddy memeluk dan
merangkul tubuh Amran yang terlihat
semakin kurus dan kering. Karena dalam hati Teddy, temen Amran yang paling
banyak mendapat getah dari sikap Amran yang sok jagoan di kelas, telah timbul
perasaan yang iba.
“Aku sering
menyakiti kalian di kelas, maafkan aku ya…!”
seru Amran dengan suara yang masih terdengar merintih.
Mendengar
rintihan Amran yang memang datang dari hatinya yang sangat bersedih, mereka
berlima segera mendekatkan ke arah Amran, sambil memberikan perhatian kepada
temen mereka yang malang.
“Amran, kami
semua adalah wakil temen temen kelas IX , yang datang menjengukmu. Kami telah
memaafkan semua kesalahan kamu dan setulus hati kami ingin agar kamu rajin
belajar dan lulus dari UN nanti. Kita akan bertemu lagi, kan Mran ?” Handsome
mewakili semua kata hati temen temenya.
Amran hanya diam
membisu sambil menundukan wajahnya. Dalam hatinya kini timbul perasaan yang
bangga terhadap teman temanya. Mereka bukan hanya memaafkan kesalahan mereka
tetapi masih menunjukan rasa prihatinya pada nasibnya serta mereka bersedia
mengumpulkan dana untuk meringankan beban penderitaannya. Ah betapa indahnya
sebuah persahabatan, demikian hati kecil Amran berbisik.