Syahdan
di suatu negara entah berantah di Pulau Jawa , hiduplah seorang pemuda desa yang tinggal di Dukuh
Makmur Sentosa. Pemuda ini sangat
rajin bekerja membantu Bapak Ibunya yang sudah renta. Mereka hidup di tepi hutan di sudut dukuh itu, yang cukup jauh dari pemukiman penduduk.
Segala
macam pekerjaan selalu dia tangani
sendiri, dari mulai bertani, mencari kayu bakar di hutan, mencuci pakaian di sungai dan lain sebagainya,
Hal ini disebabkan kedua orang
tuanya sudah sering sakit-sakitan,
sehingga siapa lagi kalau bukan pemuda itu yang merawat dan melayani kebutuhan
mereka berdua.
Pada
suatu hari yang cerah, seekor macan
kumbang yang besar entah darimana datangnya, mengamuk mencari mangsa ke tengah
pemukiman penduduk, Sambil terus menggeram macan itu terus memburu siapa
saja yang dekat denganya. Karuan saja kejadian itu membuat geger semua
isi kampung. Seluruh prajurit kerajaan
yang kebetulan sedang patroli di dusun itupun tak kuasa menundukan macan itu.
Kini
giliran pemuda itu menjadi sasaran terkaman macan itu, saat dia hendak mencuci pakaian di kali. Namun
anehnya pemuda itu tidak memperlihatkan
rasa takut barang sedikitpun, meski
macan itu kini sudah tepat berada di depannya. Dengan sikap tenang diletakannya
keranjang berisi pakaian kotor, kemudian dia mengambil kayu seadanya yang ada
di sekeliling dia berdiri. Kayu itu
dipegangnya kemudia dipukulkan kuat-kuat ken arah kepala macan itu, sehingga macan itu
mengerang kesakitan dan pingsan.
Tentu
saja macan yang sudah tak berdaya itu menjadi sasaran yang empuk bagi penduduk
yang telah meradang. Namun ketika semua penduduk berniat membunuh macan itu , pemuda itu melarangnya
bahkan dia malah menyuruh salah satu
penduduk untuk mengambil air. Hal ini karuan saja membuat semua penduduk
menjadi heran sekaligus takjub dengan ulah pemuda itu, Setelah dia mendapatkan air itu, langsung diguyurkan ke kepala macan itu hingga
basah kuyup. Tak lama kemudia macan itu
siuman kembali dan langsur ngloyor pergi kembali ke hutan.
Kini
terdengarlah gemuruh sorak sorai dari
seluruh Penduduk Dukuh Makmur Sentosa yang
gempar lantaran keberanian pemuda itu menundukan macan itu. Sejak saat itu seluruh penduduk memanggilnya Joko
Gempar.
Tak lama kemudian keharuman nama Joko Gempar telah sampai
di istana. Mendengar kabar keharuman nama pemuda desa itu, segeralah Raja Noto Kusuma mengirimkan utusannya untuk memanggil Joko
Gempar ke istana. Kebetulan saat
itu Kerajaan Kembang Anom sedang
dilanda krisis politik dengan meletusnya
pembrontakan besar, yang didalangi oleh Adipati Gajah
Setyo dan bermarkas di Hutan Jurang Jero.
Karena kesaktian Adipati Gajah Setyo, hingga kini pembrontakan itu belum bisa dipadamkan. Meski sudah bertahun-tahun menguasai Hutan
Jurang Jero. Entah sudah berapa ratus prajurit dan beberapa senopati perangnya
yang gugur di peperangan menumpas
pemberontakan itu.. Kini tibalah saatnya Baginda mencoba kesaktian Joko
Gempar untuk menghadapi Adipati
Gajah Setyo hidup atau mati.
Setelah Joko
Gempar menerima utusan dari Baginda Kembang Anom, maka dia lantas minta restu kepada kedua orang tuanya, yaitu Kakek dan Nenek Seto. Kedua orang tuanyapun menanggapi dengan
linangan air mata. Karuan saja hal ini
membuat Joko Gempar menjadi tidak tega dan mengurungkan diri untuk meninggalkan kedua
orang tuanya itu. Padahal
beberapa hari lagi dia harus berada di istana menghadap Baginda.
”
Berangkatlah anaku, jangan pikirkan bapak dan
ibumu. ”
” Sungguh aku tidak tega meninggalkan Bapak dan Ibu.
Siapa yang akan merawat Bapak Ibu nantinya, padaha;l perjalanan ini sungguh
jauh. Dan bila aku
dikalahkan oleh pimpinan
pemberontak itu , hingga gugur siapa yang akan menemani Bapak dan Ibu ”
” Bapak ibumu menangis bukan
lantaran takut kehilangan kamu, Anaku ! ”
” Aku jadi tidak mengerti, Pak ! ”
”
Bapak dan Ibumu menangis karena haru dan
bahagia ! ”
”
Bahagia ?. Apa maksud ini
semua Pak ? ”. Joko Gempar menjadi penasaran dalam hatinya mendengar
perkataan bapaknya itu. Maka diapun menuntut Bapak dan Ibunya untuk menjelaskan
lebih jauh lagi.
”
Karena kini saatnya kamu menemukan kebahagian yang telah
lama kita impi – impikan Anaku ! ”
” Tolong Pak, ceritakan pada aku dengan
gamblang. Perkataan Bapak tadi sungguh aku tidak mengerti ”
” Hadapi dulu Adipati Gajah Setyo, kamu akan mengerti semuanya , anaku ! ”.
” Seandainya aku gugur dikalahkan pembrontak
itu, apa aku akan tahu tentang apa yang
dimaksud Bapak ” . Jawab Joko Gempar yang masih penasaran di hatinya
”
Anaku, seandainya Tuhan Yang Kuasa
memberi Karunia kepadamu tentu tanpa susah payah engkau akan membuat pimpinan
pembrontak itu menyerah kepadamu. Tetapi dengan suatu syarat ” .
”
Apa syarat itu, Pak ! ”
”
Bawalah keris ini dan jangan kamu
perlihatkan kepada siapa saja kecuali dihadapan Adipati Gajah Setyo. Bila kau tunjukan keris ini dihadapanya, tentu kesaktian dia akan luntur. Maka
itu usahakan untuk bisa berhadapan
langsung dengan Adipati Gajah Setyo. Tetapi sebaliknya bila engkau tunjukan keris
ini pada siapa saja, maka akan membuatmu binasa. Camkan pesan Bapak ini
baik – baik dan jangan berbuat gegabah. Sekali lagi barangkali ini jalan engkau
menuju kebahagian hidup anaku ”
”
Tetapi......Bagaimana aku bisa bertemu
langsung dengannya ”
”
Teriakan kata ”Seto Kendit” sampai dia mendengarnya. Pasti dia akan mencarimu ”
”
Apa artinya Seto Kendit, Pak ? ”
” Janganlah banyak bertanya, anaku !,
sebab sikap seperti itu adalah
tanda – tanda orang yang kurang
percaya diri, Berangkatlah kamu ke
istana Kembang Anom !. Hati – hati di jalan dan selamat jalan, anaku. Semoga
engkau berhasil ! ” Joko Gempar
memeluk mereka berdua sekaligus memohon restu kepada ke dua orang tuanya itu.
_________________
Istana Kembang Anom sudah penuh dengan segenap abdi dalem., prajurit serta tumenggung yang sedang
membahas bagaimana cara mereka bisa mengalahkan pemberontak, yang justru
semakin hari semakin banyak mendapat pengikut. Sehingga semua kalangan istana
kini menjadi kalang kabut. Sementara
Joko Gemparpun kini sudah berhdapan
dengan Raja Noto Kusuma,
” Kamu yang bernama Gempar ” Tanya
Baginda
” Betul, Tuanku ”
” Apa kamu sanggup mengalahkan Gajah
Setyo, yang hingga kini belum ada yang mampu menandinginya ? ”
”
Semoga Tuhan Yang Kuasa menganugerahi hamba , sehingga
hamba mampu mengalahkannya ”
”Perlu kamu ketahui anak muda. Bila
kau berhasil mengalahkan Gajah Setyo, maka akan aku hadiahi ”Hutan
Wingitan ” aku serahkan untuk kamu , dan aku jadikan hutan itu sebaga
Tanah Perdikan dan aku jadikan kau sebagai ”Penguasa Wingitan”, Mengerti anak muda ! ”
” Daulat Tuanku, Hamba hanya menuruti
kehendak Tuanku ”.
” Lantas
pusaka apa yang akan kamu gunakan mengalahkan pembrontak itu ? ”
”Hanya tongkat ini yang dahulu digunakan
untuk menundukan macan ”
” Hanya tongkat. Lantas apa yang ada dalam kantong itu, cah ndeso ? ”
” Ini hanya bekal untuk diperjalanan,
nilainya tidak seberapa. Tidak pantas
untuk hamba tunjukan pada Baginda ”.
Joko Gempar berusaha menyembunyikan isi kantong itu
sesuai dengan pesan Bapaknya beberapa
hari lalu.
”Baiklah
Gempar, sekarang tunggu apa lagi
berangkatlah bersama dengan prajurit Kembang Anom ”
”Daulat Baginda ! ” .
Belum sanpai matahari tenggelam di ufuk Barat, Joko Gempar dan ribuan prajurit Kembang Anom
sudah tergelar berhadapan dengan
pemberontak Jurang Jero. Masing-masing
kekuatan itu sudah siap melibas satu sama lain. Ditengah prajuirt pemberontak terlihatlah seorang prajurit berkuda putih.
Dengan badan kekar dan tegap, bertampang angker dengan kumis dan jambang
memenuhi wajahnya. Tangan kananya
memegang pedang yang gemerlapan
memantulkan sinar matahari.
Sorot matanya tajam menyaksikan setiap gerak – gerik Joko Gempar sebagai prajurit andalan Kembang Anom.
Aba aba menyerbu
telah dikumandangkan oleh
panglima kedua kubu prajurit,
kini semua prajurit mulai merangsek
menembus pertahanan lawan untuk menyabung nyawa, demikian juga Joko Gempar
langsung menantang maju Gajah Setyo.
Merkapun kini bertempur mati – matian. Joko Gemparpun mengakui ilmu bela diri lawannya itu.
Namun Joko Gemparpun bukan lawan sembarangan Gajah
Setyo, dari kecil dia sudah digembleng seni
beladiri oleh Kakek dan Nenek Seto yang juga memiliki ilmu bela diri yang
telah tinggi tatarannya. Setelah
menghabiskan bererapa jurus, kini Joko Gempar
mulai terdesak mundur. Demikian
juga Gajah Setyo mulai mengendorkan serangannya, karena
dia sedikit mengenal jurus-jurus silat yang dimainkan oleh anak muda itu.
” He siapa
namamu anak muda ? ”. Teriak Adipati Gajah Setyo dengan lantang.
” Aku Gempar ”
” Siapa nama Bapak kamu ? ”
” Seto, , Seto kendit ”
” Kalau kau mengaku
murid Seto Kendit. Sekarang aku tantang kamu untuk menghadapi aku di balik bukit itu. Sekarang juga ”
” Baikllah, aku tidak akan mundur
selangkahpun ”. Joko Gemparpun telah tanggap dengan apa yang dimaksud Adipati Gajah Setyo.
Kedua kuda itupun kini menerobos kerumunan prajurit yang
sedang menyabung nyawa untuk menuju
lembah di balik ”Bukit Klampisan”, seperti
yang diminta Gajah Setyo. Tentu saja semua prajurit yang menyaksikan kedua pendekar gagah berani
itu melangkah untuk menyabung nyawa di Bukit Klampisan menghentikan pertempurannya dan
memberikan tepukan yang membahana. Masing-masing prajurit memberikan
semangatnya pada jagonya masing – masing.
” Sekarang kita sudah
berhadapan satu lawan satu, jauh dari prajurit lainnya, Sekarang tunjukan
bukti bahwa kau anak Seto Panuntun atau Seto Kendit ”
” Baiklah, ini
keris Bapak Seto yang diberikan padaku ” jawab Gempar sambil menunjukan keris itu.
” Aduh.. . .Kakak
Seto, dua puluh tahun aku tidak bertemu denganmu. Semoga
engkau sehat – sehat saja. Hai anak muda
!, Apa Bapak Ibu mu masih hidup ? ”
” Masih, tetapi
sekarang selalu sakit – sakitan.
Memangnya ada apa ? ”
” Aduh anak muda,
ternyata engkau yang aku tunggu – tunggu
selama 20 tahun lebih “
“ Ditunggu untuk apa ?. apa maksud semua ini ”.
” Baiklah anaku,
demi laggengnya Keturunan
Brahma Wijaya. Sekarang juga penggal kepalaku dan serahkan kepalaku
kepada Noto Kusuma, Ayo jangun takut dan ragu-ragu anaku !. Ini semua demi kebahagiaan kita semua
!” Pinta
Gajah Setyo dengan permintaan yang
mendesak.
Jelas Joko Gemparpun tak mau melakukan sesuatu yang
tidak tahu menahu maksud dan tujuannya.
Maka dia pun lantas minta penjelasan dari pemberontak yang mengaku sebagai
ortunya itu. Mungkin pula itu hanya tipu muslihat Gajah Setyo saja,
tapi apa maksud keris yang dibawakan Bapaknya itu. Kini pikiran
Joko Gempar pun menjadi berputar tujuh keliling, meski semua prajurit
dari kedua kubu telah meundur lantaran matahari
telah penat menyaksikan ulah manusia yang mengumbar nafsu amarah, sehingga matahari lebih memilih beristrahat
di bilik langit sebelah barat.
”Baiklah Gempar,
nama sebenarmu adalah Wisnu
Adityaningrat putra Raja Kembang Anom yang bergelar Prabu Brahma
Adiningtyas. Saat itu 20
tahun yang silam kala aku seusiamu,
terjadilah pembrontakan yang
dipimpin Noto Kusuma sang senopati
prajurit yang berkhianat. Noto Kusuma berhasil membunuh bapakmu dan menghabisi
seluruh keluargamu. Sehingga dia hingga
kini bisa bertahta di Kembang Anom. ”
” Tapi mengapa aku
masih hidup ”
”Seto Panuntun adalah ”abdi dalem” yang setia kepada Bapakmu, maka
dia segera menyelematkanmu dengan
cara membawamu lari hingga Dukuh
Makmur Sentosa di kaki Bukit
Wingitan, sampai kini tidak
ada satupun prajurit yang tahu, kecuali aku ”
” Mengapa demikian ? Dan siapa sebenarnya engkau ? ”
” Wisnu !.
walaupun aku seorang pemberontak, tetapi aku adalah Pamanmu. Aku adalah adik kandung Bapakmu Kakak Brahma
Adityaningrat. Kala itu aku tidak
mampu membela Bapakmu karena harus melawan prajurit yang jumlahnya ratusan, dalam keadaan luka parah terpaksa aku
melarkan diri, untuk kembali lagi
di kesempatan lain untuk menyelamatkan negara ”
” Lantas apa hubungan dengan keris ini ”
”Dalam pelarianku ,
di tengah perjalanan tepatnya di dukuh Ngresep aku berjumpa dengan Seto
Panuntun dan istrinya. Disitulah aku
merencanakan pertemuan seperti ini
denganmu kala engkau masih bayi, dan sebagai tanda pengenal engkau aku
berikan keris itu ”
Joko Gempar atau
Wisnu Adityaningrat menjadi terpaku dalam-dalam ke bumi. Pikiran dan hatinya goncang setelah dia mengetahui siapa
sebenarnya dia. Perjalanan hidup yang
ditempuh selama ini ternyata hanya
menapak bayangan semu, tetapi
siapakah yang sepatutnya dipersalahkan,
itulah yang disebut suratan
takdir.
” Kendalikan perasaanmu, anaku !. Kini bersyukurlah karena Tuhan Yang Maha Esa telah menemukan aku dengan dirimu ”
”Lantas apa rencana Paman besok pagi ”
“Besok pagi adalah penentuan
nasib kita berdua. Dekatkanlah pasukanmu dan pasukanku, sedekat
mungkin. Jangan takut
dengan sikap Senopati
Mahesa Gerindra pemimpin pasukan Kembang Anom.. Paman tahu betul hati senopatimu itu lebih mencintai trah Brahma Adityaningrat dari pada Noto Kusuma. Besok pagi tunjukan keris itu kepada seluruh
prajurit Kembang Anom dan kabarkanlah seakan-akan aku menyerah padamu , setelah
itu aku serta semua prajurit setiaku akan berusaha untuk mempengaruhi seluruh
prajurit agar membelot terhadap Noto
Kusuma . Karena kamulah pewaris
yang sebenarnya, Anaku !.
Agar semua prajurit Kembang Anom tidak curiga dengan niat
kita, maka lukai tubuhmu sendiri dan aku
juga demikian. Sehingga mereka percaya
bahwa kita telah bertempur mati-matian . Sekarang hari telah larut, kembalilah ke induk pasukanmu dan beristirahatlah. Sampai besok ketemu lagi. Selamat Istirahat anaku ”
Ribuan obor kini memenuhi tenda Pasukan Kembang
Anom. Sebagian besar prajurit lengkap dengan para perwiranya belum bisa
tidur pulas. Mereka semua dengan was – was
menunggu kabar tentang Joko
Gempar. Terlihat pula Senopati Mahesa
Winasis mondar – mandir di depan tendanya, hatinya
menjadi khawatir dengan
keselamatan Gempar, yang menjadi
tanggung jawabnya,
Dari jauh terdengar sayup suara derap kuda yang terdengar bertambah keras. Semua prajurit
yang masih diliputi khawatir, segera berlarian menuju arah kuda itu. Ternyata
dia adalah benar Joko Gempar yang duduk
lemas diatas pelana kuda dengan luka terlihat di lengn dan pipinya.
Sontak semua prajurit pengawalnya langsungh memapahnya dan
membaringkan di dalam tenda sang senopati.
” Adik....Adik Gempar
! kau tidak apa – apa ? ”
” Aku tidak apa – apa, Aku bertempur mati
– matian dengan Gajah Setyo dan inilah yang aku dapatkan ”.
Seru Joko Gempar sambil menyerahkan keris dan ikat kepala Gajah Setyo seraya
berpura-pura mengerang kesakitan.
”Apa artinya semua ini Adi ? ” seru
Mahesa Winasis Sang Senopati.
”Dia
berhasil aku kalahkan dan besok pagi – pagi benar dia dan pasukannya akan
menyerahkan diri ”
” Mengapa tidak kau bunuh sekalian ,
Gajah Setyo yang merepotkan Kembang Anom selama betahun-tahun ”
”Aku memang mengampuninya agar di kelak
hari tidak ada masalah lagi. Dengan menyerahkan keris ini, bagi dia adalah menyerahkan segala-galanya.
Sebab tanpa keris ini dia tak memiliki
kekuatan apapun ”
” Benar juga keteranganmu Adi !, namun
kita jangan lekas percaya. Kita harus berhati-hati jangan sampai termakan
tipuannya. Kepada semua perwira yang
berkumpul disini aku harap tetap merahasiakan kabar ini. Siagan besok pagi
layaknya prajurit yang siap tempur ”
” Aku harap juga begitu Senopati !. ”
Joko Gempar tak mampu lagi bicara . Karena penat terasa di seluruh tubuhnya dan
kini diapun tertidur pulas. Perkemahan
prajurit Kembang Anom kembali senyap,
hanya terlihat prajurit yang ronda saja.
____________
Apa yang dikatakan Joko Gemparpun ternyata bukan hanya
isapan jempol saja. Terbukti kini ribuan pasukan Gajah Setyo tidak memasang umbul – umbul
perang. Semua pembrontak telah
menyarungkan pedangnya masing-masing,
tidak ada lagi peralatan panah, tombak dan tameng, Bahkan Gajah Setyopun
tidak membawa sebuah senjatapun.
Namun demikian prajurit Kembang Anom yang tidak kalah jumlahnya, belum
percaya benar dengan sikap pemberontak.
Meski pasukan pemberontak terus merangsek maju hingga berjarak 15 meter
satu sama lain, namun mereka tetap dalam barisan yang rapi.
” Salam hormat Panglima Mahesa Winasis ” Seru Gajah Setyo dengan
suara lantang hingga suaranya bisa didengar semua prajurit. Pertanda da adalah
tokoh yang memiliki kesaktian yang cukup tinggi,
”Salam hormat pula
aku sampaikan pada engkau, Gajah
Setyo. Lantas apa arti semua ini. Aku
harapkan kita meneruskan pertempuran secara ksatria ”
”Justru akulah
yang akan bertindak ksatria, dengan
mengaku kalah dengan Joko Gempar ”
” Rasanya tidak mungkin bila engkau
dikalahkan begitu saja oleh anak muda ”
” Ketahuilah
Senopati, disamping ilmu kesaktian Joko
Gempar yang tinggi, dia juga junjungan kita semua. Dia adlah Prabu Wisnu Adityaningrat putra dari Prabu Brahma Adityaningrat. Dia adalah raja yang sebenarnya dari Kraton Kembang Arum. Maka aku rela
menyerahkan apa saja kepada dia ”
” Tipu muslihat macam apa ini, Gajah ! ”
Adipati Gajah
Setyo tidak banyak bicara lagi , Untuk meyakinkan semua prajurit yang berkumpul dia mempersilahkan Seto Panuntun dan istrinya maju ke depan untuk menceritakan segala
sesuatu 20 tahun silam. Sebagian
prajurit telah percaya dengan keterangannya itu, namun sebagian lainnya masih
menol;ak mentah – mentah termasuk juga Panglima Mahesa Winasis dan para perwiranya.
” Aku ingin bukti lain agar aku bisa yakin dengan
keteranganmu. Kamu jangan seenaknya saja
bicara. Ini adalah menyangkut kelanjutan
Kraton Kembang Arum ”
”Baiklah Winasis jika engkau ingin bukti lainnya ”. Sang Seto Panuntun yang sebenarnya sosok abdi
Prabu Brahma Adityaningrat yang sakti mandraguna segera mengeluarkan keris
milik kerajaan yang selama ini dinyatakan hilang, pusaka itu adalah ”Keris Sosro
Kembang” milik pribadi Prabu
Brahma Adityaningrat.
Setopun menceritakan bahwa sebelum sang prabu
menghembuskan nafas terakhirnya, dia menitipkan pusaka itu dan juga keselamatan
putranya Joko Gentar yang tak lain adalah Prabu Wisnu Adityaningrat.
Baik prajurit pembrontak dan Kembang Anom lengkap dengan
senopati dan perwira – perwiranya kini merendahkan badanya berjongkok sambil
meletakan senjata masing-masing,
termasuk juga termasuk juga
Adipati Gajah Setyo, Seto Panuntun dan
istrnya, yang terlihat menangis haru.
Segera saja Prabu Wisnu Gempar, demikian gelar yang diminta sendiri
olehnya, segera memerintahkan semua
prajurit dari dua kubu untuk menuju Kraton Kembang Anom. Namun sayangnya setelam mereka berhasil
memasuki kraton, hanya terlihat para emban dan abdi dalam saja yang menjaganya.
Karena Prabu Moto Kusuma telah meninggalkan istana terlebih dahulu,
Dengan demikian berakhir sudah penderitaan Joko Gempar
dan Orang tua asuhnya yakni Bapak dan Ibu Seto, serta perjuangan Paman Adipati
Gajah Setyo dalam menegakan kebenaran di bumi ini.