Sabtu, 29 September 2012

Badai Pasti Berlalu



Malam yang pekat ini  betul betul menjadi sokib setia Revie , yang sering menyandarkan kedua tangan dan kepala pada lututnya di springbeed, berseprei biru, sebiru derita dan galau hatinya. Bilah hatinya yang sedang larut dalam galau dan sendu, benar benar tidak mau bersikap kompromi dengan benak otaknya, yang sebenarnya berhasrat untuk bisa terlelap sepanjang malam ini. Namun hingga suara kokok ayam jantan dari kejauhan yang melengking tidaklah membuat kedua matanya yang sembab itu terlelap, tapi kokok ayam jantan yang saling bersahutan itu serasa malah menertawainya. 

“Kamu pasti bisa melaluinya, Vie !”, kata kata bijak beberapa tahun silam  itu kini memenuhi benak hatinya, lantaran kata kata itu yang terkadang mampu menghilangkan galau hatinya, meski hanya beberapa saat. Saat kata itu muncul, kegalauam Vie pun kembali meluruh, namun derita hati yang menderanya jauh lebih berat dari magis kata kata dari guru BP-nya di sekolah.  Terutama rasa rindu yang mendalam dengan mama, curahan kasih sayang sejatinya, yang selama beberapa pupuh tahun mengembangkan bisnis keluarga mereka ke Malaysia. Namun hingga kini tiada angin lalu seberkaspun yang mengabarkan di mana mamanya berada, apa jatuh ke pangkuan pria lain atau meninggal di sana atau telah sukses bisnisnya sehingga tidak mau kembali ke Indonesia lagi.

***
“Revie, jaga adik adikmu !, besok pagi papa berangkat ke Malaysia. Papa  janji akan selalu mengabarimu !, ketemu apa tidak dengan mamamu !” sebuah janji papa Revie pernah meluncur dan hingga kini masih terus kental menetap di sudut hati Revie, meski sudah  lima tahun berlalu. Namun janji itu hilang ditelan angin binal,  sehingga bagi Revie janji papanya hanya sebuah kata perpisahan. Penantian panjang Revie dan adik adiknya sekarang bertambah panjang dan berat, rindu pada mama saja belum terobati, apalagi ditambah dengan teganya papanya meninggalkan mereka begitu saja. Hingga ingin rasanya Revie melengkingkan teriakan panjang agar di dengar tebing tebing yang memusari rumah sederhana itu, namun apa daya bila tebing tebing itu hanya diam membisu. 

Bibir yang memucat dan rongga kedua mata yang dalam di wajah yang dingin seperti mayat hidup mengubah penampilan Revie, yang dulunya dikenal remaja gaul yang cantik kini mirip dengan nenek sihir. Namun guratan kecantikanya di wajah yang dia miliki masih kelihatan jelas. Beberapa tahun silam Revie menjadi kembang yang banyak dipusari cowok cowok gaul di sekolahnya, tetapi mereka kini menjauh lari ketakutan seperti melihat hantu kuntilanak di siang hari bolong. Namun bagi Revie kepedihan hatinya itu, tidak seberapa ketimbang kasih sayang ortunya kepada dia dan adik adiknya yang begitu saja putus di tengah jalan.

Apalagi setelah dia putus sekolah dua tahun silam, yang terpaksa dia lakukan demibiaya untuk sekolah adik adiknya yang entah dari mana dia dapatkan. Semua gemerlap yang pernah dia miliki pupus begitu saja, sokib sokib setia yang meninggalkan dia karena rasa simpatik terhadapnya telah hilang. Mobil pemberian papanya yang terpaksa dia jual untuk keperluan hidup dan sekolah adik adiknya. Semua telah sirna, bahkan sofa sofa serta mebel jati kuno terpaksa dia jual dengan harga murah. 

Namun apapun alasanya, Tuhan Yang Kuasa menciptakan machluk yang bernama manusia seperti kita, yang  dilengkapi dengan software kepedulian, tinggal masalahnya kita berkehedak mengaplikasikan apa tidak. Di balik rasa iba yang dimiliki semua sokib Revie terhadapnya, sebagian besar hanya tersimpan di dalam lubuk hati mereka semua, kecuali bagi Ardie yang berteman dengan Revie sejak mereka masih duduk di SMP, sejak Revie masih utuh dalam mendapatkan kasih sayang dari kedua orang tuanya. Apapun keadaan yang dialami Revie, Ardie tidak pernah berlalu begitu saja, meski mereka betaut hanya sebatas sahabat saja.
“Vie ! , akupun tidak mau menerima cobaan sepertimu, aku nggak bakalan kuat !” seru Ardie di sore hari di beranda  depan rumah Vie, yang dindingnya mulai kusam dan retak di sana sini.

“Apa, maksudmu ?” sanggah Revie.
“ Yah..!,  seperti kamu jelasnya juga nggak bakalan tahan dengan derita ini, karena tidak ada pilihan lain, kamupun harus menerima ini semua “
“Ardie !, akupun tidak mau terus terusan curhat padamu, aku kasihan sama kamu yang dulu sering menjadi tempat curhatku, aku sudah mulai tahan dengan ini semua. Justru dengan cara seperti inilah aku bisa menjadi wanita yang kuat “
“Aku percaya, Vie !, kamu sekarang sudah mulai menemukan diri kamu sendiri, aku yakin kamu mampu menjadi wanita yang mandiri dan tangguh “
Revie hanya tersenyum manis dari bibirnya yang mulai kelihatan memerah, dalam hatinya terus berkecamuk rasa penasaan yang mendalam tentang hati sokib dekatnya, yang pemalu polos tapi penuh perhatian. Mengapa dia selalu menyediakan waktu, tak segan menolong dengan kedua tanganya yang ringan dan sering harus merogoh koceknya untuk menolong Revie. Reviepun tahu hanya cowok ini yang cocok dihatinya, apabila dia harus bersanding denganya mengayuh bahtera hidup. Namun Ardie tidak pernah memberi perhatian khusus itu, dia hanya semata-mata menolongnya lantaran Ardiepun pernah jatuh sama seperti yang dia alami sekarang. Sehingga sekarang Ardie hanya mampu menamatkan sekolahnya sampai SMA dan bekerja di pabrik sebagai tukang las listrik.

Tapi bagi Revie apapun kondisi Ardie, dia tetap menerimanya, bukankah kondisi cowok itu jauh lebih baik darinya. Bahkan dalam hati Reviepun telah mulai tumbuh getar halus padanya, namun Reviepun masih menunggu kapan  cowok itu bisa bersikap macho, meski Revie tahu hati cowok itu bagaikan hati seorang malaikat.
“Revie !” Ardie memanggilnya, sehingga lamunan Revie menjadi meluruh.

“Ya, ada apa !”
“Maafin, ya !, kalau ucapanku membangkitkan kenangan pahit untukmu “
“Never mind, Ardie !. Kenangan pahit biar menjadi masa lalu bagiku. Hmmm , aku ingin sebuah langkah ke depan yang matang. Meski aku hanya seorang tukang cuci, aku sekarang mulai menatap masa depanku, yang penting ke dua adiku bisa bersekolah” seru Revie dengan tatapan mata yang berbinar ke Ardie.
“Syukurlah, Revie !, itulah yang aku harapkan, kamu bisa bangkit dengan kondisi apapun sama seperti aku, yang hanya tukang las “
“Ardie, kamu punya acara sore ini ?”
“Nggak, ada apa !”
“Kita jalan jalan ke mana aja, mumpung langit cerah. Kita lupakan derita yang kita alami, yang penting sore ini  kita happy “
“OK, aku setuju bangget. Nanti jangan lupa kita ke Istana Bakso, biar aku yang traktir !”
“Mari kita came on “
“Yoi...!!!!”

Kedua remaja itupun menembus keramaian kota, untuk melabuhkan hatinya masing masing. Karena asmara bukan hanya milik para juragan atau kalangan the have saja, tetapi mereka berdua yang mulai bangkit dari keterpurukan juga berhak untuk memiliki. Kabut hitam yang selama bertahun tahun menaungi hidup Revie, kini mulai memucat dan berganti warna biru ***