Senin, 14 Mei 2012

Peran Koran dan Minat Baca



Di  jaman globalisasi ini siapa saja yang memliki  niatan untuk  menggali informasi  apa saja  bukanlah merupakan kendala  yang  mengganjal. Terbukti  dengan  hadirnya  beberapa koran  lokal  di daerah  yang menjadi  fokus publikasinya.  Namun tetap saja  hadirnya koran lokal  di  beberapa daerah  belum mampu  mengentaskan m,nat  baca  publik.  Tentu saja masalah ekonomi  dan  kemauan untuk  menggali informasi  itu sendiri  yang  paling mendominasi.

Menanggapi permasalahan tersebut di atas,  kita cenderung menilai bahwa sebenarnya harga koran secara umum bersifat relatif,  karena  tergantung kita menempatkannya. Bila kita berdiri pada sisi media masa sebagai suatu  kebutuhan primer ,    yang memberi pencerahan dan sumber gagasan yang dibutuhkan suatu masyarakat. Maka  tentunya  harga koran  akan jauh lebih murah dibanding dengan peranannya.  Apalagi bila kita menapaki koran sebagai kebutuhan sekunder,  yang  berfungsi menanamkan nilai-nilai mendasar,  maka  kitapun wajib hukumnya untuk membaca koran. Apalagi dengan terjadinya badai degradasi moral masyarakat Indonesia.,  maka  tentu saja  harga koran  tidak pernah kita permasalahkan lagi.

Untuk membantu memberi solusi ini semua,  kita  cenderung  menggaris bawahi  hubungan  antara eksistensi  suatu media massa dengan minat baca  masyarakat yang  berbanding lurus,  bahkan terjadi interaksi yang signifikan antara kedua unsur tersebut.  Semakin tingginya  minat baca  suatu masyarakat akan semakin  kokoh pula eksistensi suatu media massa. Sehingga point utama yang harus kita kaji disini adalah minat baca masyarakat Indonesia yang memprihatinkan., meskipun sebenarnya  biaya  untuk  mendapatkan informasi  tidak menjadi faktor kendala,  hal ini karena dilatar belakangi  dengan bergulirnya  era internetisasi,  era dimana  mekanisme  pelayanan   informatika publik sudah  tidak masalah lagi. Betapa tidak   dengan dana hanya sebesar      Rp. 5.000,  kita bisa mengarungi dunia yang serba  informatif  sekaligus inovatif,  melalui warnet yang telah tersebar hingga perkampungan.  Apalagi dewasa ini telah marak ratusan koran ”on line”  di dunia maya tersebut.

Tinggalah kita mencermati urgensi minat baca  yang sedemikian vitalnya, karena membaca menurut Gleen Doman (1991 : 19) dalam bukunya How to Teach Your Baby to Read  menyatakan bahwa membaca merupakan salah satu fungsi yang paling penting dalam hidup. Semua proses belajar didasarkan pada kemampuan membaca. Selanjutnya melalui budaya masyarakat membaca kita akan melangkah menuju masyarakat belajar atau learning society    (  Sumber :  H. Athaillah Baderi, 2005. Wacana  Ke Arah  PembentukanSebuah Lembaga Nasional Pembudayaan Masyarakat Membaca.  Pengukuhan  Pustakawan  Utama ),

Sebagaimana yang dikemukakan oleh Suayatno (praktisi pendidikan YLPI Duri), menurut laporan Bank Dunia No. 16369-IND, dan Studi IEA (International Association for the Evalution of Education Achievement ) di Asia Timur, tingkat terendah membaca anak-anak di pegang oleh negara Indonesia dengan skor 51.7, di bawah Filipina (skor 52.6); Thailand (skor 65.1); Singapura (74.0); dan Hongkong (75.5). Bukan itu saja, kemampuan anak-anak Indonesia dalam menguasai bahan bacaan juga rendah, hanAya 30 persen. Data lain juga menyebutkan, seperti yang ditulis oleh Ki Supriyoko (Kompas, 2/7/2003), disebutkan dalam dokumen UNDP dalam Human Development Report 2000, bahwa angka melek huruf orang dewasa di Indonesia hanya 65,5 persen. Sedangkan Malaysia sudah mencapai 86,4 persen, dan negara-negara maju seperti Australia, Jepang, Inggris, Jerman, dan AS umumnya sudah mencapai 99,0 persen. ( Sumber :  Pendidikan. Com , tidak disebutkan tahunnya ).

Dengan kondisi demikian bagaimana  kita mampu menciptakan  learning society   seperti yang dinyatakan oleh Gleen Doman di atas.  Hanya  sebuah perjuangan yang keras dan  terintegral antara semua  unsur  yang bertanggung jawab  terhadap penyiapan  generasi  minat baca  harus  terus dikukuhkan .  Hal ini karena   untuk mengentaskan  minat baca  masyarakat kita  sama  saja dengan  mengubah  sebuah  budaya masyarakat ( social changes ).  Konsekuensi logis  dari ini semua  adalah  dilakukannya  penanaman sikap sedini mungkin untuk mencintai dan  membaca buku pendukung pembelajaran  sekolah,  hasil tayang media massa,   laporan ilmiah,  buku fiksi dan non fiksi dan lain sebagainya. 

Sudah saatnya  kita mengejar ketertinggalan  dengan negara-negara Asia  dalam hal minat baca,  Tentunya  dengan instrumen-instrumen pendukung seperti revolusi  pendidikan,  internetisasi  desa, subsidi negara terhadap biaya  kertas sehingga mengakibatkan menurunya harga koran dan sejenisnya,   pemberian bahan ajar ke peserta didik cuma-cuma di setiap jenjang satuan pendidikan, penerapan Jambemas ( Jam Belajar Masyarakat ) dan lain sebagainya.  Kita tidak usah  malu – malu dalam meniru langkah  Malaysia dalam mengentaskan  minat baca,  dengan  cara pemberian buku ajar kepada peserta didik secara  gratis,  dengan mutu bahan ajar yang representatif. Dan sebagai bukti keseriusan dalam hal minat baca ini,   mereka  mencetak buku ajar tersebut dengan kualitas yang bagus  dan banyak mengadopsi bahan ajar dari negara-negara maju.

Tentunya kita tidak mau dipredikatkan sebagai bangsa yang kerdil dan selalu bergantung dengan luar negeri untuk semua hal. Lantaran keawaman kita di berbagai bidang. Yang pada gilirannya nanti mengakibatkan  pewarisan nilai sosial yang dangkal,  rendahnya  daya saing,  ketidakmampuan dalam menerima inovatif  kepada anak cucu kita.  Dan yang lebih menakutkan lagi adalah ketidak mampuan  kita dalam  mengentaskan keterpurukan di berbagai bidang,   Sehingga bisa saja kita akan menjadi bangsa yang termiskin di dunia  lantaran minimnya  minat baca masyarakat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar