Rabu, 02 Mei 2012

Arti Seorang Sahabat


Tiada habis habisnya hujan menyodorkan hasrat untuk menemani Betty di beranda rumahnya ketika senja telah merambat, menitipkan bayangnya di seluruh penjuru beranda itu. Sambil pula mengusung kesenduan yang menerpa hati cewek manis, berambut model Demi More. Jarum jam pendek kala itu telah berada di dekat angka 5, sementara  Ryan belum juga menampakan untuk menerkam janjinya sendiri pada cewek gaul, kolokan namun berwajah melangkonis itu.
Tetes tetes air hujan yang menerpa tirai bambu di beranda itu tak henti hentinya memberi sindiran langsung ke tengah hatinya yang sedang dipenuhi beribu jarum, hingga terasa sesak di dada. Maka bibir yang ranum dan tipis itupun saling menggigit dan siap melontarkan cacian kepada Ryan, cowok hitam manis dengan postur tubuh yang simpal. Namun bukan lantara itu “cewek sedingin es” itu kelimpungan di pangkuan Ryan, tetapi sikap yang dikemas Ryan dengan tutur kata yang santun dan flamboyant. Mirip actor Rano Karno dalam  “Ku Gapai Cintamu”.
Namun kali ini Ryan tak lebih dari cowok yang bakalan menjadi tumpahan seabreg kedongkolan cewek anak mama ini, lantaran cowok ini yang menjadikan Betty kali ini menyimpan dinamit, yang siap meledak kapan saja. Kesal, di tengah hujan sabtu sore ini. Padahal ultah Yeny di mulai jam 3 sore ini. Namun sebersit rasa kagum Betty masih dia simpan dalam belahan hati, meski kekesalan sudah ada di ujung tenggorokanya ini.
Beranda rumahnya bergetar, air genangan di halaman rumahnya berlarian tak tentu arah. Dentuman saura piston mobil CJ 7 warna merah menyala memenuhi semua rumah Betty, Ryanpun tak lama segera menemui dewi Supraba yang sedang menyudut di beranda rumahnya, dengan wajah dilipat dan sorot mata liar, layaknya sorot mata elang melihat mangsanya nun jayh di bawah sana.
“Aku tahu, Bet, kamu mesti lagi marah, maafin aku”
“Kamu tau nggak, sudah berapa lama aku menungumu, sejak dari jam 2 siang aku dah disini menunggumu”
“Tapi kali ini saja, aku mohon di sorry”
“Ah..Ryan, kamu seperti anak kecil saja”
“Maksud kamu ?”
“Yan.aku  sama Yeny sudah kaya saudara kembar saja. Kalau ada aku, mesti ada dia dan sebaliknya. Aku nggak bisa membayangkan ultahnya dia tanpa aku”
“Tapi, sekali lagi aku mohon di sorry. BetuL Ber, aku tadi disuruh mengantar mama dulu”
“Bukan itu jawaban yang aku harapkan, Yan ?”
“Lantas . apa!”
“Sudah berapa kali, kamu memperlakukan aku seperti ini ?”
 “Gimana lagi, Bet. Aku kakak tertua, semua adik-adiku selalu minta tolong apa saja sama aku”
Betty kembali melipatkan wajahnya, meski rona merah di pipinya kini telah berubah menjadi cerah. Beetypun mulai mengerti situasi seperti ini, untuk cowok flamboyant yang seneng berpetualang ini memang ringan tangan menolong siapapun, tapi bengalnya itu yang membuat jantungnya sering berdegup. Namun itulah Ryan, sedikit banyaknya Betty sudah tahu figure satu satunya cowok yang mampu menghanyutkan hatinya di deras alur sungai Gangga.
Kedua remaja itupun kini sudah berada di atas kursi mobil berkulit macan tutul, menambah romantis temaram senja kali ini. Betty bagaikan sang ratu di atas singasana raja berdampingan dengan sang raja yang murah senyum, dengan bibir yang selalu ramah kepada siapapun. Mobil itupun kini melesat di jalan jalan yang lengang dan basah di Kota hujan Bogor..
***
Yenny hanya bersandar pada sofa ruang tamu berwarna biru tua, Sementara di luar hujan masih saja menyertai hari ultahnya. Sebagian teman teman gaulnya sudah hengkang lantaran mereka meburu Saturday Night, asyik dengan acara masing-masing. Wajahnya yang sendu seakan menyimpan hasrat meruntuhkan langit yang menghitam pada malam ini. Sesekali dari matanya yang bening menitikan air mata, betapa bahagianya malam ultahnya kali ini di tengah semua sohib sohibnya. Meski malam yang berkalang hujan sedari tengah hari tadi telah memingitnya. Namun dari dalam kalbunya terselip perasaan kosong.
Titik air matanya kini bertambah deras, apa yang dibayangkan bisa merayakan ultah bersanding dengan Betty kini hanya fatamorgana menggantung di langit hitam. Lantaran sahabat sejatinya sejak mereka duduk di bangku SMP tak menampakan seujung rambutpun. Padahal perhelatan apapun tentang dia, Betty selalu disampingnya ataupun sebaliknya. Perasaan kini bertambah pilu saat semua sohibnya meninggalkan dia sendiri, hanya mama dan papanya serta beberapa pembantunya yang sibuk membersihkan ruangan.
Perasaanya seketika itu menjadi bertambah kalut, terganjal di hatinya antara bahagia dan kecewa, ketika sebuah mobil jee[ CJ 7 warna merah menyala memasuki ruang halamanya. Betty secepat anak panah lepas dari busurnya, segera memeluk sokibnya di sofa artistic itu. Kedua cewek remaja jelita itupun kini saling berpelukan tanpa ada yang mau mendahului bertutur kata. Ryan berdiri terpaku di pojok ruang tamu model hotel berbintang, hanya tertunduk lesu.
“Maaf aku Yen , aku…terlambat.”
“Sudahlah, antara kita masihkah.,,?.” Yeny tak mampu meneruskan ucapanya, dadanya yang sesak telah membungkam mulutnya.
“Jangan kau katakana itu, aku minta maaf, Yen. Lain kali pasti aku selalu disisimu, dalam keadaan apapun “
“Tapi ulang tahunku…”
“Sudah Yen, jangan ungkit masalah tadi. Aku tetap sahabatmu. Yeni, tak sedikitpun aku meluipakanmu. Aku masih ingat betapa kala aku terbaring menunggu ajal di rumah sakit.
Kehadiranmu disisiku tiap saat berhasil menyembuhkanku, sehingga aku hingga kini masih melohatmu. Aku nggak mungkin melupanmu.
Yenny semakin kencang memeluk Betty, pelukan mesra itupun disambut Betty dengan perasaan yang haru. Kisah kisah lama dalam duka dan suka antara mereka berdua begitu kuatnya. Sementara senyum bahagia kini menghiasi wajah mama dan papanya Yeny, yang bangga dengan sikap dua remaja itu. Hanya Ryan yang belum mampu menepiskan perasaan bersalah.
Malampun perlahan beranjak, kedua insan yang lagi ceria kini berpisah. Betty tidak langsung masuk ke rumah, dia memilih menghabiskan malam minggu di beranda rumahnya berdua dengan Ryan. Angin malam Kota Bogor mulai mengusung sifat  manjanya, bertiup semilir tapi menggigit sumsum tulang. Bulanpun kini mulai menengok dunia, situasi berandapun menjadi romantis. Namun bayangan Yenny masih saja belum mau hengkang dari hati Betty.
“Ini semua gara gara kau !”
“Habis mau bagaimana, kalau aku tahu bakal membuat kecewa kamu dan Yenny,  aku nggak bakalan mau mengantar ibu !”
“Ya, sana kembali ke ibumu saja. Nggak usah kamu pedulikan aku atau Yenny”
“Kok kamu jadi kasar sih Bet !”
“Ya, karena kamu satu satunya manusia di dunia yang nggak ngerti perasaan seorang sahabat”
“Aku.!. Bett !, apapun yang kamu inginkan , aku selalu siap melakukan. Tapi peduliku pada ibuku sendiri juga nggak bisa diabaikan !”
“Maka kembali saja pada ibumu, jangan kau sentuh rumahku lagi”
“Baik, Betty, bila itu maumu. Selamat tinggal ya Bet. Sukses selalu untukmu”
Ryan bagai bayangan hantu, berlalu dari hadapan Betty tanpa wajah cerah seperti biasanya. Bettypun tidak ubahnya seperti Patung Ganesha yang nyanggong di beranda rumahnya. Pintu mobil kesukaan cowok melangkonis itu kini menjadi sasaran kemarahan Ryan. Betapa sakit hatinya kini lantaran sikap Betty yang urakan. Segera dia masukan kunci mobilnya agar cepat bisa sampai di rumahnya dan melupakan Betty selamanya.
Namun sayup dia mendengar suara Betty memangginya “Yan, Yan ..tunggu ..tunggu “Ryan segera mematikan mesin mobilnya dan membuka pintu. Dia segera keluar menyongsong panggilan Betty.
“Yan aku minta maaf, betul Yan ..aku minta maaf. Aku tadi lupa diri”
“Ah..sudahlah Betty. Akulah yag minta maaf padamu. Aku minta kamu mau menerimanya “
“Kamu nggak bersalah Yan, akulah yang bersalah..akulan yang kasar sama kamu barusan”
“Oh, nggak Betty..sama sekali aku nggak marah “
“Yan, antara aku dan Yeny sudah sedari SMP bersahabat, layaknya saudara kembar. Kami satu sama lain saling berbagi kasih dan kepedulian. Bahkan terkadang melebihi kasih pada do’inya masing-masing. Kini maukah kau memaafkanku, Yan !”
Ryan tak memberi jawaban sepatah katapun, hanya tanganya yang kokoh menarik pinggang dewi Supraba hingga mereka saling merapatkan diri. Bettypun segera mengalungkan kedua tangan bidadarinya ke leher Ryan. Kedua remaja kinipun ditelan dewi A’mour. Sementara gerimis mulai muncul lagi menebarkan kasih sayang pada semua umat manusia di muka bumi. Kota Bogor kembali terpagit sepi.

ARINI


 Cerpen Remaja Effi Nurtanti


Aku sudah katakan semuanya pada  Arini. Tentang semua kesulitanku,  untuk menggapai masa depan  bersama,  namun sia-sia. Hingga akhirnya datanglah surat yang berwarna biru sendu,  di akhir desember tahun ini. Aku baca berkali-kali hingga larut malam.   Inikah semua yang dia pinta,  akupun belum sepenuhnya menerimanya,  bukankah hidup itu tidak semudah membalik tangan  ?.
Barangkali mungkin ini belum terlambat, akupun berusaha menemuinya lagi. Maka pada suatu senja, Arini telah berada di depanku.
”Aku belum tahu tentang arti suratmu itu,, Rin ?  “.  Tanyaku, moga dia masih mau mendengarku..
“Udah, aku pikir – pikir matang-matang, Yan “ jawabnya dengan sorot mata ke arahku dan terlihat  bintik air mata di matanya. Betapa aku tidak mampu melupakan wajah yang manis, dengan wajah yang bulat,  rambut yang panjang hingga terurai sebatas pnggang.  Namun dibalik keindahan wajahnya, tersembunyi hati yang  keras sekeras batu karang di lautan.
“Mengapa,  apakah ini sebuah kesalahan. Aku sudah coba semampuku untuk lebih mengertimu.  Aku manusia biasa lho Rin,  apalah artinya Septian ? “ . Aku mencoba lebih dalam lagi untuk menjelaskan maksud perpisahan ini. Namun Arini hanya diam seribu bahasa, Tawa candanya tak lagi menerangi  ruang hatiku., Namun  sengaja dia kubur bersama dengan ketidaktahuanku.
“Ayo dong Rin, beri aku penjelasan ! “. Sekali lagi aku coba, mungkin ini kata-kataku yang terakhir kali. 
”Apa kamu bener –bener mencintai aku, Yan ?  ”.
”Mengapa  itu kamu tanyakan sekarang ?. Apa nggak cukup waktu 4 tahun aku disampingmu ?”
”Aku minta tolong , Yan !. Bila ini sebuah cinta, jauhi aku Yan,  Pergilah kamu sejauh mungkin dan jangan temui aku lagi. Ini permintaanku terakhir  ” . 
Tak terdengar lagi suara Arini bersamaan dengan  dirinya yang meninggalkan aku begitu saja di ruang tamu. Kini hanyalah tinggal aku  yang hanya bisa memandangi lantai ruang tamu yang berwarna hijau lumut.
Hanya sebuah kata  pamit yang sempat aku lontarkan  kepada Mama dan Papanya Arini, setelah itu akupun melangkah pergi,  sempat mungkin yang terakhir kali aku pandangi rumah Arini.  Masih terlihat Mama dan Papa Arini di beranda rumah dengan pandangan kosong, seakan ikut menyesal dengan sikap Arini.  Saat itu juga degup jantung ini menjadi  bertambah binal memburu hati yang kosong tak berisi bunga-bunga warna warni yang biasa aku berikan kepada Arini.
Seperti juga manusia lainnya yang belum mampu menundukan kehidupan ini,  akupun bergelut dengan peluh demi sebuah kehidupan.  Panas dan hujan tiada berbeda untuk kulit tubuh yang terlanjur legam. Inikah kehidupan yang dapat membahagiakan Arini ? . Kadang  dalam hatikupun lebih memilih perpisahan ini demi kebahagiaan Arini.
Sebuah percobaan dari yang  Maha Kuasa mungkin itulah yang harus aku terima. Kadang kita merasa bahwa percobaan hidup adalah suatu kekejaman, namun dibalik itu semua  tersimpan hikmah yang begitu agung, hanya kita saja yang belum mengetahui sesuatu yang serba misteri ini.Sang waktulah yang setia mendampingiku dalam peluh dan kekerasan hidup ini, hingga hari berganti bulan  dan datanglah waktu hampir satu tahun . Sudut hatku telah kosong .tiada lagi bunga  yang aku tanam untuk Arini.  Hingga datanglah surat dari Arini tentang sebuah kata maaf  yang dia tulis dari rumah sakit.
Ini bukan  cinta lagi yang akan aku berikan kepada Arini, bila toh dia membutuhkan aku lagi, karena hatiku telah mengeras. Yang ada dihatiku kini hanyalah  Arini sahabat yang aku kenal dari pertama kali masuk SMA.  Kini dia terbaring lunglai diranjang rumah sakit, dengan kerut wajah yang tidak seperti dulu lagi. Sorot matanya yang dulu selalu menyodorkan taman bunga warna warni, kini hanyalah tatapan kosong untuk  menerima kenyataan ini.
Sebuah kanker ganas telah menyerang lambungnya dan menjalar hingga organ lainnya. Telah berkali-kali di operasi. Menurut keterangan dokter dia bisa sembuh kalau menjalani operasi yang terakhir kali, namun  operasi  ini sangatlah membutuhkan ketegaran lahir dan batinnya. Oleh karena itu, opeasi kali ini menyangkut hidup dan matinya Arini.
” Yan, kau lihat sendiri inilah aku, Arini ” .  Mata yang kosong itu kini  hanya berisi air mata.
”Kamu tetap Arini, meskipun  apapun yang terjadi ”. Hati yang tadinya mengeras  melebihi batu karang,  kini luluh lantak tak  berdaya menghadapi tragedi yang hinggap di hidup Arini
”Maafin aku ya Yan, tentang perpisahan kemarin ”. Tangis itu tambah berderai memenuhi seluruh ruang rawat inapnya Arini.
Seraya lebih mendekatkan lagi wajah ini,  aku bisikan kata yang mungkin bisa membesarkan hatinya.
”Aku tidak pernah merasakan perpisahan denganmu,  kau tetap Ariniku ”
” Benar, Yan ”
” Sungguh ”
” Sungguh, aku tetap  dalam penantian selama ini ”
” Tapi keadaanku begini, Yan ”
”Tapi, kau tetap Arini ”
” Ah...Betapa kejamnya aku, telah meminta perpisahan ini, Yan.   Aku  salah menilai Mas Daniel yang kala itu menjanjikan kehidupan bahagia, namun disaat seperti ini dia telah meninggalkan aku.  Maafin aku ,  ya.... Yan ! ”
” Arini ! ,  selama kita masih disebut manusia,   kita  tentunya masih bisa berbuat salah ”
”Doain aku ya Yan,  Nanti sore aku operasi.  Yan !,   aku minta kau  menungguiku ”
” Tentu Rin, sekarang beristirahatlah ”
Waktu menunjukan tepat jam 5 sore,  tim dokter  sudah berada di ruangan operasi untuk menyiapkan operasi besar. Sepanjang perjalanan menuju kamar operasi  tangan Arini tidak lepas dari genggamanku. Sebuah doa aku panjatjan kepada Tuhan yang Kuasa , agar aku tidak lagi kehilangan  sebilah cinta untuk yang kedua kali.
”Yan,   jangan tinggalkan aku ?  ” Sebuah pesan terahir dari Arni ketika menghadapi hidup dan mati.
” Tentu, Rin, aku akan tetap menunggumu.  Percayalah, kita akan  bersama lagi ”.
Aku hanya berjalan mondar-mandir untuk menutup rasa gelisahku hingga dua jam sudah operasi berlangsung.  Aku terperanjat kaget ketika tim dokter telah meninggalkan ruangan  pertanda bahwa operasi berlangsung.  Seketka itu juga aku mengejar mereka untuk menanyakan Arini.
Dengan senyum  yang terurai lepas. Tim dokter mengabarkan Arini bisa diselamatkan hanya menunggu pemulihan saja. Selama hampir satu tahun  langit yang bergulung awan kelabu, kini berganti warna dengan awan jingga. Arini engkau akan bersama ku lagi. Oh Tuhan tewrimakasih Engkau telam mengembalikan cintaku lagi di saat  jalan panjang  hidupku hampir  tak berujung