Cerpen Remaja Effi Nurtanti
Harum mewangi
bagaikan mawar merah yang tumbuh di pekarangan rumah, berkelopak hijau dengan
keanggunanya bila ditiup angin pagi. Seberapa banyak kumbang yang berkaki tajam
dan mata jalang, leher beruntai bulu warna warni dan sayapnya yang menebarkan
rayuan gaul, mirip eksotisnya Smash kala di panggung hiburan. Namun kembang
mawar, tetaplah melekat kokoh di kelopaknya.Bermandi derai kuning sinar
mentari, menambah segar dan ayu wajahnya. Inilah Restu, “The Ice Girl” demikian
teman gaulnya memberinya nama keren.
“Emangnya
berapa lama lagi kamu tetap berwajah dingin, kaya Nada yang ketemu Mas Najib
aja di Rock and Roll itu”, habis istirahat pertama teman teman gaulnya berani
request sebuah pertanyaan, pada “The Ice Girl “ yang bersahaja itu.
“Aku harus
bagaimana, orang dari kecil emang karakterku kaya gini” tanpa membanting sorot
mata pada Irena yang nanya, Ice hanya angkuh saja memberi jawaban.
“Kamu memang
udik !, Ice !! apa kamu nggak ngerti. Tuh Rush pelajar ca’em dan teladan lagi
nguber kamu. Kamu kok malah gacir”
“Aku harus
bagaimana to Ir, aku ya aku. Yang penting aku nggak nyakiti dia. Ya, siapa saja
memang bisa berteman dengan aku”
“Ah, kamu sok
nggak tahu aja, Ice!. Lain lho kalau kamu perhatikan betapa sayangnya Rush pada
kamu. Minggu kemarin kamu dikasih kunci-kunci soal Try Out kan ?. Coba kamu
pikir, nggak sembarangan Rush ngasih seperi itu sama orang lain”
“Kan sudah aku
sampaikan terimakasih aku pada dia”
“Kalau aku
jadi kamu, Ice ?. Bawa dia jalan jalan ke mana aja, ke Mall apa mejeng ke mana.
He Ice, dia cowok ganteng berduit lho !. Banyak temen kita yang naksir dia,
contohnya…...!!!”
“Kamu juga kan
Irene ?” potong Ice Girls pada Irene, yang belum sempat merampungkan sepotong
kalimatnya.
“Jadi kamu
nggak naksir dia, Ice ?”
“Aku, biasa
aja. Kemarin di ngajak aku lihat Karnaval Smart, tapi aku malas Ir !. Aku harus
Bantu ibuku di warung. Lagian siapa yang mbantu adik adiku ?”jawab Ice dengan
wajah yang sahaja , bagaikan “Sang Cleopatra” yang duduk di singasananya.
“Lantas,
kemana bapak kamu ?, eh maaf ini privasi ya Ice?”
“Oh..nggak apa
apa, bapaku kan jadi TKI di Yaman dan entah sudah 6 bulan ini dia nggak ngasih
kabar apalagi kirim wesel. Jadi ibu kalang kabut nyari duit dan aku harus mbantuin.
Itulah Irene !, aku belum berani seperti kamu, aku kasihan sama ibuku”
“Ya..udahlah
Ice, kamu bersabar aja, dan tetap optimis. Sorry yak klo aku sok tahu
privasimu. Tapi betul lho Ice , banyak cowok yang naksir kamu. Baik baik aja
sama mereka ya Ice !” pinta Irena.
“Ya, saat ini
aku memang lagi nggak doyan senyum Ir, jangankan sekarang aku lagi bingung,
dulu dulu aja aku nggak suka senyum, memang karakterku kaya gini”. Tatapan mata
Ice Girls alias restu begitu polosnya, sehingga Irene pun tahu kalau cewek
bidadari yang kadang kelihatan kampungan itu memang bicara apa adanya. Pertanda
emang Restu belum mau menerima kehadiran siapapun. Tapi apa bener ya!, demikian
bisik hati Irene.
2
Mengapa kadang
kadang Ice Girls suka ngobrol dengan Gagah, dimanapun saat sekolah
sedang nggak ada pelajaran, apa cowok yang udik itu telah berhasil merobohkan
hati Ice Girls, yang isi hatinya hanya dipenuhi gleiser atau gunung es
yang bukan main dinginnya. Atau memang
piawainya gagah, atau memang apa?. Irene yang sok usil itu tak henti hentinya
penasaran terhadap gadis ayu itu.
Yang jelas
Irene menjadi takut dan cemburu, bila Rush sukses membawa gunung es itu terbang
ke langit dengan sayap sayap Rush, yang penuh pesona.Ah, tapi mana mungkin Rush
yang bokapnya eksportir itu mau dengan Ice Girls, yang keluarganya aja membuat
cewek itu menjadi cuek dan tanpa glamour. Ah beruntungnya kamu Restu, yang
punya wajah kaya Lady Dy, dan badan lho yang semampai dibungkus kulit yang
putih bersih.
***
“Irene
!”,
“Apa’an
Ice “
“Bel
masuk, kamu nglamun ya ?” Tanya Ice
“Ah..he..nggak
kok, Cuma hari ini aku agak sluntruk” seru Irene dengan nada gagap, seakan
melihat hantu di kantin sekolah.
“Kamu,
kan yang naksir Rush ?terbuka aja sama aku Ir, aku nggak pantes deh enjoy sama
cowok gedongan macam Rush. Kamu nggak usah takut , aku nggak marah kok ?” kata kata Ice begitu
lembutnya, lantaran dia tidak ingin cewek dekatnya yang anak gaul dan super
kaya itu jad sakit hati, lantaran dia menggapai cinta Rush.
“Jujur
saja Ice, kamu nggak naksir sama Rush, kan ?” Tanya Irene sembari berjalan
menuju kelas mereka.
“Aduh
Irene, kita kan berteman sejak SMP, kapan kamu tahu aku bo’ong. Apalagi kalau
masalah do’i. Aku seneng lho Ir, klo kamu juga enjoy sama Rush!”
“Bantu
aku ya Ir, aku ngebet sama.Rush. Eh…dia
malah ngebet sama kamu, aku tidak ingin Rush jatuh ke tangan cewek lainnya “
“Nggak
usah la yao, nanti kamu cemburu “ Ice segera menyiapkan buku Bahasa Ingrisnya.
Karena Pak Johan yang kaya Arjuna itu sudah berdiri di depan mereka.
“Ice,
kamu mau jadi pacarnya Pak Johan, ganteng lho Ice !”
“Ngaco
kamu ?”
“Tapi
Ice, kalau aku perhatikan Pak Johan juga ganteng Ice !. Banyak lho temen temen
yang naksir dia, tapi semuanya takut dekat sama “guru yang kaya Roy Marten itu”.
Tapi kayanya dia naksir kamu juga Ice ?. Pernah main ke rumahmu, Ice ?’ Mulut
Irene yang bawel itu masih saja meluncurkan oongan yang ceplas ceplos, meski
Pak Johan sudah mulai mengajar mereka.
Sementara itu bidadari
bidadari kelas XII, belum siap banget
memasang telinga mereka untuk belajar Bahasa Inggris. Bahkan sebagian dari
mereka malah asyik ngrumpi membincangkan penampilan Sang Roy Marten yang
mengenakan kemeja bergaris merah biru dengan lengan panjang. Tapi masih saja
guru ganteng itu memasang wajah yang angker, meski kadang kadang melempar
pendangan ke arah Ice Girl.
Wajah Guru
Arjuna itu menjadi merah padam kala anak anak bengal itu masih saja ribut.
Sementara itu Irene segera melayang terbang ke angan, bertemu dengan Rush yang
membawakan lagu lagu cinta, seperti Sharu Khan yang sedang merayu cewek
pujaannya itu. Sebentar sebentar dia jatuh di pelukan Rush dan sebentar
sebentar pula bibir yang membarakan De’Amour itu saling bertemu.
Ice tetap saja
belum mampu bersikap setegar karang di lautan, bapaknya yang berkorban segalanya untuk ibu,
dia dan adik adiknya belum terdengar kabarnya. Apalagi bila dia ingat nasib yang banting tulang menjual nasi pecel di
depan rumah, serta manja adik adiknya yang merindukan kepulangan bapaknya. Ah,
mengapa aku tidak seperti Irene. Angela, Ririn dan cewek lainnya yang begitu
happy. Ah mana mungkin aku bisa menghias senyuman pada mereka, cowok yang
memburuku. Meski aku tahu, Rush, Gagah, Pak Johan dan lainnya berusaha
mendekatiku, tapi aku sendiri tidak tahu di mana aku simpan sebongkah hati ini.
3
Sayup sayup
dan semakin keras, mereka berdua mendengar nama mereka dipanggil Pak Johan,
sehingga mereka kembali lagi ke kelas mereka setelah mereka berkelana dari
sudut ke sudut lamunan mereka.
“Sekarang
saja kau Irene dan Restu !. Cepat keluar. Kamu berdua menghadap BP. Pak Guru
tidak mau mengajar kalian yang kerjaanya hanya melamun. Curhatlah kamu pada BP
sepuas puas kamu. Kelas bukan tempat untuk melamun, cepat
kamu berdua ke luar kelas “
“Maaf
Pak !, tapi apa salah kami berdua ?’ Irene yang punya karakter suka konyol
menjadi uring-uringan, megapa dia berdua diusir dari kelas, padahal dari awal mereka berdua tidak membuat gaduh.
“Pokoknya
bapak minta kamu berdua menghadap BP, disana nanti akan dijelaskan salah kamu
itu apa “
Meski
hati Irena masih menyimpan rasa dongkol, kini dia dan Ice ngeloyor ke ruang BP
untuk ketemu Bu Shanti yang dikenal siswa sebagai guru BP yang bijak dan
lembut. Pada guru yang cantik dn anggun inilah dia sering curhat, dan dari Bu
Shanti inilah Ice Girls tahu bahwa Pak Johan sangat menaruh hati denganya, bila
Ice lulus dari SMA kelak Pak Johan betul betul berniat untuk menikahi gadis
Gunung Es ini. Ice hanya memberikan jawaban dengan sebuah senyuman yang tipis,
yang sulit untuk diartikan oleh
Bu Shanti. Bu Sahntipun tahu
senyuman inilah yang menjadi cirri khusus Ice Girls, tapi terbukti banyak
merobohkan hati pria.
***
“Siang
Bu Shanti !, aku disuruh Pak Johan menghadap Ibu, padahal kami belum tahu apa
salah kami “
“Begini,
ya Irene, kalian berdua sudah dikenal semua guru, kalau di kelas suka ngelamun,
kadang ngomog sendiri, kadang tidur. Dan tadi Pak Johanpun lapor dengan Bu
Shanti. Kalau kalian suka ngaco di kelas, tahu salah kalian ?”
“Tapi
kalau ngelamun, apa nggak boleh Bu ?” Tanya Irena dengan pipi masih kemerahan
lantaran masih menyimpan seribu kedongkolan.
“Siapa
yang melarang ?. Melamun, adalah hak kamu ?. Tapi kami semua khawatir, mengapa
kamu semua melamun. Lebih baik masalah yang ada disharingkan dengan guru, jadi
kami bisa memberikan way out-nya.
Cobalah Irene, sharing denga Bu Shanti,ada masalah apa ?”. Bu Shanti dengan
lembutnya membimbing Irene, cewek kaya yang kolokan itu, yang mudah uring
uringan dan sering membuat marah guru guru.
“Ah,
nggak kok Bu, Cuma masalah anak anak saja kok Bu !”
“Bener
?”
“Bener,
Bu ?”
“Baiklah,
kamu bisa ke kelas sekarang. Hanya Restu bisa tinggal sebentar?’
Restu
atau “The Ice Girl” hanya mengangguk
kecil, dan kini Bu Shanti sudah duduk disebelah Ice dengan sorot mata dan
senyuman yang lembut.
“Restu
?, kalau Irene hanya masalah anak anak remaja saja. Tapi kalau masalah kamu,
memang banyak menarik perhatian guru guru. Kamu dikenal oleh guru sebagai siswa
yang baik dan santun, semua masalah yang kamu alami, bukan salah siapa siapa,
tapi keadaan memang harus seperti itu. Belajar keras agar kamu lulus dulu,
setidak tidaknya kamu sudah sedikit mengatasi masalahmu “
“Baik,
Bu ?”
“Tentang
masalah keluargamu, jangan kamu berpikir terlalu serius !”
“Maaf,
Bu !, tapi aku nggak bisa Bu !. Bapak entah nasibnya bagaimana, Ibu terlalu keras
membanting tulang. Sedangkan adik adiku sering menanyakan bapak. Kalu dulu
bapak bisa kontak lewat Hp dengan Burhan dan Ikhsan yang masih kecil. Tapi
sekarang, ah entah, Bu ?”
“Restu
?, masalah bapak kamu Ibu yakin, nanti juga akan ngirim kabar. Kamu kan tahu
keadaan di Yaman sedang kacau, mungkin karena hanya gangguan komunikasi saja.
Sedangkan masalah lainnya, adalah masalah yang biasa terjadi dalam kehidupan
ini,
4
Selama manusia masih berniat
untuk memperbaiki nasibya, Tuhanpun akan memberikan jalan.”
“Terimakasih,
nasehatnya Bu ?”
“Restu
!, seperti yang Ibu katakana dulu. Pak Johan mengerti semua dengan keadaanmu,
dan diapun tidak main main dengan niatnya. Dia sudah cerita sama Ibu, diapun
berniat menyekolahkan kamu sampai perguruan tinggi. Bu Shanti perhatikan, kamu
jauh lebih dewasa dengan gadia lain yang seusiamu, mungkin karena kamu sudah
terbiasa dengan masalah dalam kehidupan ini. Maka cobalah kau mengerti, kalau kamu belum siap
dengan ini semua, setidak tidaknya kamupun bisa mempertimbangkan masalah ini.
Jelas sampai kanapanpun Pak Johan akan menunggumu, hingga kamu siap, Restu !,
jangan sakit hati ya !”
“Ah,
nggak Bu, Restu belum bisa menjawab Bu, entahlah…?”
“Sekarang
kembalilah ke kelas !”
The
Ice Girls belum mengerti betul, bagaimana dia harus bersikap dalam menghadapi
ini semua. Dari balik awan, dia tahu,
wajah Pak Johan mengintip dengan kumis tipis melintang, sekali sekali diapun
menatap wajah itu di balik cakrawala dan wajah itupun tersenyum manis. Diapun
tidak tahu mengapa dia kini menyambut senyuman itu. Apakah Gunung Es di hatinya
telah mulai mencair, diapun tidak tahu.
***