Jumat, 04 Mei 2012

Senyum Sang Gunung Es


Cerpen Remaja Effi Nurtanti

Harum mewangi bagaikan mawar merah yang tumbuh di pekarangan rumah, berkelopak hijau dengan keanggunanya bila ditiup angin pagi. Seberapa banyak kumbang yang berkaki tajam dan mata jalang, leher beruntai bulu warna warni dan sayapnya yang menebarkan rayuan gaul, mirip eksotisnya Smash kala di panggung hiburan. Namun kembang mawar, tetaplah melekat kokoh di kelopaknya.Bermandi derai kuning sinar mentari, menambah segar dan ayu wajahnya. Inilah Restu, “The Ice Girl” demikian teman gaulnya memberinya nama keren.

“Emangnya berapa lama lagi kamu tetap berwajah dingin, kaya Nada yang ketemu Mas Najib aja di Rock and Roll itu”, habis istirahat pertama teman teman gaulnya berani request sebuah pertanyaan, pada “The Ice Girl “ yang bersahaja itu.

“Aku harus bagaimana, orang dari kecil emang karakterku kaya gini” tanpa membanting sorot mata pada Irena yang nanya, Ice hanya angkuh saja memberi jawaban.

“Kamu memang udik !, Ice !! apa kamu nggak ngerti. Tuh Rush pelajar ca’em dan teladan lagi nguber kamu. Kamu kok malah gacir”

“Aku harus bagaimana to Ir, aku ya aku. Yang penting aku nggak nyakiti dia. Ya, siapa saja memang bisa berteman dengan aku”

“Ah, kamu sok nggak tahu aja, Ice!. Lain lho kalau kamu perhatikan betapa sayangnya Rush pada kamu. Minggu kemarin kamu dikasih kunci-kunci soal Try Out kan ?. Coba kamu pikir, nggak sembarangan Rush ngasih seperi itu sama orang lain”

“Kan sudah aku sampaikan terimakasih aku pada dia”

“Kalau aku jadi kamu, Ice ?. Bawa dia jalan jalan ke mana aja, ke Mall apa mejeng ke mana. He Ice, dia cowok ganteng berduit lho !. Banyak temen kita yang naksir dia, contohnya…...!!!”

“Kamu juga kan Irene ?” potong Ice Girls pada Irene, yang belum sempat merampungkan sepotong kalimatnya.

“Jadi kamu nggak naksir dia, Ice ?”

“Aku, biasa aja. Kemarin di ngajak aku lihat Karnaval Smart, tapi aku malas Ir !. Aku harus Bantu ibuku di warung. Lagian siapa yang mbantu adik adiku ?”jawab Ice dengan wajah yang sahaja , bagaikan “Sang Cleopatra” yang duduk di singasananya.

“Lantas, kemana bapak kamu ?, eh maaf ini privasi ya Ice?”

“Oh..nggak apa apa, bapaku kan jadi TKI di Yaman dan entah sudah 6 bulan ini dia nggak ngasih kabar apalagi kirim wesel. Jadi ibu kalang kabut nyari duit dan aku harus mbantuin. Itulah Irene !, aku belum berani seperti kamu, aku kasihan sama ibuku”

“Ya..udahlah Ice, kamu bersabar aja, dan tetap optimis. Sorry yak klo aku sok tahu privasimu. Tapi betul lho Ice , banyak cowok yang naksir kamu. Baik baik aja sama mereka ya Ice !” pinta Irena.

“Ya, saat ini aku memang lagi nggak doyan senyum Ir, jangankan sekarang aku lagi bingung, dulu dulu aja aku nggak suka senyum, memang karakterku kaya gini”. Tatapan mata Ice Girls alias restu begitu polosnya, sehingga Irene pun tahu kalau cewek bidadari yang kadang kelihatan kampungan itu memang bicara apa adanya. Pertanda emang Restu belum mau menerima kehadiran siapapun. Tapi apa bener ya!, demikian bisik hati Irene.


2

Mengapa kadang kadang Ice Girls suka ngobrol dengan Gagah, dimanapun saat sekolah sedang nggak ada pelajaran, apa cowok yang udik itu telah berhasil merobohkan hati Ice Girls, yang isi hatinya hanya dipenuhi gleiser atau gunung es yang bukan main  dinginnya. Atau memang piawainya gagah, atau memang apa?. Irene yang sok usil itu tak henti hentinya penasaran terhadap gadis ayu itu.

Yang jelas Irene menjadi takut dan cemburu, bila Rush sukses membawa gunung es itu terbang ke langit dengan sayap sayap Rush, yang penuh pesona.Ah, tapi mana mungkin Rush yang bokapnya eksportir itu mau dengan Ice Girls, yang keluarganya aja membuat cewek itu menjadi cuek dan tanpa glamour. Ah beruntungnya kamu Restu, yang punya wajah kaya Lady Dy, dan badan lho yang semampai dibungkus kulit yang putih bersih.

***
            “Irene !”,
            “Apa’an Ice “
            “Bel masuk, kamu nglamun ya ?”  Tanya Ice
            “Ah..he..nggak kok, Cuma hari ini aku agak sluntruk” seru Irene dengan nada gagap, seakan melihat hantu di kantin sekolah.
            “Kamu, kan yang naksir Rush ?terbuka aja sama aku Ir, aku nggak pantes deh enjoy sama cowok gedongan macam Rush. Kamu nggak usah takut ,  aku nggak marah kok ?” kata kata Ice begitu lembutnya, lantaran dia tidak ingin cewek dekatnya yang anak gaul dan super kaya itu jad sakit hati, lantaran dia menggapai cinta Rush.
            “Jujur saja Ice, kamu nggak naksir sama Rush, kan ?” Tanya Irene sembari berjalan menuju kelas mereka.
            “Aduh Irene, kita kan berteman sejak SMP, kapan kamu tahu aku bo’ong. Apalagi kalau masalah do’i. Aku seneng lho Ir, klo kamu juga enjoy sama Rush!”
            “Bantu aku ya Ir,  aku ngebet sama.Rush. Eh…dia malah ngebet sama kamu, aku tidak ingin Rush jatuh ke tangan cewek lainnya “
            “Nggak usah la yao, nanti kamu cemburu “ Ice segera menyiapkan buku Bahasa Ingrisnya. Karena Pak Johan yang kaya Arjuna itu sudah berdiri di depan mereka.
            “Ice, kamu mau jadi pacarnya Pak Johan, ganteng lho Ice !”
            “Ngaco kamu ?”
            “Tapi Ice, kalau aku perhatikan Pak Johan juga ganteng Ice !. Banyak lho temen temen yang naksir dia, tapi semuanya takut dekat sama “guru yang kaya Roy Marten itu”. Tapi kayanya dia naksir kamu juga Ice ?. Pernah main ke rumahmu, Ice ?’ Mulut Irene yang bawel itu masih saja meluncurkan oongan yang ceplas ceplos, meski Pak Johan sudah mulai mengajar mereka.
Sementara itu bidadari bidadari kelas XII,  belum siap banget memasang telinga mereka untuk belajar Bahasa Inggris. Bahkan sebagian dari mereka malah asyik ngrumpi membincangkan penampilan Sang Roy Marten yang mengenakan kemeja bergaris merah biru dengan lengan panjang. Tapi masih saja guru ganteng itu memasang wajah yang angker, meski kadang kadang melempar pendangan ke arah Ice Girl.

Wajah Guru Arjuna itu menjadi merah padam kala anak anak bengal itu masih saja ribut. Sementara itu Irene segera melayang terbang ke angan, bertemu dengan Rush yang membawakan lagu lagu cinta, seperti Sharu Khan yang sedang merayu cewek pujaannya itu. Sebentar sebentar dia jatuh di pelukan Rush dan sebentar sebentar pula bibir yang membarakan De’Amour itu saling bertemu.

Ice tetap saja belum mampu bersikap setegar karang di lautan,  bapaknya yang berkorban segalanya untuk ibu, dia dan adik adiknya belum terdengar kabarnya. Apalagi bila dia ingat nasib  yang banting tulang menjual nasi pecel di depan rumah, serta manja adik adiknya yang merindukan kepulangan bapaknya. Ah, mengapa aku tidak seperti Irene. Angela, Ririn dan cewek lainnya yang begitu happy. Ah mana mungkin aku bisa menghias senyuman pada mereka, cowok yang memburuku. Meski aku tahu, Rush, Gagah, Pak Johan dan lainnya berusaha mendekatiku, tapi aku sendiri tidak tahu di mana aku simpan sebongkah hati ini.


3
Sayup sayup dan semakin keras, mereka berdua mendengar nama mereka dipanggil Pak Johan, sehingga mereka kembali lagi ke kelas mereka setelah mereka berkelana dari sudut ke sudut lamunan mereka.

            “Sekarang saja kau Irene dan Restu !. Cepat keluar. Kamu berdua menghadap BP. Pak Guru tidak mau mengajar kalian yang kerjaanya hanya melamun. Curhatlah kamu pada BP sepuas puas kamu. Kelas bukan tempat untuk melamun,   cepat kamu berdua ke luar kelas “

            “Maaf Pak !, tapi apa salah kami berdua ?’ Irene yang punya karakter suka konyol menjadi uring-uringan, megapa dia berdua diusir dari kelas, padahal dari  awal mereka berdua tidak membuat gaduh.
            “Pokoknya bapak minta kamu berdua menghadap BP, disana nanti akan dijelaskan salah kamu itu apa “

            Meski hati Irena masih menyimpan rasa dongkol, kini dia dan Ice ngeloyor ke ruang BP untuk ketemu Bu Shanti yang dikenal siswa sebagai guru BP yang bijak dan lembut. Pada guru yang cantik dn anggun inilah dia sering curhat, dan dari Bu Shanti inilah Ice Girls tahu bahwa Pak Johan sangat menaruh hati denganya, bila Ice lulus dari SMA kelak Pak Johan betul betul berniat untuk menikahi gadis Gunung Es ini. Ice hanya memberikan jawaban dengan sebuah senyuman yang tipis, yang sulit untuk diartikan oleh
Bu Shanti. Bu Sahntipun tahu senyuman inilah yang menjadi cirri khusus Ice Girls, tapi terbukti banyak merobohkan hati pria.
***

            “Siang Bu Shanti !, aku disuruh Pak Johan menghadap Ibu, padahal kami belum tahu apa salah kami “
            “Begini, ya Irene, kalian berdua sudah dikenal semua guru, kalau di kelas suka ngelamun, kadang ngomog sendiri, kadang tidur. Dan tadi Pak Johanpun lapor dengan Bu Shanti. Kalau kalian suka ngaco di kelas, tahu salah kalian ?”

            “Tapi kalau ngelamun, apa nggak boleh Bu ?” Tanya Irena dengan pipi masih kemerahan lantaran masih menyimpan seribu kedongkolan.
            “Siapa yang melarang ?. Melamun, adalah hak kamu ?. Tapi kami semua khawatir, mengapa kamu semua melamun. Lebih baik masalah yang ada disharingkan dengan guru, jadi kami bisa memberikan way out-nya. Cobalah Irene, sharing denga Bu Shanti,ada masalah apa ?”. Bu Shanti dengan lembutnya membimbing Irene, cewek kaya yang kolokan itu, yang mudah uring uringan dan sering membuat marah guru guru.

            “Ah, nggak kok Bu, Cuma masalah anak anak saja kok Bu !”
            “Bener ?”
            “Bener, Bu ?”
            “Baiklah, kamu bisa ke kelas sekarang. Hanya Restu bisa tinggal sebentar?’
           
            Restu atau  “The Ice Girl” hanya mengangguk kecil, dan kini Bu Shanti sudah duduk disebelah Ice dengan sorot mata dan senyuman yang lembut.
            “Restu ?, kalau Irene hanya masalah anak anak remaja saja. Tapi kalau masalah kamu, memang banyak menarik perhatian guru guru. Kamu dikenal oleh guru sebagai siswa yang baik dan santun, semua masalah yang kamu alami, bukan salah siapa siapa, tapi keadaan memang harus seperti itu. Belajar keras agar kamu lulus dulu, setidak tidaknya kamu sudah sedikit mengatasi masalahmu “
            “Baik, Bu ?”
            “Tentang masalah keluargamu, jangan kamu berpikir terlalu serius !”
            “Maaf, Bu !, tapi aku nggak bisa Bu !. Bapak entah nasibnya bagaimana, Ibu terlalu keras membanting tulang. Sedangkan adik adiku sering menanyakan bapak. Kalu dulu bapak bisa kontak lewat Hp dengan Burhan dan Ikhsan yang masih kecil. Tapi sekarang, ah entah, Bu ?”

            “Restu ?, masalah bapak kamu Ibu yakin, nanti juga akan ngirim kabar. Kamu kan tahu keadaan di Yaman sedang kacau, mungkin karena hanya gangguan komunikasi saja. Sedangkan masalah lainnya, adalah masalah yang biasa terjadi dalam kehidupan ini,
4
Selama manusia masih berniat untuk memperbaiki nasibya, Tuhanpun akan memberikan jalan.”

            “Terimakasih, nasehatnya Bu ?”
            “Restu !, seperti yang Ibu katakana dulu. Pak Johan mengerti semua dengan keadaanmu, dan diapun tidak main main dengan niatnya. Dia sudah cerita sama Ibu, diapun berniat menyekolahkan kamu sampai perguruan tinggi. Bu Shanti perhatikan, kamu jauh lebih dewasa dengan gadia lain yang seusiamu, mungkin karena kamu sudah terbiasa dengan masalah dalam kehidupan ini. Maka  cobalah kau mengerti, kalau kamu belum siap dengan ini semua, setidak tidaknya kamupun bisa mempertimbangkan masalah ini. Jelas sampai kanapanpun Pak Johan akan menunggumu, hingga kamu siap, Restu !, jangan sakit hati ya !”
            “Ah, nggak Bu, Restu belum bisa menjawab Bu, entahlah…?”
            “Sekarang kembalilah ke kelas !”

            The Ice Girls belum mengerti betul, bagaimana dia harus bersikap dalam menghadapi ini semua. Dari balik awan,  dia tahu, wajah Pak Johan mengintip dengan kumis tipis melintang, sekali sekali diapun menatap wajah itu di balik cakrawala dan wajah itupun tersenyum manis. Diapun tidak tahu mengapa dia kini menyambut senyuman itu. Apakah Gunung Es di hatinya telah mulai mencair, diapun tidak tahu.
           
***

Sebuah Janji dari Anita


Cerpen Remaja Effi Nurtanti

Anita si cewek cantik jelita,  saat itu memucat wajahnya, apalagi setelah melihat Bu Anggun melipat wajahnya, yang kini duduk di depanya terbujur dingin. Anita tidak tahu lagi apa yang akan terjadi, bila Bu Guru Anggun yang hitam manis itu tanpa sedikitpun berhias senyum indah seperti biasanya. Hari ini memang bagi Anita kegiatan belajar sedari pagi tadi kelihatan hambar, setelah Bu Anggun sendiri yang menyuruhnya menghadap seusai sekolah berakhir.
“Anita duduklah !, langsung saja to the point tentang  sesuatu yang ingin ibu sampaikan. Anita jawablah ?. Ini ibu yang jadul, nggak tahu “playing love”nya anak muda atau kamu yang harus menuruti nasehat ibu “. Sesuatu yang dibayangkan sebelumnya oleh Anita kini memang menjadi realita, setelah Bu Anggun mencoba menelisik privasinya.  “Mengapa kedekatan aku dan Ryan mengusik hatinya ?, apakah bu guru yang cantik itu cemburu denga aku yang lagi enjoy ?. huuuh, aku cuekin aja. Mama papaku saja tidak melarang aku dekat dengan Ryan , apa urusanya dia marah sama aku “ bisik hati Anita kini menggayuti beranda hatinya.
“Anita, mengapa diam ?.
“Anita tidak mengerti apa yang ibu maksud ?”
“Kamu mau belajar ?, apa mau terus-terusan main dan bolos sekolah !”
“Anita mau sekolah, Anita kemarin-kemarin ijin bu ?. Papa sendiri yang buatkan surat ijin “
“Oh, ya !, betul papamu yang nulis ijin ?. Bukanya Ryan yang nulis surat ini!. Anita akulah mamamu, akulah papamu di sini. Sejak kapan kamu pandai berdusta “
“Tapi, bu…..!”
“OK !!!, Anita seribu alasan pasti akan kamu ajukan ke ibu ?. Karena ibu tahu saat saat seperti kamulah semua akan terasa kecil, resiko apapun akan kamu abaikan. Anita !, ibu harapkan kamu sudah mampu membedakan siapa yang tulus memperhatikan kamu dan tidak. Bu guru sama sekali tidak melarang kamu untuk berpacaran, selama itu menjadi penyemangat untukmu “
“Tapi Ryan hanya teman Anita, tidak lebih dari itu !”. Anita masih menyerpihkan seberkas alasan kepada guru yang selama ini menjadi guru pujaan baginya.
“Inilah yang ibu khawatirkan, Anita !. Kamu tahu maksud ibu ?”
“Tidak bu !”
Anita sekarang tidak lebih dari anak ingusan yang tidak berkutik sama sekali di depan wali kelasnya.  Meski selaksa untaian kata telah dia persiapkan sebelum bertemu Bu
2
Anggun. Namun sentuhan halus guru yang piawai itu telah membuat tenggorokanya terseumbat. Lantas bagaimana nantinya aku akan enjoy dengan Ryan, bila aku tak mampu menghadapi guru ini. Tapi bukankah selama ini Bu Anggunlah yang membimbing aku segalanya ?, berkat sentuhan halus darinya, aku mampu terus-terusan mendapat rangking di sekolah ini.
“Anita ? hargailah ibu jangan kamu diam seribu bahasa. Bu guru tidak pernah berniat menjerumuskan kamu. Meski hati kamu sekarang sedang tidak di hadapan ibu lagi “

“Bu Anggun tidak perlu khawatir pada Anita, Anita sudah dewasa bu !”
“Dewasa ?,  mana Anita yang dewasa !. Persahabatan biasa tidak mungkin membawamu menjadi siswa yang sering ke cafe pada jam sekolah, tidak mungkin menjadikanmu siswa yang malas belajar. Tapi persahabatan itu tidak lebih dari simpatik kamu yang gelap mata pada cowok ganteng seperti Ryan. Inikah yang disebut dewasa ?”
“Anita tidak pernah ke café, bu ?”
“Inilah yang sekali lagi  membuat aku kecewa. Anita ?”
“Sungguh, bu !”
“Demi Ryan kamu berbohong pada ibu ?”
“Tapi Anita sudah gede, bu !”
“Anita !, bu guru tidak pernah menelisik kamu pacaran sama Ryan apa tidak ?. Karena kamu sudah gede seperti katamu. Tapi yang ibu harapkan, kehadiran Ryan dihatimu justru menambah spirit kamu untuk meraih prestasi. Bukan malah menjadi cewek badung seperti sekarang ini“
Seberkas titik air kini mulai membasahi kelopak mata Anita, yang sebenarnya tahu persis bahwa selama ini dia di depan guru sekaligus figur penyejuknya itu dia berbohong. Mengapa Bu Anggun selama ini tahu persis tentang dirinya dan Ryan.
“Anita sayang ?, Bu Anggun sudah sering kali menjumpai kasus seperti ini. Tapi Bu Anggun tidak pernah melarang siapa saja untuk pacaran. Bu Anggunpun pernah muda dan pernah juga bepacaran. Tapi yang ibu selalu hindari adalah perasaan yang lebai, yang hanyut dengan romantisma picisan, yang justru akan menenggelamkan kamu ke dalam lumpur yang dalam. Itulah yang bisa ibu berikan pada kamu, Anita !”
Goresan goresan kecil yang ada di libuk hati Anita, yang semula menimbulkan kegalauan kini mulai tertepis karena sentuhan nalar Anita. Hatinya semula terpingit oleh Ryan yang tampil seperti actor Tom Cruise, dengan janji janji wangi bunga yang tumbuh di taman hatinya. Namun bukan berarti dia harus menghempaskan Ryan yang mencuri
3
separo hatinya. Tapi justru dia harus mampu menyejukan cowok badung itu yang melekang diterpa eksotis jaman.
“Sudahlah, Anita !, maafin ibu ya !. Semua yang ibu katakan sama kamu semata semata permintaan mama kamu yang sayang sama kamu. Selebihnya terserah kamu saja “
“Maafin ya bu, Anita tadi berbohong !”
“Sudahlah, Bu Anggun tidak menyalahkan kamu. Asal kamu mau berjanji pada ibu “
“Janji apa Bu ?”
“Anita !, jangan kamu yang tersihir rayuan Ryan. Tapi justru kamulah yang harus mampu membuat Ryan menjadi anak baik. Perlu kamu ketahui, Anita !. Apabila Ryan masih sering membolos, maka terpaksa sekolah akan mengeluarkan dia dan ibu harap kamulah sang dewi penolong bagi Ryan, sanggup ?”
Anita hanya mengganggukan kepala dan segera berlalu.
Mata yang berkaca kini mulai menampakan menggambar hati insane remaja itu, pertanda di hatinya mulai tumbuh semi yang bakal mengokohkan hatinya demi Ryan, demi cintanya, demi maminya dan Bu Anggun serta demi segalanya.
***
Sebuah sedan biru sendu metalik  kini menderukan mesinya menggilas genangan air di jalan aspal sisa hujan semalam. Mobil keluar meninggalkan halaman sekolah di tengah hari dan mobil itu seakan sedang berbagi rasa dengan seseorang yang duduk di belakang kemudinya, untuk sebuah niatan tulus demi Sang Dewi Amour. Sementara terlihat cewek remaja itu sibuk merogoh kantong bajunya untuk mendapatkan Hpnya yang berdering lembut.
“Anita !, aku mau jumpa kamu sebentar saja. Tadi ngapain kami dipanggil Bu Anggun “
“Ah..nanti saja kita jumpa, aku capek, aku mau jumpa mamiku dulu, besok besok saja kita ketemu !”
“Anita, nanti dulu..”
“Dah Yan, bye bye…klik”. Anita segera mematikan Hpnya dan menaruhnya di Dashboard mobilnya.Sementara dari HiFi stereo mobilnya bergema lagu jadul Elvis Presley “Are You Lonesome To Night “. Anita kini tertikam udara musim hujan yang dingin dan semilir untuk beristirahat tidur siang di rumahnya.
***

4
“Aku tidak mau lagi nongkrong di café sama kamu lagi Yan !. Aku malu ditegur Bu Anggun dan mami sekarang demam setelah tahu aku sering bolos sekolah”, pinta Anita seusai sekolah di siang hari.
“Tapi, kapan kita bisa bebas jumpa kamu !”
“Kita bukan anak kecil lagi !,  simpan saja egomu yang kaya anak ABG saja !. Aku nggak mau seperti itu lagi. Yan kamu sudah diancam guru guru, kamu harus rajin masuk karena sebentar lagi UN “ sekali lagi pinta Anita disodorkan pada Si Ganteng itu.
“Ah, masa bodo Anita, aku ya seperti ini. Kamu nggak usah ngatur aku piss !”
“Ya sudah!, Cuma kamu harus tahu Yan !, kalau kamu mencintai seseorang kamupun harus bisa berbagi perhatian dengan lainnya, kamu hanya bisa mencintai egomu saja . Itulah permintaanku pada kamu. Yan aku pulang saja, mami sudah menungguku di rumah “
“Eh Anita, tunggu dulu !”
“Aku harus menunggu apa lagi “
“Aku tadi Cuma ngomong nggak serius !”
“Kamu masih suka saja sama egomu itu !”
“Nanti dulu Anita, OK, OK, ya aku janji . Aku pengin bareng pulang sama kamu. Aku pengin njenguk mamimu. Aku mau minta maaf sama mami kamu, papi kamu dan kamu,     sayang !”
“Sungguh Yan !, aku sungguh sungguh ! “
“Ya, sayang !”
Daun daun palma di depan sekolah kembali bereksotis ditiup angin musim hujan. Gerimis mulai membasahi bumi, sebasah hati Ryan yang mulai lapng dan sejuk ***

Kupu Kupu Kertas


 Cerpen Remaja Effi Nurtanti
Melati menjadi enggan berbuat sesuatu, jiwa dan kalbunya dikungkung kenyataan yang ada. Dia kini hanya berpegang pada rasa pasrah yang tinggal di sudut hatinya. Tubuhnya yang tadinya simpal kini hanya tinggal tulang yang dibungkus kulit, Pandangan matanya padam mendingin, tidak sebinar beberapa lama silam. Kadang diapun hanya berteman dengan ketidaktahuan, sementara kekelautan jiwa yang mendera tiada pernah ditambatkan pada siapapun.
Bunga yang tadinya mekar bersama dengan keceriaan hatinya, kini tiada pernah menyambut pagi lagi.  Padahal dia adalah kembang ranum yang menyerbak harum wangi dan tiada satupun pria yang enggan dekat dengannya. Sesekali dia mencoba untuk membangun hatinya agar seperti dahulu menghadapi dunia yang kini asing baginya. Namun itu hanya sesaat, karena sesuatu yang ingin digapainya kini entah terselip di belahan bumi mana. Akhirnya kini dia terkungkung dalam ketidaktahuan lagi.
Masa-masa bahagia mungkinkah bisa erat dengan aku lagi, demikian bisik hatinya yang beribu kali datang dan pergi. Kala dia termenung di tengah malam menunggu pengharapan esok hari. Dia ingat betul betapa dulu papinya menjadi direktur perusahaan miliknya sendiri. Begitu bergelimpangan dunia mewarnai keluarganya kala itu. Namun semuanya hilang bagai ditelan bumi, semenjak papinya memiliki sekretaris yang cantik, Tante Else namanya. Hingga membuat papinya lupa segala-galanya, Setelah puas menghamburkan uang papinya, Tante Elsepun pergi entah kemana. Tinggalah penyesalan yang menghinggapi perasaan Harsoyo, hingga dia  sakit.
Ironisnya lagi, Harsoyo meregang nyawa dengan sakit komplikasi yang parah disaat semua harta kekayaannya disita bank. Kini dia terbujur di kamar tidur rumah kontrakan di sudut kota
Pintu bambu kamarnya berderit,  tak lama terlihatlah wajah seorang wanita separuh baya dengan wajah lusuh namun masih menyisakan senyum yang tipis duduk di samping Melati, yang masih terpaku diam. Wanita itu tak lain adalah Haryati, ibunya Melati. Lama dia memandangi wajah anak sulungnya, sambil sebentar sebentar melepaskan nafas panjang, pertanda kekalutan hatinya telah melekat di hatinya.
            “Sudahlah Melati, kamu tak usah memikirkan orang tuamu, cukup mami saja. Kau kan masih sekolah? ”.
            “Aku tidak bisa seperti itu Mam, aku ingin keluar sekolah, aku ingin bekerja sebisaku untuk biaya adik adiku dan juga mama”
            “Kamu mau kerja apa ?, Yang berijazah sarjana saja tak laku kerja”
            “Entahlah, Mam !. Sudah beberapa hari ini kita makan seadanya, lagi pula aku masih punya tiga adik yang butuh uang sekolah,  sedangkan papa sudah tidak kontrol ke dokter lagi”
            “Melati, itu semua tanggung jawab Mama, apapun yang terjadi di keluarga ini, mamalah yang harus tanggung jawab. Kamu jangan berpikir terlalu keras, anaku !”
            “Aku kasihan mama, biar Melati keluar sekolah saja mam !. Melati bisa kok mam cari biaya untuk membantu keluarga kita”
            “Aku tidak ingin anaku putus sekolah, demi masa depanmu, jangan kau lakukan itu Melati?. Biar mama saja yang cari biaya. Aku Cuma titip papamu, rawat dia bailk baik Melati ?”
            “Mama mau ke mana ?”
            “Mama mau ke Jakarta, semoga bisa menemui pamanmu. Mama mau nyari pinjaman ! “
            “Kalau nggak dapat pinjaman, Mam ?”
            “Itu masalah nanti, yang penting rawatlah papamu dan adik adikmu, untuk beberapa hari “
Melati hanya mampu menganggukan kepalanya, dia kini hanya mampu menahan napas. Rasa khawatir masih  terselip di hatinya, jangan –jangan itu hanya alasan mamanya saja. Melatipun tahu bahwa mamanya adalah wanita yang meski telah berumur hampir separo baya,  namun masih kelihatan cantik. Kulitnya kuning, tubuhnya masih kelihatan seksi.
Melati ingat betul, kala papinya jatuh dipelukan Tante Else, maminyapun melampiaskan nafsu durjananya dengan sejumlah om kolega papinya. Maminya hanya seperti pilala bergilir yang tiap malam jatuh dipelukan teman teman papinya, namun papinyapun sama sekali tidak bereaksi, bahkan semakin hangat membelai Tante Eise.
Semua memang telah berlalu, baik mama dan papinya telah menyadari akan nafsu gilanya yang selama ini mereka lampiaskan, Mereka tidak sadar bahwa anak anak  mereka telah beranjak dewasa, apalagi Melati putra sulung mereka  telah menginjak usia dewasa, Melati kini bagaikan artis sinetron atau foto model yang gaul, modis dan memiliki paras yang selangit. Langit cerah mulai tampak di atap rumah keluarga Harsoyo, namun hanya sesaat karena angin kembara telah membawa mendung hitam menyelimuti hati mereka semua. Apalagi kini kehadiran mama mereka  telah sekian lama hanya meninggalkan bayang-bayang semu.
Melati tiada bergeming barang sedikitpun dari buruk sangka terhadap mamanya, diapun kini hanya meronta dengan hatinya yang paling dalam, untuk menyelamatkan papanya yang berjuang melawan maut. Pendirianya tetap kukuh agar dia da papanya serta adik adiknya  dilingkungi kebahagian seperti dulu lagi. Bukankah Om Aleksander mampu membantu mengurai benang kusut ini semua, hanya dengan menyodorkan sebilah cinta kepadanya, meski separo hatinya yang bening tetap milik Indra. Namun Indra tetap Indra baginya, meski saat ini sama sekali tidak mampu memberi secercah harapan untuk mengatasi kekalutan hatinya.
Malam bertambah dingin, semakin panjang rasanya penantian Melati untuk kedatangan Om Aleksander, papanya masih meregang menahan sakit, semua adik-adiknya kinipun terlelap.  Kepergian mamanyapun sudah dua minggu berlalu, Kini Melati hanya bertumpu pada ketidak tahuan, semoga saja Om Aleksander mau datang malam ini, meskipun entah apa yang akan terjadi.
Deru mobil sayup terdengar dari arah yang cukup jauh, kini jelaslah bahwa mobil itu adalah milik Om Aleksander setelah nyampe di pekarangan rumahnya. Melati tertatih keluar agar tidak membangunkan adik adiknya yang tertidur menahan lapar. Malam kini menjadi milik mereka, hanya dengus nafas berat dan panjang serta keringat mereka berdua menjadi saksi terpagutnya hasrat mereka di kedinginan malam Kaliurang.
Pagi itu Melati terlambat bangun, rasa kantuk dan pegal seluruh tubuhnya masih saja belum mau pergi, sayup dia terdengar mamanya menggerutu dengan suara yang hampir memenuhi isi rumah yang tidak lagi mengguratkan kedamaian hati masing-masing. Kini sorot mata tajam mamanya diarahkan padanya, dan terdengarlah lengkingan ucapanya yang memecahkan keheningan pagi itu,
            “Dari mana saja kau !, wanita jalang !”
            “Mama dari mana ?, mama juga wanita jalang”
            “Anak tidak tahu diri !. Mama pergi ke Jakarta, cari pinjaman untuk biaya papamu dan sekolah kamu !”
            “Tidak mungkin, mama jangan bohong !. Paman malah nyari mama, kemarin dia sms. Mama bohong kan ?”.
            “Untuk apa mama bohong, mama mampir dulu ke teman mama juga untuk nyari pinjaman”
            “Mampir ke Om Yayan kan!, pacar mama dulu ?. Sudahlah mama jangan bohong. Aku jadi wanita jalang juga karena mama seperti itu, yang tidak tahu malu. Kasihan papa mam!” teriakan Melati membumbung tinggi dan membangunkan semua adik-adiknya yang kini hanya bisa saling melempar pandang.
            Melati kini bertambah meradang, dari benak hatinya timbul keinginan untuk menerkam wanita yang berdiri di depanya, setelah kedua pipinya terasa panas. Beberapa kali tangan mamanya mendarat di kedua pipinya. Diapun menjerit mengungkapkan kata hatinya yang dipenuhi bara api.
            “Ayo bunuh aku mam, bunuh aku, agar mama puas. Aku memang wanita jalang, karena mamaku juga jalang! “
            “Sudah,  diam kau anak durhaka !”
            “Meeelatiii. . . Maaamaaa…kemarilaaaah”. Suara kedua perempuan itu menjadi terbungkam, setelah terdengar rintihan dan tangisan Harsoyo yang sudah tak berdaya lagi, tergolek lemah di pembaringan. Sontak keduanya berlarian menuju kamar sebelah dalam. Mereka segera menubruk laki laki setengah baya yang  terlihat pucat pasi.
            “Peluklah aku, anaku dan mama. . . jangan kau lakukan lagi…sudah yaa, papa ngggak kuat lagi…selamat tinggal”. Suara Harsoyo melemah kemudian hilang terselp entah di mana, diikuti dengus nafas yang terhenti. Tubuh Harsoyopun menjadi terbujur kaku dan mendingin******