Jangan kau beri aku kembang merah menyayat...
musim yang melekang, menjadi saksi sebuah
kata hati
aku berikan sudut taman bunga yang sejuk...
berbasuh embun pagi, redup menawan seribu
kicau burung
bila harus berlalu, seribu beluntaspun
meluruhkan kelopaknya
tak mampu sorot matanya menebaskan batas ...
bahkan terbuang hinggap di puncak tebing...
butir sinar mentari menyerpih memberi kabar
tentang hati yang tercabik...menjadi bagian
di pagi yang seharusna berseloroh salam
canda
aku tak mampu menggeliatkan...
apa yang mengalir dalam nadi darah...meronta
namun hanya menjadi karib setia jantung yang
merona
kau menusukan bilah tajam ke tengah beledru
biru
yang menjadi kelambu kamar penantinku...
tak kau padukan dengan gerimis di luar sana
yang mengajak semua insan bercumbu di bilik
bambu
berpilar seribu janji..tentang kmbang
setaman
tentang nyanyi rindu kasmaran...
tentang jauh terbang memungut pelangi.
tapi aku masih punya kepak....
meski ringkih namun mampu menghardik awan
gelap
menepiskan hingga sisi langit, hingga aku
menjadi diriku sendiri, bukan boneka
“Beirby”
namun hanya petani desa bergincu bibir
sahaja,
bergaun belacu setia untuk dambaan hati,
sang pejaka
yang menggulirkan senyum tulus, tak bersuara
parau...
aku dan dia milim dewa dewi
di Indraloka berangin sejuk kata lugu tanpa
dusta
aku dan kau satu
Semarang, 24 OKTA 2012