Telah aku rajutkan seribu benang
pada seribu kelopak bunga lepas
agar tidak bertaut dengan “kumbang kelana”
aku beri juga.
sudut sudut hati agar mengerti
kekosongan jiwa
Kembali merajut dalam diri……
sehingga persinggahan mentari
tak nakal lagi…akupun bertambat
pada hati yang kujaga
Semarang, 8 September 2010
Duka Lara dalam Lapar
Aku kembalikan tubuh ini
yang terlelap di pembaringan
tiada tepi
Berbatas kaki langit
Dari belahan utara hingga langit selatan
Aku tegakan tubuh ini
Agar lebih jelas mendengar
riuh rendah guratan pagi..sementara itu
debu kini kupunguti
dari nyanyian hati..yang lusuh
Biarkan saja debu bercerita
kepada handai tolan di angjasa biru
sementara itu….. akupun
berlari sekuat untuk menepis
Semarang, 8 September 2010
Sebuah
Sajak untuk Adzan Maghrib
Jangan kau durhakai lagi
Lantas kau urungkan….sebuah kerinduan
yang kau baringkan di puncak Himalaya
Kejarlah selendang jingga
kala bertaut di kanvas barat
biar hitam tinta hidup
tak lagi menengok bilik jantung
Kita rajutkan satu benang emas
agar cahaya tak lagi baur
agar mata kita tak tersorot lagi
dengan iri dan dengki
Semarang, 8 September 2010
Kekasih yang Pergi
Engkau yang pergi
Tak meninggalkan sembilu…
Hanya
sebuah pesan….
Janganlah jemari melonggar demi kekosongan
rengkuhlah “seribu melati”
beraroma …
Selamat tinggal
pada yang tak menyisakan bayang
aku datang lagi…
kaupun menjauh tak menghirau
bila engkau yang datang
dipenuhi ombak Laut Selatan
di halaman hati yang sejuk
(Effi Nurtanti, Semarang, 8 September 2010)