Sabtu, 26 Mei 2012

Di Balik Gemerlap Bintang


Lalu lalang kunang malam, bagaikan lampu perahu nelayan di tengah laut buta, sesekali menyambangi halaman rumahnya, yang senyap diterkam malam binal. Seorang laki laki paro baya merebahkan punggungnya di kursi bambu di bawah pohon jambu, yang kurus kering tumbuh di halaman rumahnya. Wajahnya dihadapkan pada jalan tanah kampung yang mengering dan membisu, setelah seharian berjuang melawan terik matahari. Sengaja dia berkerumun bintang dan berselimut kain hitam malam karena bintanglah yang paling tahu tentang hatinya yang bertepi kegalauan dan bintang pula yang paling dia anggap ramah, lantaran tak satu kalipun bintang bintang itu pernah mengotori hatinya. “Bintang bintang itu! biarlah malam ini menjadi miliku”, demikian bisik hatinya.
Apa hanya milik setangkai anyelir saja yang bisa berceloteh tentang bintang, baik bintang kejora atau bintang berparade gubug penceng yang berbaur sinarnya memenuhi sisi sisi langit. Atau hanya bingkai hati seorang laki laki yang sedang berselingkuh dengan bintang yang kini tidak mampu menautkan hati pada apa saja, baik dikala merontanya senja atau dikala angkuhnya sang bulan purnama yang menjajakan sinarnya. Tapi itulah sebuah guratan eksotis hati, bila ingin terbang bersama sejuta sayap malaikat untuk mengarungi malam dari sisi satu ke sisi lain.
Bukankah sesekali bintang menjenguk laki laki itu yang layaknya Sang Pujangga,  lantas bertegur sapa sehingga telah usai sudah syair-syair yang akan digenapkan pada puisi tentang hidupnya,  yang berfatamorgana hanya pada syair yang nakal dan nisbi. Mengapa pula dia hanya mampu menautkan benang merah pada kenisbian, padahal semua dunia dan isinya mampu dilukiskan dengan  kata kata indah, seindah liarnya butir air di Niagara atau se bebas butir debu di Sahara.
Namun untuk menguntai sebuah malam dengan rajutan bintang, diapun harus membusungkan ruang dadanya kembali, agar berisi udara kejujuran ketimbang hanya diisi udara kemunafikan. Sang Pujangga itu yang hanya ditemani pohon jambu di belakang pagar bambu rumah mungilnya, kini mulai mengerlingkan matanya pada bintang, pada  realita kehidupan, pada debu debu jalanan depan rumahnya yang mulai menyesakan nafasnya.
“Pergilah tidur, wahai manusia.  Hari sudah larut, sementara sang kehidupan menungumu esok pagi “ seru sebuah noktah hati entah di sisi sebelah mana. Sang Pujanggapun mulai menampakan sorot matanya yang liar. Di jelajahi semua sudut hatinya, barangkali masih ada rumpun bambu yang rindang agar hatinya tidak gerah lagi. Agar dia bia menyurutkan lebih dalam lagi dari sebuah realita. Kala dia harus jatuh bangun menggegam sebuah realita itu sendiri, kala  dia mencoba untuk menepiskan kemisteriusan benaknya.
“Hai, kau…bukankah aku lagi larut dalam canda sang bintang, yang menggumuli aku sepanjang malam ini”.
Suara itupun surut ke belakang menghilang, menyelinap ke tengah kebon singkong yang ada di samping rumah tua itu. Kini dia kembali sunyi dalam samudra buaian bintang bintang malam yang tersenyum genit. Anganya terus berseloroh hingga terdengarlah batuk batuk panjang istrinya dari dalam rumah tua itu. Seketika itu juga cumbu rayu lelaki itu dengan sang bintangpun menjadi surut dan istrinya dengan dibalut baju hangatpun kini telah berada di sisinya.
“Kalau kau semalaman disini dengan lamunanmu tak akan menyelesaikan masalah kita,Pak “
“Justru dengan ditemani sang bintang malam inilah aku bisa menemukan inspirasi dan ide ide untuk mendapatkan jalan keluar untuk hidup kita, yang semakin dipingit kesengsaraan ?’
“Ah kau berlagak seperti  Pujangga saja”    
“Apa itu Pujangga ?”
“Sama saja degan sastrawan atau penyair “
“Aku selalu jauh dari makna yang tersirat dalam untaian kata, hanya mampu kusimpan semua warna warni hidup dalam sudut hatiku”
“Heee..katanya kau bisa mendapat ide dari sang bintang yang bertebaran di langit, suamiku?”
“Ya pasti saja, setiap manusia yang sedang bimbang dengan kehidupan. Biasanya sering menyendiri di tengah malam, untuk menyaksikan parade bintag dan  untuk mendapatkan ide bagaimana besok menyelesaikan masalah “
“Lantas sudah kau sunting sebuah  gagasan dari bintang bintang itu ?”. Sang istri tang menjadi teman sang pujangga itu melontarkan kedua biji matanya kepada laki laki yang lusuh itu.
“Kita sudah tak punya apa apa lagi, hanya padi sisa panen kemarin. Sementara hujan belum membasahi sawah kita, sudah tiga bulan ini tanam kita terlambat. Aku belum berani menanam psdi. Padahal hanya padi yang menguning, adalah harapan kita satu-satunya”
“Tapi sabar saja, Pak. Biasanya bila habis musim kemarau yang menyengat dan panjang.  Akan datang musih yang basah . Tunggu beberapa minggu lagi”
“Besok aku tak datang ke sekolahnya anak-anak, untuk  minta tempo. Bulan bulan ini aku belum bisa melunasi SPP mereka”
“Padahal sebentar lagi anak anak tes semester, Pak. Aku harap entah dua atua tiga bulan SPP mereka dibayar dulu”
“Habis gimana lagi ?, apa anak anak tidak bisa sekolah kalau orang tuanya nggak punya duit. Apa hanya orang kota yang kaya saja, yang bisa memintarkan anak anaknya. Aku harap di negara kita lahir seoang pemimpin yang membebaskan SPP sekolah. Termasuk buku buku yang harganya selangit. Aku heran katanya kita sudah merdeka, tapi nyatanya untuk menyekolahkan anaknya saja sudah kelimpungan”
“Sudahlah Pak !, kita hanya orang kecil, berteriak sekeras mungkin juga tidak ada yang mau mendengarkan. Bahkan bintang bintangmu di langit hanya diam membisu. Kita bersyukur masih punya beberapa kambing, meski sudah di pesan tetangga kita untuk korban. Kita jual saja untuk SPP anak anak kita dan sisanya untuk menyambung hidup”
“Tadinya aku berpikir seperti itu, Bu !. Tapi aku nggak enak sama Pak Diran yang sudah memesan kambing kita. Baiklah Bu !, sehabis aku ke sekolah anak anak besok,  aku langsung ke pasar kambing “
Kedua insan yang hidup sengsara kinipun merasa bahagia, lantaran esok masih ada harapan untuk menyambung nafasnya kembali. Sang bintang kinipun mulai meredup lantaran sang fajar mulai menjemput untuk kembali ke kaki langit. Hanya suara dengkuran panjang sang pujangga yang menghiasi wajah sang fajar. Tak lama sang surya kinipun menyodorkan kehidupan lagi untuk ditapaki manusia manusia yang masih memiliki harapan.
***
Supardi berkalang kegalaun hati kala menunggu kepala sekolah Tono dan Tini. Mukjizat apa yang dapat menolong dirinya untuk mendapatkan kemurahan dari kepala sekolah ke dua anaknya itu. Pak Dirman sang kepala sekolah dengan berhias senyum di wajahnya kini duduk di depan Supardi yang tidak mampu berkata sepatah katapun.
“Oh, jadi ini Pak Supardi bapaknya Tono dan Tini ?”
“Betul, Pak, kedatangan kami ke sini hanya untuk meminta keringanan SPP Tono dan Tini. Rencana kami beberapa hari nanti akan menjual ke tiga kambing mereka untuk SPP, jadi saya minta tempo, Pak ?”. Mendengar keluhan Supardi, Pak Dirman melepas tawa panjang yang memenuhi semua sudut ruang guru.
 “Bapak tidak usah menjual kambing mereka. Jadi perlu saya sampaikan kepada Bapak, tanpa memberitahu kedua putra Bapak sebelumnya. Bahwa kedua putra Bapak memiliki prestasi yang bagus. Keduanya memiliki nilai yang tertinggi di kelasnya. Bahkan sikap mereka berdua sangat hormat kepada semua guru, sehingga semua gurupun sayang merela berdua “
“Terus ini bagaimana, Pak ? ”. Sunardi tidak percaya dengan keterangan Pak Dirman itu.
“Mereka mendapat bea siswa dari negara, sehingga untuk tahun ini keduanya bebas SPP. Makanya kambing mereka jangan Bapak jual dahulu ?’. Suara Pak Dirman membahana ke setiap sudut ruangan, sehingga mengundang perhatian semua guru.
“Oh, terimakasih sekali, Pak!. Aku tidak percaya, mereka berdua hanya anak singkong, yang mampu bersekolah hanya dari hasil panen padi yang tidak seberapa besarnya”
“Apakah anak singkong tidak boleh berpretasi ?. Semua negarawan di tanah air kita juga dulunya anak singkong,  mengapa kedua putra bapak tidak boleh berprestasi !”
“Ah, bapak terlalu berlebihan”
“Bukan hanya itu saja, Pak!. Nanti pas upacara Hari Sumpah Pemuda mereka berdua akan diberi tabungan prestasi dari “Yayasan Prestasi Anak  Jakarta “dan cukup bagi mereka untuk biaya sekolah selama satu tahun “
Hati Sunardi sudah tidak mampu lagi mendengar kabar menggembirakan dari Pak Dirman. Ingin rasanya dia segera sampai di rumah, agar wajah istrinya berseri dan rona merah di pipinya menjadi tergambar, hingga mampu membuat hati sang pujangga anak singkong itu kelimpungan.
***
Rumah Tono dan Tini masih kelihatan lengang, sementara matahari hampir mencapai atap langit. Daun daun singkong di samping rumahnya sudah mulai kelihatan menunduk dipagut teriknya mentari. Erniyati masih kelihatan sibuk memunguti bunga papaya untuk lauk makan siang mereka. Melihat suaminya datang dengan mengusung senyum yang lebar di wajahnya , Ernipun menjadi penasaran. Bahkan kini diapun tidak percaya dengan kabar gembira yang disampaikan Sunardi. Hingga kelihatan wajah Sunardi yang bersungut sungut untuk meyakinkan istrinya. Erniyati kini hanya mampu duduk di serambi rumah mereka yang berlantai semen. Dia mendenguskan nafas panjang, tanda bahagia dan bersyukur telah mendapat pertolongan dari Yang Kuasa.
“Pak, aku tadi mendengarkan laporan BMG di tv, mulai minggu minggu  ini kita memasuki musim hujan. Kita sebaiknya bersiap menanam padi. Biarlah biaya sekolah anak anak diambilkan dari uang prestasi mereka. Hasil panen padi biarlah untuk biaya Tono ke perguruan tinggi”
Sunardi hanya menganggukan kepala. Kini beranda rumah mereka menjadi saksi bahwa kehidupan milik petani kecilpun akan banyak berarti bila mereka memang merasa hidup, apapun keadaannya. Hanya Tuhan Yang Kuasa saja yang tahu kehidupan semua makhluknya di muka bumi ini***

Try Out Cintaku

Seharian penuh Keane hanya dikamar flamboyanya untuk “full day taking a rest” segalanya. Setelah satu minggu silam  kegiatan rutinitasnya terus menerus menyita tenaga, hati dan pikiranya. Setelah seminggu lamanya Keane harus ikut Try Out di sekolahnya.  Keane untung saja menyadari bahwa hidup memang sebuah perjalanan yang dia sendiri tidak tahu “ending dan beginning” dalam sketsa yang mau tidak mau manusia hanya melangkahkan kakinya.
Lagu jadul dan melangkonis “My Way” yang dibawakan Frank Sinatra kesukaannya perlahan menyelip di tengah kalbunya. Keane  sedikit terhipnotis dengan isi lagu my way tersebut, yang menggambarkan sebuah perjalanan seorang manusia dalam menggayuti harapan hatinya. “Ya, apa sih yang bisa diperoleh dengan begitu saja di dunia ini ?” , tanpa disadari sebuah pertanyaan dari hatinya dilontarkan kepada tebing-tebing tinggi yang memusari semua perjalanan hidup manusia, atau pada Puncak Jaya Wijaya, Mount Everest atau Puncak Wedus Gembel yang hanya diam membisu.
“Perjalanan ?, begitu beratnya sejak Andi datang untuk pamit pergi ke Padang mengikuti papa dan mamanya yang pindah kerja. Inikah awal aku menuai try out hidup dan cintaku. Lebih dari try out yang dibuat oleh guru-guruku !”.
Saku  t- shirt tergetar karena calling seseorang di Hpnya, Keane segera memungut Hp bercasing biru muda, yang menjadi teman dekatnya di malam minggu ini. Semoga saja Andi di malam ini yang menggetarkan  hatinya bahkan makam minggu ini yang menjadi milik mereka berdua.
***
“Hallo, young lady yang kaya Kate Middleton, lagi nglamun ya ?”
“Ini siapa ? “
“Ah ini aku, lupa suaraku ya ?”
“Sorry friend !, ini Raphael, ya ?”. Meski dia sudah lama tidak pernah gaul bareng dengan cowok ini, namun renyah senyumnya mirip Jenderal Soeharto, tidak terlupakan Keane.
 “Good, kamu memang cewek yang nggak gampang lupa sama teman, ngapain kamu di rumah saja ?. Kalau kamu nggak capek biar gabung sama teman lama kamu malam ini  di rumah Betty. Aku samper kamu kalau nggak ada acara !”
2
“Makasih Raphael!, badanku lagi cuapek, aku mo istirahat dulu. Gampang lain waktu saja aku gabung “
“Pasti lagi merajut angan, ingat sama Andi yang ada di Padang ?’
“Kamu kenal Andi ?”
“Siapa yang nggak kenal dia sih, Keane !. Beruntung kamu dapatkan dia. Cowok ganteng hitam manis dan termasuk smart boy. Kamu kehilangan dia kan !”
“Ah sok tahu kamu ?. Bagi aku dan Andi tidak pernah mengenal arti kehilangan. Kami hanya teman saja”
“Maaf Keane !,  ini mengganggu privasimu. Aku tahu pasti kamu kangen sama dia. Iya kan ?”
“Sorry Raphael !, biar masalah ini hanya untuk aku dan Andi saja.Aku bukan cewek ingusan yang terjebak dalam romantisme remaja. Aku dan dia masih jauh dalam perjalanan hidup kami masing-masing “
“Tapi kalau kamu sendirian di rumah,  apa salahnya kamu gabung teman lamamu yang ngumpul di rumah Betty. Setelah ngumpul kita bareng ke Cisarua untuk happy weekend dengan ikan mas bakar, OK setuju !”
“Gampang lain waktu, Raphael !”
“Aku kangen dengan canda tawa kamu !, seperti kita dalam kegiatan kemah persami di Cibubur dulu, Keane !’
“Aku juga kangen dengan Betty, Ardian, Anti dan Aldo untuk kumpul bareng lagi “
“Oh mereka juga sering mgomomg tentang kamu. Ayo dong kita reuni, nanti aku yang mamitkan sama mama papa kamu “
“Nggak usah repot-repot Raphael !, aku  mau istirahat. Lain waktu kita sambung lagi ya!”
 “Tunggu Keane !, jangan ditutup dulu !. Kamu sekarang beda sih !. Kamu takut    Andi cemburu kan  Keane ?. Udahlah kamu kan masih muda, ngapain kamu takut diputus Andi !. Kamu cantik lho Keane, gampang mencari pengganti Andi.”
“Sorry friend, kalau  kamu memang benar temanku ?, sebaiknya kamu nggak ngomong kaya gitu. Cobalah sedikit dewasa Raphael ! Meskipun kita masih remaja, cobalah sedikit
3
menghargai  orang lain. Antara aku dan Andi masih bebas menentukan langkah masing-masing, dia tidak membatasi aku  dan  akupun  sebaliknya. Tapi bagi aku memang malam ini aku lagi capek”. Belum sempat Keane melontarkan semua  kata hatinya, Raphael yang entah mengapa menutup Hpnya sendiri.
Malam minggu perlahan merayap sepanjang benang waktu, sehingga rembulanpun memberikan isaratnya kalau malampun sudah agak larut. Keane masih mengaktifkan laptopnya untuk mendnengarkan MP 3 lagu lagu pop nostalgia kesukaanya. Satu demi satu lagu pop melo Pance Pondang menggayuti hatinya.
“Sedang apa Andi di sana.Apakah dia juga ingat aku, ada apa sebenarnya antara dia dan Andi. Hanya sahabat biasa ?, tapi mengapa dia selalu ada di hatiku. Atau karena aku yang bersikap biasa biasa saja sama dia, ataukah karena apa ?. Jujur saja aku merasa takut sama Andi, bila gabung bareng dengan Raphael, cowok yang norak” Bisikan hati Keane sekarang lebih berdenting ketimbang suara jarum jam di kamarnya dan suara lagu lagu barat klasik.
***
“Ketahuilah Keane!!,  di dunia ini tidak ada sesuatu yang mampu diraih hanya dengan membalikan tangan. Ingat pesan Bu Willy !”
“Iya bu !” . Masih ingat dalam memory Keane pesan Bu Willy pada dia, saat dia menerima hadiah atas pretasinya sebagai juara kelas di semester pertama kemarin. Namun Bu Willy sempat kecewa lantaran pada try-out yang pertama dua minggu yang lalu, nilai Keane masih belum memuaskan, Keanepun tidak tahu mengapa hal ini terjadi.
Bu Willypun hanya memberikan senyum kecilnya pada Keane atas kegagalanya. Namun Keanepun mampu menafsirkan senyum manis bu guru yang bijak dan pemerduli pada anak-anaknya, bahwa dalam hidup ini memang bukan hanya try-out pelajaran di sekolah yang harus dihadapi semua manusia. Tetapi lebih dari itu, manusia apa, siapa dan dimanapun pasti akan mengalami uji coba dalam kehidupan ini. Apalagi bagi diri Keane yang kini jauh dengan Andi.
Lamunan Keane menjadi meluruh berkeping kala Hpnya kembali berdering, diapun dengan sigap mengangkat Hpnya dan pada Screen Hpnya terbaca kata Andi, maka dengan jantung yang berdegup keras dia memencet tombol hijau.
“Met malam Keane, kamu belum tidur, lagi ngapain ?”. Suara Andi yang datar dan terdengar romantic memenuhi speaker Hpnya Keane. Namun suara itu berhasil menjerat urat syaraf Keane hingga gemetaran seluruh anggota badanya.
“Eeeh, ngggak ngapain, Cuma aku lagi kecapean ?”
 “Kecapean ?. emangnya kamu  habis dari mana ?”
“Aku nggak pernah main, Cuma kemarinkan try-out dan habis itu pembekalan UN sampai sore, mala mini aku Cuma diam membisu di kamar “
“Oh ya nilai try-outmu gimana ?”
“Jangan tanya itu, dong ?”
“Emangnya kenapa ?”
“Nilaiku hancur, semuanya di bawah 5. Jadi aku agak stress ?”
“Sama !,  aku juga nilainya seperti itu. Tapi nggak usah sedih dong !, kan UN masih lama. Yang penting kita siapkan nanti setelah lulus UN “
“Oh, ya Andi !. Kamu mau kuliah di mana ?”
“Aku sudah ngomong sama papa, aku akan balik ke Jakarta untuk kuliah di sini. Kita bisa gabung bareng lagi Keane. Ntar kalau kita lulus,  kita bareng nyari universitas yang cocok untuk kita berdua, OK ?”
“OK !, “
Meskipun malam minggu ini , Keane masih sendiri tanpa Andi disisnya, namun baginya sudah cukup bahwa malam minggu ini menjadi milik mereka berdua***

 Effi Nurtanti