Senin, 14 Mei 2012

Guru di Persimpangan Jalan


Keputusan MA yang menolak kasasi pemerintah untuk penyelenggaraan  UN  pada tanggal 14Septembe lalu,  sungguh mendapatkan reaksiparaguru,terutama yang mengampu bidang studi yang di UN kan.Meski reaksi  para guru tersebut bervariasi  pada batasan pro dan kontra,  namun sebenarnya sebagai pendidik yang    mengantarkan peserta didik  untuk  mengikuti UN  hingga berhasil , sebenarnya   merasa sangat menyayangkan keputusan MA tersebut

Betapa tidak dengan pelaksanaan UN yang rutin dilaksanakan  oleh pemerintah  setiap tahun. Segenap pendidik telah mempersiapkan peserta didik  jauh – jauh hari, agar nantinya peserta didik  memiliki kompetensi  sesuai dengan Syarat Ketercapaian Lulus ( SKL ),  Dengan demikian peserta didik apapun kondisinya  benar – benar mempersiapkan diri semenjak mereka duduk di kelas XI  apapun jurusannya ( khusus  untuk SMA/MA/SMK ).

Sudah barang tentu kondisi ini diharapkan mampu merangsang afektif   peserta didik , agar mau belajar sungguh-sungguh guna meraih keberhasilan dalam UN. Meski tanpa UN pun, Pendidik harus tetap menanamkan peserta didik agar rajin belajar.  Akan tetapi dengan semakin  signifikannya  pengaruh  globalisasi informasi, yang justru makin banyak membawa dampak negatip  untuk peserta didik ketimbang dampak positipnya.  Kemauan belajar anak- anak kita justru semakin kendor, dan inilah yang membuat mutu pendidikan kita  merosot tajam.

Harapan kita satu – satunya untuk tetap mengkondisikan anak – anak kita agar mau membuka buku adalah pelaksanaan UN yang  berkesinambungan.  Yang pada gilirannya nanti, akan  mengantarkan anak –anak kita  menjadi individu  yang berkompetensi di bidangnya masing – masing.

Sungguh disayangkan pernyataan Ketua Dewan Pendidikan DIY,  Prof. Dr. Wuryanto yang menyetujui keputusan MA untuk melarang penyelenggara  UN demi mengembalikan pendidkan pada jati diri bangsa dan  memberikan perlakuan yang adil bagi peserta UN yang berasal dari
berbagai daerah yang beragam kondisinya  (  Wawasan, 26 November  2009 ).  Sebenarnya untuk meredam dampak penyelenggaraan UN,  tidak harus dengan cara melarang penyelenggraan UN melainkan dengan meminimalisasikan dampak itu sendiri.

Lantas apa jadinya bila demi jati diri bangsa UN  harus dikorbankan ,  yang nantinya justru akan memberi dampak  yang lebih parah  terhadap anak didik kita. Bukankah telah menjadi fakta yang kita akui bersama, bahwa  negara – negara tetangga kita sesama anggota ASEAN telah mendahului dalam penyelenggaraan UN  dan membuahkan hasil yang telah jauh di depan kita dalam prestasi sistim pendidikan mereka.
Yang jelas  sistem evaluasi akhir di tingkat satuan pendidikan manapun harus tetap dilakukan apapun bentuknya,  yang  mampu menjadi jembatan agar peserta didik  sungguh-sungguh mau belajar guna pencapaian kompetensi mereka, yang pada giliranya nanti kita sebagai pendidik mampu mencetak peserta didik yang berhasil guna  untuk masyarakat, bangsa dan negara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar