Keputusan MA yang menolak kasasi pemerintah
untuk penyelenggaraan UN pada tanggal 14Septembe lalu, sungguh mendapatkan reaksiparaguru,terutama
yang mengampu bidang studi yang di UN kan.Meski reaksi para guru tersebut bervariasi pada batasan pro dan kontra, namun sebenarnya sebagai pendidik yang mengantarkan peserta didik untuk
mengikuti UN hingga berhasil ,
sebenarnya merasa sangat menyayangkan
keputusan MA tersebut
Betapa tidak dengan pelaksanaan UN
yang rutin dilaksanakan oleh
pemerintah setiap tahun. Segenap
pendidik telah mempersiapkan peserta didik
jauh – jauh hari, agar nantinya peserta didik memiliki kompetensi sesuai dengan Syarat Ketercapaian Lulus ( SKL
), Dengan demikian peserta didik apapun
kondisinya benar – benar mempersiapkan
diri semenjak mereka duduk di kelas XI
apapun jurusannya ( khusus untuk
SMA/MA/SMK ).
Sudah barang tentu kondisi ini
diharapkan mampu merangsang afektif peserta didik , agar mau belajar
sungguh-sungguh guna meraih keberhasilan dalam UN. Meski tanpa UN pun, Pendidik
harus tetap menanamkan peserta didik agar rajin belajar. Akan tetapi dengan semakin signifikannya
pengaruh globalisasi informasi,
yang justru makin banyak membawa dampak negatip
untuk peserta didik ketimbang dampak positipnya. Kemauan belajar anak- anak kita justru
semakin kendor, dan inilah yang membuat mutu pendidikan kita merosot tajam.
Harapan kita satu – satunya untuk
tetap mengkondisikan anak – anak kita agar mau membuka buku adalah pelaksanaan
UN yang berkesinambungan. Yang pada gilirannya nanti, akan mengantarkan anak –anak kita menjadi individu yang berkompetensi di bidangnya masing –
masing.
Sungguh
disayangkan pernyataan Ketua Dewan Pendidikan DIY, Prof. Dr. Wuryanto yang menyetujui keputusan
MA untuk melarang penyelenggara UN demi
mengembalikan pendidkan pada jati diri bangsa dan memberikan perlakuan yang adil bagi peserta
UN yang berasal dari
berbagai daerah
yang beragam kondisinya ( Wawasan, 26 November 2009 ).
Sebenarnya untuk meredam dampak penyelenggaraan UN, tidak harus dengan cara melarang
penyelenggraan UN melainkan dengan meminimalisasikan dampak itu sendiri.
Lantas apa
jadinya bila demi jati diri bangsa UN
harus dikorbankan , yang nantinya
justru akan memberi dampak yang lebih
parah terhadap anak didik kita. Bukankah
telah menjadi fakta yang kita akui bersama, bahwa negara – negara tetangga kita sesama anggota
ASEAN telah mendahului dalam penyelenggaraan UN
dan membuahkan hasil yang telah jauh di depan kita dalam prestasi sistim
pendidikan mereka.
Yang jelas sistem evaluasi akhir di tingkat satuan
pendidikan manapun harus tetap dilakukan apapun bentuknya, yang
mampu menjadi jembatan agar peserta didik sungguh-sungguh mau belajar guna pencapaian
kompetensi mereka, yang pada giliranya nanti kita sebagai pendidik mampu
mencetak peserta didik yang berhasil guna
untuk masyarakat, bangsa dan negara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar