Cerpen Remaja Effi Nurtanti
Aku
genggam terus sebuah asa, yang terus memenuhi hati ini. Asa yang kadang menyiksa
dan menyisakan ketidak tahuan, bila aku dihadapkan pada temen sekelasku,Ellena.
Terus saja cewek caem ini mengintai di balik tepi hatiku, mungkin pula saat
alam tersenyum lahirlah cewek ABG ini.
Gadis
berambut model jadul, terurai hingga sebatas pinggangnya, dengan bingkai
kacamata yang terus menghiasi wajah ayunya, dan dibalik itu sepasang mata
anggunpun sempat menorehkan sebuah bilik di sudut hati ini. Aku coba hadirkan
seabreg kembang setaman untuk menggantikannya, namun tetap saja jiwa ini
terbelah hanya untuk dirinya.
Ellenapun
terus terbujur dingin, bila aku terus membayanginya, hingga akupun menjadi
semakin tak mengerti, ataukah hanya emosi hati ini yang membelitku.
Saat
rampungnya UHT di kelas sebelas IPS, .Ellena terus saja berhias dengan senyuman
happy di wajahnya. Baranghkali saja aku menemukan saat yang tepat, agar hati
ini tidak bergayut pada bayang saja. Maka lantas sebuah appoinmentpun aku
lontarkan. Saat dia di perpustakaan, dan entah wajah yang ayu kaya rembulan tanggal 15 itupun menjadio
merah, dengan sedikit rona warna merah jambu di pipinya. Baru kali aku ngliatin
wajahnya yang paling kelihatan ayu itu.
Atau
memang dia harus marah terus, agar aku
dapat melihat rem,bulan itu, dan terkadang sorot mata di balik kacamatanya itu
menyorotkan sebuah protes keras akan keberanianku, mencoba menautkan bilah hati ini.
“Aku
nggak suka acara kaya gitu-gituan, Rud. Aku lebih suka di rumah aja mbantu
mami” sebuah protes dia sodorkan pada aku.
“Nggak
masalah kan, Cuma acara modelling untuk Best of The Best Ratu Semarang,
kamu kan suka acara kaya gitu, kan ?”
“Eh.
. .darimana kamu tahu aku suka itu”
“Biasanya
kan kalau cewek suka acara kaya gitu-gituan, aku pengin ngliatin aktiongnya
para finalis” akupun coba nggak mau nyerah begitu saja. Habis cewek kaya
dia, terus-terusan aja banyak cowok yang
diatas aku berusaha ndapatin dia. Maka akupun pengin kaya Rudy yang sebenarnya.
“Maafin
ya. Aku nggak suka ngliatin acara kaya gitu”
“Sekali
kali dong Ell, kamu kan habis tegang belajar UHT ini”
“Ya
biarin ini kan urusan aku sendiri “ wah galak juga cewek gedongan ini. Aku jadi
habis, tapi tetap aja berpikir seribu kali untuk menundukan hatinya yang kaya
batu karang lautan.
“Sekarang
kan lagi mode rambut jadul, makanya nanti juga ada seleksi The Quen of Gratefull
Performance”
“Apaan
itu”
“Ya
seleksei casual model khusus untuk cewek
yang penampilan alami, model jadul dari mulai dari kacamata, rambut, gaun dan
nggak tahu ah...aku bukan pakar penata rambut dan model, yang tahu kan kamu”
aku berhasil membuat dia mulai tertarik, seringkali wajah yang caem kini sering
kali berada di depanku.
Matanya
yang tadinya agak serius, kini mulai memberikan sorot yang exciting, mulai aku
melihat bunga mawar merah jambu dengan semerbak menghiasi ruangan hatiku.
“Eh
Rud, kamu tahu dari mana ?. Kok tahu segalanya, emangnya kamu juri atau
pemerhati masalah modeling”
“Kebetulan
Mbak Reni, kakaku sering jadi juri da
punya agency untuk training calon modeling”
“Jadi
kamu mau promosi”
“Ya
nggak juga Ell, Cuma barangkali kamu tertarik, minimal kamu ngliatin dulu, ntar
kalau tertarik. aku
ajak ke kakaku, tapi aku so sorry lho Ell”
“Ya
nggak apa-apa”
“Maka
Ell, niatan aku mau ngajak kamu ngliatin acara model malam ini, mumpung UHT
kita udah rampungan, nanti juga aku kenalin sama model-model nasional”
“Aku
malu Rud”
“Ngapain
malu, masa cewek kaya kamu pakai minder segala sih Ell”
“Ngenyek,
aku kan anak kolong “
“Kamu
anak gaul kok Ell, Cuma kadang kamu tertutup nggak seneng curhat”
“Kamu
tahu dari mana”
“Buktinya
tadi kamu keki sama aku”
“Sekaarang
sudah nggak kan ?”
“Jadi
nggak marah, kalau aku ajak ngliatin finalis modeling, berpose di Cat Walk”
“
Oke deh Rud, kamu bisa kerumahku ntar sore”
Langit
sekarang menjadi runtuh berhamburan menerpa hatiku, meski masih tetap
memberikan biru indahnya, Sementara
rumput hijau di sekeliling sekolah, yangh tadinya bisu mendingin, kini
mulai bergoyang di terpa angin kemarau. Hati yang tadinya diterkam kesunyian,
kini menggeliat menebas habis kebisuannya
Xenia
yang keren yang aku pakai njemput Ellena, menjadi saksi akan mekar bunga,
apalagi kini Ellena telah berada di sampingku. Aku lewati setiap jalan penuh
lampu warna-warni menuju malam final pengukuhan medel The Best of The Best.
Ellena
sudah bukan Ellena yang aku dekati tadi. Kini dia adalah The Prince of Paradise
yang akan memiliki malam ini, akupun sudah merasakan terbang memenuhi setiap
penjuru langit bersama Ellena.
“Jadi
kamu sering ngliatin acara kaya gin Rud”
“Nggak
juga Ell, palin kalau disuruh nemenin Mbak Reni”
“Lama
lama kamu kan tahu modeling Rud”
“Aku
nggak suka kok Ell, Cuma kasihan aja sama Mbak Reni, apalagi kalau butuh
ganterin custom untuk model”
“Kamu
seneng dong Rud, punya kenalan model anak gedongan, yang cuakep-cuakep”
“Ah
biasa aja, Ell. Kalau udah sering ketemu rasanya nggak ada apa-apanya, paling
Cuma tampilannya yang keren”
“Ah
kamu sok idealis, kalau aku lihat kamu, kayanya suka punya temen yang gedongan
dan caem”
“Penginya
sih kaya gitu, Cuma mereka nggak bisa jadi temen yang bener-bener Ell. Nggak
kaya kamu “
“Ah
ngaco kamu” sahut Ellena dengan wajah tertunduk dan memerah semua rona
wajahnya, seberkas yang bada di hatikupun kini aku sodorkan untuk dirinya.
Barangkali dia juga mau aku jak untuk mengantarku terbang menuju semua penjuru
langit. Memang malam ini adalah The Night of Ellena.
Sekali
dia memandangiku dan kedua tatapan mata berbnarpun saling bertaut, sama seperti
hati yang mulai mekar di serambi malamnya Ellena.
“Ellena,
kamu senengkan melihat acara ini”
Senyum
manislah yang menjawab pertanyaanku, sekali sekali Ellenapun terlena dengan
kata hatinya, aku tahu dari sorot matanya yang nggak lepas dari catwalk di
depannya, barangkali dia lagi belajar gaya para model yang punya reputasi
seabreg.
“Aku
suka Rud, lain kali aku ajakin lagi ya”
“So
pasti princess”
“Apa
maksud kamu”
“Malam
ini kamulah ratunya dan kini menjadi ratu di hatiku” aku coba untuk ngomon apa
adanya.
“Aku
Ellen Rud, anak biasa-biasa aja, nggak seperti lainnya. Nanti kamu nyesel punya
temen aku”
Tanpa
ada jawaban secuilpun dariku, hanya aku rapatkan tempat duduku lebih dekat lagi
dengan Ellena, dan diapun hanya memandangku dengan sendu namun dibibirnya masih
menyisakan senyum keindahan. Dan malam inipun menjadi “The Night of Ellena”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar