Minggu, 13 Mei 2012

Akhir Musim Kemarau


Semak belukar di lingkungan rumah Hardian kini terlihat kuning meranggas. Sejauh mata memandang hanya terlihat permadani kuning yang tergelar luas. Pemandangan ini disebabkan musim kemarau yang panjang, dengan diselingi tiupan angin kemarau yang kencang dan kering serta tidak membawa uap air. Musim kemarau yang kering ini diperparah dengan mengeringnya sumur dan sungai yang mengalir di desa Hardian.

Siang hari itu, usai Hardian dan teman temanya makan siang, mereka berkumpul dan bermain di sawah yang telah mengering tidak jauh dari rumah Hardian. Sawah itu kini telah ditumbuhi ilalang yang tinggi dan mengering, sehingga sebagian ilalang tersebut telah roboh dan sebagian lain masih berdiri tegak. Hanya sebentar sebentar terlihat beberapa burung jalak, kutilang dan kenari yang hinggap di pucuk ilalang, untuk mencari makan semut atau serangga lainnya yang berada di pucuk ilalang.

Hardian  dan beberapa temanya sangat ceria bermain bola di sawah yang kini menjadi padang  gersang.  Meski panas kemarau masih terasa menyengat kulit mereka, tapi semua tidak memperdulikan. Barangkali mereka semua adalah anak desa yang terbiasa dengan sengatan matahari. Permainan bola yang mengasikan itu, mendadak terhenti kala mereka menyaksikan beberapa kawanan burung telah terbang berarak menyeberangi langit dari arah timur ke barat. Bahkan terlihat pula kawanan burung yang trebang dari arah tenggara menuju barat laut.

Sontak mereka berlarian menemui Pak Wiji, yang sedang membersihkan ilalang dan membakarnya di petak sawah sebelah mereka bermain. Mereka tidak takut dan malu dengan Pak Wiji yang mengajar kelas VI di sekolah mereka. Pak Wijipun menyambut mereka dengan ramah dan senyum menanggapi pertanyaan mereka.
            “Pak Wiji apa ada kebakaran hutan?. Burung burung itu beterbangan bersama sama menujuke arah barat dan utara”. Tanya Bisri pada guru mereka yang kini duduk di tikar bambu di tengah padang gersang.
            “Iya, Pak. Aku takut bila kebakaran itu juga menerjang desa kita”. Hardian mencoba mencurahkan kekhawatiran pada guru yang ramah itu.
            “Ha..ha..ha, apabila terjadi kebakaran hutan di sebelah selatan, maka burung burung itu tidak terbang menuju ke barat laut. Tetapi mereka akan hinggap di pohon pohon di desa kita untuk mengungsi “
            “Apa sebabnya, Pak ?” . Kukuh tidak mau kalah dengan teman temanya untuk mencari tahu penyebab kejadian itu.
 “Kejadian yang kamu lihat di langit ini adalah kejadian yang dinamakan migrasi kawanan burung” seru Hamzah.
2
            “Migrasi itu  artinya apa, Pak ? Dan mengapa burung tersebut melakukanya ?”
            “Migrasi itu artinya perpindahan dari tempat satu ke tempat lainnya. Hamzah !, mereka berpindah tempat mencari daerah baru yang sudah memasuki musim hujan. Tujuanya adalah untuk mencari makanan, karena bila musim hujan tiba,  alam menyediakan makanan yang berlimpah bagi burung burung tersebut.
            “Mengapa mereka bisa mengetahui daerah yang sudah memasuki musim hujan” Kukuh kembali lagi mengajukan pertanyaan, karena dia masih penasaran dengan kejadian perpindahan burung burung tersebut.
            “Itulah naluri mereka , Kukuh !”
            “Naluri?, apa saya juga memiliki naluri, Pak?” seru Hamzah
            “Kamu semua adalah makhluk yang paling sempurna, yang memiliki akal. Sehingga dengan akal yang ada manusia bisa mengetahui cuaca tanpa menggunakan naluri. Naluri diberikan Tuhan yang Kuasa kepada hewan, karena mereka tidak memiliki akal”
            “Pak Wiji, mengapa di desa kita belum turun hujan. Padahal di daerah lain sudah hujan ?” Kembali Hardian menyerukan sebuah pertanyaan.
            “Barangkali sebentar lagi, Hardian !. Biasanya kalau terlihat gejala alam seperti ini, tidak lama lagi desa kita akan diguyur hujan” jawab Pak Wiji dengan senyum yang lebar.
            “Ah…mengapa datangnya musim hujan tidak serempak, ya Pak” Kukuh menyela pembicaraan mereka dengan kembali bertanya.
            “Kamu semuakan sudah belajar bahan ajar Kepedulian Diri Pada Lingkungan. Pada pembelajaran itu, kamu diajar guru kamu bahwa alam sekitar kita telah rusak akibat ulah kita semua. Zat Ozon yang ada di atmosfer kita telahbanyak yang rusak, selain itu atmosfer sudah banyak dicemari bahan bahan buangan. Ini semua mengakibatkan “effek rumah kaca”, sehingga musim sekarang telah kacau.
            “Pak, Pak Wiji, boleh aku bertanya?” Tanya Ningrum yang mulai tertarik dengan pembicaraan mereka di tengah sawah.
            “Oh, silakan Ningrum !”
            “Bagaimana cara Ningrum, agar bisa mempercepat datangnya musim hujan ?”
            “Ningrum !, tidak ada yang bisa kamu lakukan, yang penting bagi kamu belajar yang rajin bahan ajar Kepedeulian Lingkungan dan IPA. Dan nanti di rumah kamu bersihkan sampah sampah yang ada di saluran air agar tidak mampat menyebabkan banjir dan jangan jajan di sembarang tempat, karena pada awal musim hujan biasanya akan berjangkit penyakit diare dan disentri, ya !. Sekarang hari sudah sore sebentar lagi gelap, kalian mandi yang bersih dan belajar ya ?”
            “Ya, Pak Wiji “ semua menjawab dengan serentak tanpa ada yang menuruhnya.
Sementara itu langit di atas desa mereka sudah mulai gelap. Suara petir silih berganti disusul kemudian munculnya kilat yang menyambar desa mereka. Tidak lama kemudian
3
datanglah hujan yang pertama kali, yang sudah lama mereka tunggu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar