Senin, 14 Mei 2012

Anaku JALANG.... Anaku SAYANG


Sebuah fenomena terwujudnya kasih sayang antara peserta didik dan pendidik yang membimbingnya yang berlangsung searah atau timbal balik, adalah salah satu fenomena contoh dampak positip dari pembelajaran yang melabelkan konstruksi pendidikan berbasis karakter, yang lebih menjamin keberhasilan pembentukan sikap mental Manusia Indonesia seutuhnya di masa mendatang.

Fenomena ini perlu sekali di wujudkan, sehingga dalam skala yang sempit situasi kelas dapat dikondisikan dengan kondusif. Sedangkan dalam skala luas, para siswa yang notabone masih dalam dinamika perkembangan dari mulai anak anak hingga remaja, mampu mengembangkan aspek kognitif, afektif, imajinasi mereka secara leluasa. Sebaliknya bagi seorang pendidik mampu lebih dekat lagi dengan bimbinganya guna mengamati perkembangan karakternya. Mengapa hal ini perlu dikedepankan, sebab Menurut Papalia dan Olds (2001), masa remaja adalah “masa transisi perkembangan” antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia akhir belasan tahun atau awal dua puluhan tahun.
Menurut Adams & Gullota (dalam Aaro, 1997), masa remaja meliputi usia antara 11 hingga 20 tahun. Sedangkan Hurlock (1990) membagi masa remaja menjadi masa remaja awal (13 hingga 16 atau 17 tahun) dan masa remaja akhir (16 atau 17 tahun hingga 18 tahun). Masa remaja awal dan akhir dibedakan oleh Hurlock karena pada masa remaja akhir individu telah mencapai “transisi perkembangan” yang lebih mendekati masa dewasa’
Dari banyak pendapat para ahli tersebut di atas, semuanya telah sepakat bahwa anak anak kita yang masih duduk di sekolah menengah sedang mengalami masa transisi perkembangan. Selain itu pada fase tersebut mutlak setiap peserta didik direkomendasikan untuk mendapat bimbingan dari beberapa pihak, termasuk sekolah dengan sistim pembelajaran yang kurikuler. Inilah yang selama ini kita tinggalkan dengan hanya mengedepankan aspek kognitif saja. Padahal kognitif menjadi sama sekali tak berguna apabila aspek karakter tidak mendukung raihan itu.
Dengankentalnya transisi perkembangan yang ada pada remaja tersebut, maka wajar saja bila sebagian dari siswa bersifat jalang/nakal/bandel,  suatu sikap  yang sering kita lihat di skolah di manapun berada. Namun dengan bekal sistim pendidikan yang berbasis karakter justru siswa seperti inilah yang perlu mendapatkan pengawalan psikologis yang lebih ketat dibanding lainnya. Dan jangan ditepiskan pula pengamatan terhadap perilaku belajar siswa dengan tehnik Multiple Intelligences Research (MIR). MIR ini berfungsi untuk mengetahui gaya belajar siswa, sebuah data yang sangat penting yang harus diketahui oleh para guru yang akan mengajar mereka.
Dengan sistim pendidikan seperti ini, maka diharapkan dapat berhasil guna dalam pembentukan generasi yang selain cerdas, juga memiliki kepribadian yang baik. Sehingga diharapkan nantinya generasi tersebut bukan melanggengkan sikap mental anarkis,  hedonisme, mati kepedulian sosialnya, tanpa nasionalisme, curang dan lain sebagainya, seperti yang terjadi dengan perliaku generasi sekarang yang memprihatinan. Sekaligus dalam hal ini kita mampu membuktikan peran strategis dan signifikan dari sebuah sistim pendidiklan nasional. Sehingga tidak sia sia anggaran pendidikan merupakan anggaran terbesar yang dialokasikan pemerintah dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2010. Anggaran pendidikan memperoleh jatah sebesar Rp 200 triliun.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar