Sebuah bentuk
kegiatan masa yang anarkis, brutal dan jauh dari nilai dan norma yang
dibelajarkan pendahulu kita memang marak
ditayangkan oleh media apa saja yang berkepentingan dengan
gejala social trsebut. Namun
keprihatinan terus saja menyeruak di sanubari Rakyat Indonesia, khususnya para
pendidik serta pemerhati pendidikan,
bila yang melakukan anarkis ini adalah peserta didik kita yang masih duduk di bangku sekolah., lantas
apa jadinya bila tindakan anarkis ini hingga sekarang masih
sering kita jumpai di mana-mana. Bagaimana jadinya pula bahwa tabiat tak terpuji ini
terus berlanjut hingga
mereka duduk di
bangku kuliah nantinya. Yang jelas mau tidak mau kita harus memulai langkah yang
konkrit untuk mengatasi masalah ini, sebelum masalah tawuran antara pelajar
menjadi semacam bola salju yang tambah besar dan menggilinding tanpa arah.
Dengan
pertimbangan bahwa mereka yang terlibat tawuran, adalah para
peserta didik yang masih berusia remaja,
maka langkah persuasif dan komprhensif perlu
diprioritaskan. Karena penanganan yang gegabah, tentunya akan
merusak masa depan mereka sebagai anak
bangsa. Padahal mereka masih harus duduk di bangku sekolah
untuk menerima input, yang tentunya akan
membentuk aspek afektif mereka yang utuh. Bukankah penanganan dengan cara yang gegabah justru akan melahirkan bentukan-bentukan pelaku kriminal yang baru.
Dengan
demikian mendudukan para ahli dari berbagai disipilin ilmu pada satu
meja untuk mengkonsep tindakan yang taktis,
optimal, efisien dan terpadu
adalah cara yang bijaksana. Dengan cara demikian maka kita mampu memilah mana
remaja yang melakukan tawuran lantaran solidaritas semu, pencarian jati diri atau memang memiliki potensi crime behaviour yang kuat.
Namun karena kebanyakan mereka hanya berlatar- belakang solidaritas semu dan upaya
pencarian jati diri, maka tentunya
tindakan yang paling berhasil guna adalah bimbingan kolektif
antara pihak orang-tua, lembaga sekolah
dan aparat yang berwajib. Penanganan
yang sejuk ini terbukti memang manjur, karena setelah dilakukan upaya semacam
itu, mereka yang beringas di jalan-jalan dalam waktu yang relatif singkat
kembali untuk belajar di kelas masing-masing.
Namun bagaimana
penanganan bagi mereka yang telah kelewat batas, dalam artian menangani peserta
didik yang dengan ringan tangan melakukan
tindakan pidana penganiayaan berat pada saat malakukan tawuran. Dalam hal ini sangsi dengan
hukum pidana barulah bisa diterapkan. Itupun hendaknya diterapkan
dengan tidak mengabaikan usia mereka yang masih harus menerima input – input dari proses pembelajaran yang layak, sesuai
dengan umur psikologis mereka.
Lantas
bagaimana upaya ini harus dilakukan,
apakah mereka yang menyandang status narapidana harus kembali ke kalas berkumpul dengan
teman-teman mereka lagi. Tentunya tindakan ini, adalah tindakan yang kurang
bijaksana. Karena justru pelaku ini
dengan dominasinya yang kuat, akan menjadi virus yang berbahaya bagi teman
lainnya. Apalagi usia mereka yang masih muda, adalah usia tang sedang memasuki
fase gampang terpengaruh masukan dari luar.
Khusus
untuk penangananan pelaku tindakan
kriminal tersebut di atas, adalah dengan menampung mereka pada satuan
pendidikan atau sekolah rehabilitasi
khusus, yang dikelola bersama antara
Diknas, Depag , Kepolisian atau lintas institusi
lainnya. Sekolah rehabilitasi ini
tentunya mengkonsepkan model
pembelajaran yang penuh inovatif, menarik tapi tidak kalah
berbobotnya dengan sekolah umumnya. Dalam hal ini, para paedogogis yang memang
mumpuni di bidangnya disarankan untuk aktif terlibat di dalamnya.
Penanganan
kedisiplinan yang ketat tapi mendidik, juga perlu diterapkan pada peserta didik yang sedang merehabilitasi sikap
mentalnya yang sudah menyimpang.
Sehingga setelah mereka kembali ke jenjang bangku sekolah yang lebih tinggi
mereka akan membentuk dirinya sendiri menjadi profile pelajar bahkan mahasiswa yang berpendirian anti
tawuran. Semoga saja sekelumit gagasan ini bisa didengar oleh semua pihak yang
berkepentingan dengan penyiapan generasi mendatang yang handal, inovatif
sekaligus berwawasan modern.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar