Minggu, 20 Mei 2012

Kristina



 Cerpen Remaja Effi Nurtanti


Semua sokib Kristina siang ini berkalang senyum renyah, hangat sekaligus lepas yang memenuhi semua sudut sekolah. Hingar bingar pekik ucapan selamat seakan berniat meruntuhkan semua gedung kelas mereka, saat mereka mengetahui pengumuman hasil UN, yang memberitakan bahwa mereka lulus 100 %. Kristina yang  berada di tengah mereka, tidak mampu menghindar dari peluk cium sokib sokibnya cewek gaul, yang siang malam kental dengan dia. Meski demikian Kristina tidak mudah larut dengan keceriaan mereka yang lepas bebas, dengan berbuat urakan.

Sebuah tatapan hangat dari Reinaldi pagi itu memang tidak mau lepas dari Kristina, cewek bersahaja yang berasal dari kalangan biasa biasa, namun semua sokibnya mengakui kalau dia adalah “Sang Primadona”. Tatapan itupun terus menyeruak di tangah  beberapa tatapan cowok lainya, yang , terus menawarkan gula gula asmara di hatinya. Namun Kristina adalah cewek dewasa, si anak sulung dari 4 saudara. Tina hanya menganggap bahwa tatapan tatapan hangat dari sokibnya yang lebay, adalah tatapan monyet yang hanya berebut pisang.

Maka Reinaldi, siang itu tidak mampu melepaskan rasa penasaranya pada sikap Kristina yang hanya mengguratkan senyum tipis di wajahnya.

“Tin, Ayo dong, happy, kamu kan lulus ?” Reinaldi mula memesang jeratnya, pada cewek sedingin gunung e situ.

“Memangnya kena apa ?”

“Piss, senyum dong, semeriah senyum teman teman “

“Ini kan sudah senyum, apanya yang beda?” Kristina mengangkat kedua bahu tanganya, karena dia tidak mengerti maksud Reinaldi.

“Tapi sepertinya, kamu menyambut dingin pagi ceria ini, yang seharusnya kamu sambut dengan penuh happy !” tukas Reinaldi.

“Aduh, Bro !, apa yang special dengan ini semua !. Wajar dong, kalau aku belajar tekun, aku lulus UN rangking pertama !” Sang Primadona melontarkan ucapanya dengan datar dan anggun, persis seperki Kate Middleton yang sedang bermandi kuning mentarai dengan kekasihnya Raja Inggris.


2
 “Selamat ya sang ratu !, aku siap mengantar kamu kemana saja untuk merayakan kesuksesan kamu “

“Makasih Bro, maafin ya !, aku pulang nanti bantu ibuku di kios. Lain waktu, ya Bro !”

Bagi Reinaldi langit biru kini berwarna kelam, pagi yang cerah dan ceria saat ini tanpa member kesan apapun, bunga bunga yang semi di hatinya kini dipenuhi semak belukar yang mengering.

Kristinapun berlalu meninggalkan sokibnya semua….yang sedang dimabuk happiness

***
“Tina, tunggu “ Kristina menghentikan langkahnya, dia segera membalikan badanya setelah pekik Agatha menggetarkan gendang telinganya.

“Ada apa, Nyah !”

“Ah kamu !, buru buru pulang emangnya ada apa?. Kamu dah kangen sama DonJuanmu ya ?” seloroh Agatha.

“Aku sudah janjian sama ibu di rumah, ada apa, Nyah ?”

“Kamu dipanggil Pak Budi, kamu diminta menghadapnya segera !”

“Ah, ada apa lagi sih ?”

“Kayanya dia kangen sama kamu, hehehe”

***
Pak Budi memang benar telah menunggu kedatanganya di ruang kepala sekolah didamping Bu Wahyu wali kelasnya. Dengan sorot mata yang menyimpan kekaguman terhadap prestasi Kristina, dia mempersilakan Kristina duduk di kursi tamu dari sofa, yang berwarna hijau lumut. Sementara senyum Bu Wahyu terus menghiasi wajahnya dan menggeser tempat duduknya disamping Kristina.

“Selalu saja Pak Budi menjumpai kamu tersenyum renyah tiap hari di sekolah, tapi kali ini kamu hanya senyum dingin, apa kamu tidak puas lulus UN, apalagi kamu rangking pertama ?”

3
“Ah tidak, pak ?”
“Mengapa kamu tidak ceria hari ini ?”

“Kristina hanya menyimpan keceriaan itu  dalam hati, pak !. Sebenarnya Kristina sangat bahagia, hanya saja Kristina  memiliki beban hidup ke depan yang berat ?”

“Pak Budi dan aku dah tahu, Tina !. Tapi itulah kehidupan. Semoga saja kamu bisa meneruskan studimu sampai perguruan tinggi “ seru Bu Wahyu yang memang tahu persis keadaan Kristina.

“Amin, terimakasih doanya, ya Bu !”

“Terus kapan kamu akan tersenyum renyah lagi, Tina ?, justru senyum itu bisa menyehatkan kita, untuk itulah Pak Budi memanggilmu menghadap hanya untuk melihat senyumu !”

“Ah, bapak bisa saja !, maksud bapak ?” tanya Kristina yang hatinya masih diliputi rasa  penasaran.

“Cobalah kamu tanyakan pada Bu Wahyu, yang selama ini paling tahu dengan keadaanmu dan paling kagum dengan prestasimu, sehingga dia mengusulkan rencana ini semua “

Kristina hanya mampu memandang wajah Bu Wahyu, hatinya masih diliputi rasa penasaran yang besar, dia betul betul tidak sabar ingin segera mendengarkan penuturan wali kelasnya yang berhati lembut itu. Maka Selama tiga tahun dia tidak segan segan melontarkan curhatnya kepada gurunya yang berwajah ayu dan berkulit kuning itu. Namun Bu Wahyu masih saja menyimpn maksud hatinya itu, sebab meski dia seorang wanita. Tetapi dia ikut kagum menyaksikan anak asuhnya yang bersikap inocen, saat seperti inilah dia melihat Kristina mirip dengan wajah selebritis.

“Anu. Eh..kamu sudah punya pacar ?” seloroh Bu Wahyu itu menambah degup jantung Kristina bertambah kencang.

“Belum Bu, maaf ada apa ya bu ?”

“Oh, nggak, Cuma ibu ingin tahu saja. Reinaldi, Herman, Prasetyo dan masih banyak lainya ngebet ingin jadi pacar kamu “

4
“Ah, tapi Tina hanya menganggap mereka teman !, apa Tina bersalah bu ?”

“Bu Wulan hanya bercanda,  Tina !, jadi terus saja Tina !. Sekolah kita sangat menghargai prestasimu, sumbangsih kamu terhadap sekolah di berbagai kejuaraan, termasuk juga sikap kamu yang santun dan hormat dengan guru, apalagi prestasimu menempati rangking 1 dalam UN. Makanya sekolah kita memberimu hadiah atas semua prestasimu, barangkali saja bisa kamu gunakan untuk biaya mendaftar ke perguruan tinggi, kamu mau menerima, kan !”

“Oh tentu saja bu, dan terimakasih, terimasih ya Bu !”

“Hadiah ini tidak seberapa, hanya 5 juta Rupiah sekedar untuk biaya tambahan kemu ke perguruan tinggi. Silakan kamu terima buku tabungan ini !”

Tenggorokan Kristina terasa kering, dadanya berguncang hebat, seluruh sel sel tubuhnya terasa terkena sengatan listrik bervpltase tinggi. Bintik air matanya kini memenuhi rongga matanya yang mirip mata boneka Beirby. Dia kini tidak mampu lagi memandang kedua mata  Bu Wahyu yang juga telah dipenuhi bintik air mata. Sebuah pelukan lembut dia sodorkan kepada putrinya yang dia kagumi.

“Trimakasih bu, Tina hanya anak pedagang kecil di pasar. Hadiah ini lebih dari cukup untuk Tina, bu ?. Terimakasih sekali ya bu”

“Sudahlah Tina, jangan lagi kamu meratapi nasib kamu, kan kamu sudah janji sama Bu Wahyu untuk tersenyum renyah menggapai masa depanmu di hari esok”

“Ya, bu !, Tina berjanji” desah nafas Kristina yang saling berpacu dengan degup jantungnya, kini mulai teratur, isak dan lolongan tangis sudah mulai meluruh. Ruang kepala sekolah itupun kini senyap. Kristina mulai mendapat gambaran untuk menapak hari esok denganya, karena itulah bilah hidup yang dimiliki. Ingin rasanya Kristina segera tiba di rumah sederhanya di batas kota, untuk melambungkan keceriaan ibu bapaknya, yang hidup pas pasan, dan menggulirkan sebuah senyum renyah: “ Bu !,  aku bisa melanjutkan studiku. Tuhan benar benar mengabulkan doa kita semua” demikian bisik hatinya.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar