Cerpen Remaja Effi Nurtanti
Semua sokib Kristina siang ini berkalang senyum renyah, hangat sekaligus lepas yang memenuhi semua sudut sekolah. Hingar bingar pekik ucapan selamat seakan berniat meruntuhkan semua gedung kelas mereka, saat mereka mengetahui pengumuman hasil UN, yang memberitakan bahwa mereka lulus 100 %. Kristina yang berada di tengah mereka, tidak mampu menghindar dari peluk cium sokib sokibnya cewek gaul, yang siang malam kental dengan dia. Meski demikian Kristina tidak mudah larut dengan keceriaan mereka yang lepas bebas, dengan berbuat urakan.
Sebuah
tatapan hangat dari Reinaldi pagi itu memang tidak mau lepas dari Kristina,
cewek bersahaja yang berasal dari kalangan biasa biasa, namun semua sokibnya
mengakui kalau dia adalah “Sang Primadona”. Tatapan itupun terus menyeruak di
tangah beberapa tatapan cowok lainya,
yang , terus menawarkan gula gula asmara di hatinya. Namun Kristina adalah
cewek dewasa, si anak sulung dari 4 saudara. Tina hanya menganggap bahwa
tatapan tatapan hangat dari sokibnya yang lebay, adalah tatapan monyet yang
hanya berebut pisang.
Maka
Reinaldi, siang itu tidak mampu melepaskan rasa penasaranya pada sikap Kristina
yang hanya mengguratkan senyum tipis di wajahnya.
“Tin, Ayo
dong, happy, kamu kan lulus ?” Reinaldi mula memesang jeratnya, pada cewek
sedingin gunung e situ.
“Memangnya
kena apa ?”
“Piss, senyum
dong, semeriah senyum teman teman “
“Ini kan
sudah senyum, apanya yang beda?” Kristina mengangkat kedua bahu tanganya,
karena dia tidak mengerti maksud Reinaldi.
“Tapi
sepertinya, kamu menyambut dingin pagi ceria ini, yang seharusnya kamu sambut
dengan penuh happy !” tukas Reinaldi.
“Aduh, Bro !,
apa yang special dengan ini semua !. Wajar dong, kalau aku belajar tekun, aku
lulus UN rangking pertama !” Sang Primadona melontarkan ucapanya dengan datar
dan anggun, persis seperki Kate Middleton yang sedang bermandi kuning
mentarai dengan kekasihnya Raja Inggris.
2
“Selamat ya sang ratu !, aku siap mengantar
kamu kemana saja untuk merayakan kesuksesan kamu “
“Makasih Bro,
maafin ya !, aku pulang nanti bantu ibuku di kios. Lain waktu, ya Bro !”
Bagi Reinaldi
langit biru kini berwarna kelam, pagi yang cerah dan ceria saat ini tanpa
member kesan apapun, bunga bunga yang semi di hatinya kini dipenuhi semak
belukar yang mengering.
Kristinapun
berlalu meninggalkan sokibnya semua….yang sedang dimabuk happiness
***
“Tina, tunggu
“ Kristina menghentikan langkahnya, dia segera membalikan badanya setelah pekik
Agatha menggetarkan gendang telinganya.
“Ada apa,
Nyah !”
“Ah kamu !,
buru buru pulang emangnya ada apa?. Kamu dah kangen sama DonJuanmu ya ?”
seloroh Agatha.
“Aku sudah
janjian sama ibu di rumah, ada apa, Nyah ?”
“Kamu
dipanggil Pak Budi, kamu diminta menghadapnya segera !”
“Ah, ada apa
lagi sih ?”
“Kayanya dia
kangen sama kamu, hehehe”
***
Pak Budi
memang benar telah menunggu kedatanganya di ruang kepala sekolah didamping Bu
Wahyu wali kelasnya. Dengan sorot mata yang menyimpan kekaguman terhadap
prestasi Kristina, dia mempersilakan Kristina duduk di kursi tamu dari sofa,
yang berwarna hijau lumut. Sementara senyum Bu Wahyu terus menghiasi wajahnya
dan menggeser tempat duduknya disamping Kristina.
“Selalu saja
Pak Budi menjumpai kamu tersenyum renyah tiap hari di sekolah, tapi kali ini
kamu hanya senyum dingin, apa kamu tidak puas lulus UN, apalagi kamu rangking pertama
?”
3
“Ah tidak,
pak ?”
“Mengapa kamu
tidak ceria hari ini ?”
“Kristina
hanya menyimpan keceriaan itu dalam
hati, pak !. Sebenarnya Kristina sangat bahagia, hanya saja Kristina memiliki beban hidup ke depan yang berat ?”
“Pak Budi dan
aku dah tahu, Tina !. Tapi itulah kehidupan. Semoga saja kamu bisa meneruskan
studimu sampai perguruan tinggi “ seru Bu Wahyu yang memang tahu persis keadaan
Kristina.
“Amin,
terimakasih doanya, ya Bu !”
“Terus kapan
kamu akan tersenyum renyah lagi, Tina ?, justru senyum itu bisa menyehatkan
kita, untuk itulah Pak Budi memanggilmu menghadap hanya untuk melihat senyumu
!”
“Ah, bapak
bisa saja !, maksud bapak ?” tanya Kristina yang hatinya masih diliputi
rasa penasaran.
“Cobalah kamu
tanyakan pada Bu Wahyu, yang selama ini paling tahu dengan keadaanmu dan paling
kagum dengan prestasimu, sehingga dia mengusulkan rencana ini semua “
Kristina
hanya mampu memandang wajah Bu Wahyu, hatinya masih diliputi rasa penasaran
yang besar, dia betul betul tidak sabar ingin segera mendengarkan penuturan
wali kelasnya yang berhati lembut itu. Maka Selama tiga tahun dia tidak segan
segan melontarkan curhatnya kepada gurunya yang berwajah ayu dan berkulit
kuning itu. Namun Bu Wahyu masih saja menyimpn maksud hatinya itu, sebab meski
dia seorang wanita. Tetapi dia ikut kagum menyaksikan anak asuhnya yang
bersikap inocen, saat seperti inilah dia melihat Kristina mirip dengan wajah
selebritis.
“Anu.
Eh..kamu sudah punya pacar ?” seloroh Bu Wahyu itu menambah degup jantung
Kristina bertambah kencang.
“Belum Bu,
maaf ada apa ya bu ?”
“Oh, nggak,
Cuma ibu ingin tahu saja. Reinaldi, Herman, Prasetyo dan masih banyak lainya
ngebet ingin jadi pacar kamu “
4
“Ah, tapi
Tina hanya menganggap mereka teman !, apa Tina bersalah bu ?”
“Bu Wulan
hanya bercanda, Tina !, jadi terus saja
Tina !. Sekolah kita sangat menghargai prestasimu, sumbangsih kamu terhadap
sekolah di berbagai kejuaraan, termasuk juga sikap kamu yang santun dan hormat
dengan guru, apalagi prestasimu menempati rangking 1 dalam UN. Makanya sekolah
kita memberimu hadiah atas semua prestasimu, barangkali saja bisa kamu gunakan
untuk biaya mendaftar ke perguruan tinggi, kamu mau menerima, kan !”
“Oh tentu
saja bu, dan terimakasih, terimasih ya Bu !”
“Hadiah ini
tidak seberapa, hanya 5 juta Rupiah sekedar untuk biaya tambahan kemu ke
perguruan tinggi. Silakan kamu terima buku tabungan ini !”
Tenggorokan
Kristina terasa kering, dadanya berguncang hebat, seluruh sel sel tubuhnya
terasa terkena sengatan listrik bervpltase tinggi. Bintik air matanya kini
memenuhi rongga matanya yang mirip mata boneka Beirby. Dia kini tidak mampu
lagi memandang kedua mata Bu Wahyu yang
juga telah dipenuhi bintik air mata. Sebuah pelukan lembut dia sodorkan kepada
putrinya yang dia kagumi.
“Trimakasih
bu, Tina hanya anak pedagang kecil di pasar. Hadiah ini lebih dari cukup untuk
Tina, bu ?. Terimakasih sekali ya bu”
“Sudahlah
Tina, jangan lagi kamu meratapi nasib kamu, kan kamu sudah janji sama Bu Wahyu
untuk tersenyum renyah menggapai masa depanmu di hari esok”
“Ya, bu !,
Tina berjanji” desah nafas Kristina yang saling berpacu dengan degup
jantungnya, kini mulai teratur, isak dan lolongan tangis sudah mulai meluruh. Ruang
kepala sekolah itupun kini senyap. Kristina mulai mendapat gambaran untuk
menapak hari esok denganya, karena itulah bilah hidup yang dimiliki. Ingin
rasanya Kristina segera tiba di rumah sederhanya di batas kota, untuk
melambungkan keceriaan ibu bapaknya, yang hidup pas pasan, dan menggulirkan
sebuah senyum renyah: “ Bu !, aku bisa
melanjutkan studiku. Tuhan benar benar mengabulkan doa kita semua” demikian
bisik hatinya.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar