Dalam Doa Aku Terbaring Resah
Puisii Effi Nurtanti
Hari ini kembali aku datang,
dalam rentangan
sajadah bermanik pilu dan
galau
Menuju sesuatu yang
bersembunyi di balik bola mataku
hanya “sehalus tabir “ batas
antara hati
tatkala bumipun dengan
“vulgar” merentangkan tali
aku gapai...lantas membujur diam
satu dua kilasan tetap aku
kabarkan
hingga yang ada di “tepi tak
bertepi “ tetap menjulang
aku benamkan dalam “kabar
sendu” tentang
bilah nafas yang melintang di
tenggorokanku
tentang “kuku kuku tajam”
hidup yang
menoreh luka pada sudut jantung
aku pekikan dalam keranjang
malam
tatkala sebuah mimpi dalam
sepertiga malam
mematahkan sayap sayapku,
sehingga aku
gapai warna warna hambar dalam
catatan langit
aku harapkan mampu terkesima,
namun
denyut nadi dengan tngkas
menyelinap
dan mengaburkan jiwa yang
terkesima
aku tersungkur dalam resah
(Smarang, 26 Nember 2011).
Hanya NamaMU
Dalam perangkap magnet dan
hipnotis....
warna nafas hidup yang melekang
dan menggigit kuat dada yang berdinding resah
aku terpingit, tersudut dan
tertawan.
Sebuah lembut dan kokoh benang
sutra
Menggeliatkan tubuhku
Kau hadir,
menyimakan sebuah kiasan
Dari perjalanan urat nadi satu
hingga ujung benaku
Lantas serpihan mutiara melilitku...
Dan bergambar Asma Asmamu
Dengan namaMU
Aku terhempas jauh ke angan di
batas waktu
yang tak berbatas..meski semua
pantai dan
2
laut lepas telah aku jenguk
Aku mengunjungi
buritan semua angin
dan
mampu merentangkan semua mega ....(Smarang, 26 Nember 2011).
Syahdu
Aku ikuti saja arah gelombang
lautan berbuih putih
Bila membawaku ke pada semayam
beralas kain babut
Dengan dinding berlapis
“tafakur”, terpaan angin kemarau
tak kurasa lagi, aku sempat
meliukan segenap kemauanku
untuk menghadirkan irama
jantung,
ulu hati, desah nafas dan jalangnya
nadi darah
aku kuliti tubuhku sendiri
hingga mencapai batas dimana
Engkau berdiri dihadapanku,
dak Kau petik satu persatu,
semua yang ada di kepalaku
lantas Kau cermati luka
kakiku, yang terkupas
lantaran ganasnya deru debu
jaman
Engkaupun dalam halus
menyelinap,
Hingga tak ada batas lagi
warna jaman
Hanya ada “zuhud”, hingga
memeras air mataku
Engkau dalam kesyahduan,
membiramakan suara hati
Dalam titian benang benag yang
tak tampak.
Akulah sang pengelana,
dari guratan tangan satu ke
guratan lainnya
hingga jalan panjang tertutup
batas horison
namun hanyalah kutemui batas
senja bertabir hitam kelam
lantas dengan kesyahduan Kau
lepas jeratan kuat, aku mulai
terkesima. Pada halus,lembut
wajah malam yang Kau miliki
(Smarang, 26 Nember 2011).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar