Malam yang pekat ini betul betul menjadi sokib setia Revie , yang
sering menyandarkan kedua tangan dan kepala pada lututnya di springbeed,
berseprei biru, sebiru derita dan galau hatinya. Bilah hatinya yang sedang
larut dalam galau dan sendu, benar benar tidak mau bersikap kompromi dengan
benak otaknya, yang sebenarnya berhasrat untuk bisa terlelap sepanjang malam
ini. Namun hingga suara kokok ayam jantan dari kejauhan yang melengking tidaklah
membuat kedua matanya yang sembab itu terlelap, tapi kokok ayam jantan yang
saling bersahutan itu serasa malah menertawainya.
“Kamu pasti bisa
melaluinya, Vie !”, kata kata bijak beberapa tahun silam itu kini memenuhi benak hatinya, lantaran kata
kata itu yang terkadang mampu menghilangkan galau hatinya, meski hanya beberapa
saat. Saat kata itu muncul, kegalauam Vie pun kembali meluruh, namun derita
hati yang menderanya jauh lebih berat dari magis kata kata dari guru BP-nya di
sekolah. Terutama rasa rindu yang
mendalam dengan mama, curahan kasih sayang sejatinya, yang selama beberapa
pupuh tahun mengembangkan bisnis keluarga mereka ke Malaysia. Namun hingga kini
tiada angin lalu seberkaspun yang mengabarkan di mana mamanya berada, apa jatuh
ke pangkuan pria lain atau meninggal di sana atau telah sukses bisnisnya
sehingga tidak mau kembali ke Indonesia lagi.
***
“Revie, jaga adik
adikmu !, besok pagi papa berangkat ke Malaysia. Papa janji akan selalu mengabarimu !, ketemu apa
tidak dengan mamamu !” sebuah janji papa Revie pernah meluncur dan hingga kini masih
terus kental menetap di sudut hati Revie, meski sudah lima tahun berlalu. Namun janji itu hilang
ditelan angin binal, sehingga bagi Revie
janji papanya hanya sebuah kata perpisahan. Penantian panjang Revie dan adik
adiknya sekarang bertambah panjang dan berat, rindu pada mama saja belum
terobati, apalagi ditambah dengan teganya papanya meninggalkan mereka begitu
saja. Hingga ingin rasanya Revie melengkingkan teriakan panjang agar di dengar
tebing tebing yang memusari rumah sederhana itu, namun apa daya bila tebing
tebing itu hanya diam membisu.
Bibir yang memucat dan
rongga kedua mata yang dalam di wajah yang dingin seperti mayat hidup mengubah
penampilan Revie, yang dulunya dikenal remaja gaul yang cantik kini mirip
dengan nenek sihir. Namun guratan kecantikanya di wajah yang dia miliki masih
kelihatan jelas. Beberapa tahun silam Revie menjadi kembang yang banyak
dipusari cowok cowok gaul di sekolahnya, tetapi mereka kini menjauh lari
ketakutan seperti melihat hantu kuntilanak di siang hari bolong. Namun bagi
Revie kepedihan hatinya itu, tidak seberapa ketimbang kasih sayang ortunya kepada
dia dan adik adiknya yang begitu saja putus di tengah jalan.
Apalagi setelah dia
putus sekolah dua tahun silam, yang terpaksa dia lakukan demibiaya untuk
sekolah adik adiknya yang entah dari mana dia dapatkan. Semua gemerlap yang
pernah dia miliki pupus begitu saja, sokib sokib setia yang meninggalkan dia
karena rasa simpatik terhadapnya telah hilang. Mobil pemberian papanya yang
terpaksa dia jual untuk keperluan hidup dan sekolah adik adiknya. Semua telah
sirna, bahkan sofa sofa serta mebel jati kuno terpaksa dia jual dengan harga
murah.
Namun apapun alasanya,
Tuhan Yang Kuasa menciptakan machluk yang bernama manusia seperti kita, yang dilengkapi dengan software kepedulian, tinggal
masalahnya kita berkehedak mengaplikasikan apa tidak. Di balik rasa iba yang
dimiliki semua sokib Revie terhadapnya, sebagian besar hanya tersimpan di dalam
lubuk hati mereka semua, kecuali bagi Ardie yang berteman dengan Revie sejak
mereka masih duduk di SMP, sejak Revie masih utuh dalam mendapatkan kasih
sayang dari kedua orang tuanya. Apapun keadaan yang dialami Revie, Ardie tidak
pernah berlalu begitu saja, meski mereka betaut hanya sebatas sahabat saja.
“Vie ! , akupun tidak
mau menerima cobaan sepertimu, aku nggak bakalan kuat !” seru Ardie di sore
hari di beranda depan rumah Vie, yang
dindingnya mulai kusam dan retak di sana sini.
“Apa, maksudmu ?”
sanggah Revie.
“ Yah..!, seperti kamu jelasnya juga nggak bakalan
tahan dengan derita ini, karena tidak ada pilihan lain, kamupun harus menerima
ini semua “
“Ardie !, akupun tidak
mau terus terusan curhat padamu, aku kasihan sama kamu yang dulu sering menjadi
tempat curhatku, aku sudah mulai tahan dengan ini semua. Justru dengan cara
seperti inilah aku bisa menjadi wanita yang kuat “
“Aku percaya, Vie !,
kamu sekarang sudah mulai menemukan diri kamu sendiri, aku yakin kamu mampu
menjadi wanita yang mandiri dan tangguh “
Revie hanya tersenyum
manis dari bibirnya yang mulai kelihatan memerah, dalam hatinya terus
berkecamuk rasa penasaan yang mendalam tentang hati sokib dekatnya, yang pemalu
polos tapi penuh perhatian. Mengapa dia selalu menyediakan waktu, tak segan
menolong dengan kedua tanganya yang ringan dan sering harus merogoh koceknya
untuk menolong Revie. Reviepun tahu hanya cowok ini yang cocok dihatinya,
apabila dia harus bersanding denganya mengayuh bahtera hidup. Namun Ardie tidak
pernah memberi perhatian khusus itu, dia hanya semata-mata menolongnya lantaran
Ardiepun pernah jatuh sama seperti yang dia alami sekarang. Sehingga sekarang
Ardie hanya mampu menamatkan sekolahnya sampai SMA dan bekerja di pabrik
sebagai tukang las listrik.
Tapi bagi Revie apapun
kondisi Ardie, dia tetap menerimanya, bukankah kondisi cowok itu jauh lebih
baik darinya. Bahkan dalam hati Reviepun telah mulai tumbuh getar halus
padanya, namun Reviepun masih menunggu kapan
cowok itu bisa bersikap macho, meski Revie tahu hati cowok itu bagaikan
hati seorang malaikat.
“Revie !” Ardie
memanggilnya, sehingga lamunan Revie menjadi meluruh.
“Ya, ada apa !”
“Maafin, ya !, kalau
ucapanku membangkitkan kenangan pahit untukmu “
“Never mind, Ardie !.
Kenangan pahit biar menjadi masa lalu bagiku. Hmmm , aku ingin sebuah langkah
ke depan yang matang. Meski aku hanya seorang tukang cuci, aku sekarang mulai
menatap masa depanku, yang penting ke dua adiku bisa bersekolah” seru Revie
dengan tatapan mata yang berbinar ke Ardie.
“Syukurlah, Revie !, itulah
yang aku harapkan, kamu bisa bangkit dengan kondisi apapun sama seperti aku,
yang hanya tukang las “
“Ardie, kamu punya
acara sore ini ?”
“Nggak, ada apa !”
“Kita jalan jalan ke
mana aja, mumpung langit cerah. Kita lupakan derita yang kita alami, yang
penting sore ini kita happy “
“OK, aku setuju
bangget. Nanti jangan lupa kita ke Istana Bakso, biar aku yang traktir !”
“Mari kita came on “
“Yoi...!!!!”
Kedua remaja itupun
menembus keramaian kota, untuk melabuhkan hatinya masing masing. Karena asmara
bukan hanya milik para juragan atau kalangan the have saja, tetapi mereka
berdua yang mulai bangkit dari keterpurukan juga berhak untuk memiliki. Kabut
hitam yang selama bertahun tahun menaungi hidup Revie, kini mulai memucat dan
berganti warna biru ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar