Cerpen Remaja Effi Nurtanti
“Thank ya friend !, betul-betul advismu
nyentuh hatiku, Cuma aku tidak tahu bagaimana solusinya “ . Merisa kali ini
terlihat lebay. Berkali kali dia mencubit pipi Kana dengan gemas. Kanapun memaklumi, “Oh My God, apaan sih Merisa !. Syukurlah
kalau kamu bisa happy sekarang “. Kana
melontarkan sepotong rasa sukur , sambil menepiskan tangan Merisa yang masih
melekat di pipinya, karena wajah Merisa
tidak menyimpan mendung gelap lagi.
“Jadi gimana solusimu, Mer ?” Sekali
lagi Kana berhasrat membongkar isi hati Merisa yang membuat Merisa dari pagi bersikap sluntruk. Hati Merisa dari
tadi dihinggapi sihir sihir “Mak Lampir”, sehingga dia sepanjang hari hanya
menekuk wajahnya mirip nenek sihir.
“Nggak, tahu ah !!!”.
“Jangan gitu dong, Mer !. Aku nggak
suka kalau kamu terus terusan marah entah sama siapa. Cuma sekedar curhat sama
aku, nggak apa-apa kan !. Gratis lho friend !!”
Pagi telah menggeliat dan kini
mentari sudah hampir menggelantung di titik kulminasi. Tetapi sebagian sokib-
sokib Merisa masih banyak yang nongkrong di sekolahan, karena acara class
meting belum usai. Kana bertambah penasaran dengan apa yang membuat raut muka
Merisa seperti itu. Kana betul betul kehilangan cerianya, bila Merisa temen
sebangkunya hanya melipat wajahnya. Kana sudah sedari pagi mencoba menyodorkan
beribu kiat, namun dia hanya bertepuk sebelah tangan.
“Kana!, aku pulang aja, ya !, aku
perlu refrsh di rumah ! ”
“Ngapain pulang !, kalau mau refres
biar di sini aja, kita bisa gabung dengan The Sevent Girls, kan kamu
yang jadi motornya “
“Tapi aku nggak tahu harus berbuat
apa ? ”
“Udahlah kita duduk aja di halaman
depan di bawah pohon palem botol, biar kamu bisa curhat tanpa diganggu sokib
sokib lainya “. Kana masih setia dengan peranya sebagai konselornya Merisa.
Namun yang diberi advise malah tidak mau membuka semua bilik jantungnya. Sesuatu
yang aneh terasa pada performan Merisa minggu-minggu ini dan ini mulai
dirasakan Kana beberapa hari terakhir. Namun kiat Kana untuk menyatroni hati
Merisa telah terganjal dengan sikap Merisa sendiri. Kanapun berusaha menelisik
keanehan peforman Merisa, dengan menginterogasi semua anggota gang The Sevent
Girls.
***
“Kana ! kamu kan bukan anak udik yang
nggak gaul. Merisa seperti itu biar aja. Dia kan lagi Sweet Sevent Ten” seru
Robecca, anggota The Sevent Girls, saat mereka gabung dengan Kana pagi tadi.
“Nggak gitu masalahnya, friend !.
Kita kan tahu !, Merisa temen kita nggak
boleh terlalu bersedih, bisa bisa
penyakit gagal jantungnya kambuh lagi”
“Ah..dia nggak sedih kok!, Cuma dia
happy dan bingung saja!, kamu anak udik
yang nggak tahu gaulnya anak sekarang, apa kamu iri ?“ . Tuduhan Siska
padanya tentang sesuatu yang dia tidak tahu, menambah hasrat Kana untuk
mengetahui ada apa dengan Merisa.
“Apa maksudmu, Sis ? ” Kana bertambah penasaran dengan apa kata hati
Siska.
“Eh Lady !, dia minggu kemarin kan
mendapat biasa tuh!, surat cinta dari
pangeran kita. Makanya akhir akhir ini
dia nggak mau gabung dengan kita, dia so happy !!!”
“Ah, masa sih “ sekali lagi Kana
menyodorlan rasa penasaranya itu.
“Betul, udik !, masa sih aku bo’ong
sama kamu !”. Kedua mata Robecca berhasil meyakinkan Kana. Mengapa Merisa main
petak umpet denganya?, apa lantaran Merisa takut kalau Kana cemburu dengan
surat cinta sang pangeran?, cowok yang menjadi pusat perhatian sokib sokib
gaulnya, termasuk juga Kana yang ngebet mengenal sang pangeran lebih dekat.
Dalam hati Kana yang paling jauh kini telah melilit benang benang sutra yang
halus, lembut, hangat sekaligus misterius. Mengapa sang pangeran memilih
Marisa. Bukankah semua sokibnya mengakui kalau dialah Putri Salju yang pantas bersanding dengan Pangeran Bram dari Negeri Anderson.
***
“Selamat Merisa!, kamu seharusnya
happy! “ Kana membuka obrolan mereka berdua di atas rumput yang lembut
di bawah pohon palma botol di halaman sekolah.
“Tentang apa ? Kana !”
“Kamu pura pura nggak tahu !”
“Maksud kamu apa, Kana piss ?”,
“Kamu seharusnya happy Merisa !,
bukan so
sad seperti beberapa
hari ini “
“Cobalah kamu terus terang saja sama aku, Kana
?, sungguh ?”
“Selamat Marisa, kamu sekarang bisa
mendapatkan sang pangeran “. Kedua mata Kana dengan lembut menatap dalam dalam
Marisa. Hanya Kana yang tahu, apa yang ada di bilik jantungnya.
“Kana!, yang ada dihati saya hanyalah
sebuah kebimbangan. Apa artinya sebuah surat dari Bram, aku tidak pernah peduli
dengan surat Bram “. Dengan sungguh sunguh Marisa berusaha meyakinkan Kana.
“Lantas mengapa kamu terus sedih dan
tidak terus terang sama aku, Merisa?”
“Sorry friend!, bukan itu maksudku.
Aku tidak tahu harus bagaimana,aku tidak tahu bagaimana meminta Bram, agar kita
sebatas teman saja. OK Kana !. Aku tak
bermaksud menyakiti kamu. Tapi sure aku tidak menggapai Bram “
Kana memberikan senyum tipis pada
Marisa, seberkas rasa tidak percaya masih tumbuh dihatinya. Marisapun hanya
diam membeku, soft drink yang ada di depanya diambil dan dihisapnya dalam
dalam. Angin tengah hari mulai menerobos daun daun palma dan membuatnya
bergoyang ke semua arah. Kedua ABG itupun masih terpagut dalam angan merea
masing masing.
“Marisa, kita pulang yuk !”
“Kana, aku tidak mau sebelum kamu
yakin tentang semuanya “
“Marisa !, sudahlah !.Kalau kamu sekarang bisa memiliki sang pangeran, selamat
bagimu. Semoga ini bisa menjadi spirit bagimu “
“Kamu kan tahu, penyakit jantungku
bisa mengancamku setiap saat. Aku tak mau Bram ada disampingku dan aku ingin
sekali jantungku kembali normal seperti semula., Seperti kamu, Bram serta sokib sokib The Sevent Girls”
“Merisa, jangan kamu sia siakan
kesempatan ini. Justru Bramlah yang bisa member spirit hidupmu ?”
Merisa tidak langsung memberi jawaban
pada Kana. Dia tahu persis bahwa ABG dengan
usia mereka yang masih sweet sevent ten, belum saatnya sebuah persahabatan
dihadapkan pada realita hidup yang berat seperti itu. Merisa hanya membutuhkan
sebuah persahabatan dengan siapa saja, tanpa ada rasa cemburu, iri. Sakit hati
atau
rasa ketakutan akan kehilangan. Sementara
itu penyakit jantungnya belum seluruhnya pulih.
“Kana !, percayalah pada aku. Aku
tidak ingin sebuah persahabatan disertai dengan perpisahan atau sakit hati. Bram
hanya sahabatku, kamu cemburu ya ?”
“Bila kamu yang memiliki Bram, sama
sekali aku tak cemburu Melisa !”
“Kana, bila kamu juga yang memiliki
Bram akupun mampu tersenyum bahagia”
“Sungguh, Mer ?”
“Sungguh “
“Lantas apa yang akan kamu sampaikan
pada Bram ?”
“Good
Bye Friend. Menjadi sahabat yang saling menghargai. Bisa lebih berarti dengan
kekasih, yang masih bisa saling berpisah”. Kana mengulurkan tanganya pada
Melisa utu membantu Merisa berdiri. Mereka kini
berlalu dan besok masih ada hari lagi untuk gabung bareng ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar