Cerpen Remaja Effi Nurtanti
Wajah papinya
menyimpan beribu bara yang siap membakar hasrat, angan sekaligus cintanya yang
lembut, yang terpancar dari pribadi Anggun. Kala sore hari di ruang tamu
berdampingan dengan mamanya, yang juga menghadang Anggun dengan sorot mata yang
liar, bagai sang singa jantan yang siap menerkam kambing yang tiada berdaya.
Anggunpun berusaha menyelipkan keberanian untuk menghadapi kedua insan yang
sangat dicintainya itu.
Anggun hanya
duduk dengan hati yang mengembara ke
tiap sudut langit, setiap cakrawala di kaki langitpun menawarkan taman bunga
untuk bersemayamnya dia dan Rony, mahasiswa fakultas tehnik yang papa. Namun meskipun
kepapaanya itu menggayuti sejak dia di bangku SMA, upaya untuk melanjutkan sudi
tak kunjung reda.
Hingga suatu
senja, langit berwarna cerah. Bintang mulai menghitung awan yang memerah.
Bulanpun menunjukan wajahnya, mulai memberi salam canda kepada bintang senja
yang juga belum tahu perasaan Anggun menghadapi hati insan berdua yang telah
lekang, yang tiada mau peduli sebuah hati yang lembut bagaikan kain sutra.
Adalah hak Anggun sebagai manusia untuk menambatkan hatinya yag bening kepada
Rony. Namun mereka berdua berniat untuk menepiskan, apa yang ada di hati
Anggun.
Anggun hanyalah
sebilah hati yang sama sekali tiada mampu menghardik kemauan mereka.
Tercampaklah Anggun dengan pergulatan antar “cintanya yang sebening sutra”
dengan cinta kasih kepada kedua orang tuanya. Namun hidup adalah hidup, manusia
sama sekali tidak mau belajar dari apa yang pernah dialami dahulu.
Mama papanya
mengemasi hidup menyatu dalam titian cinta sebening embun. Mereka berdua selalu
bersama dalam perguliran suka dan duka. Merekapun tahu persis tentang cinta
antara dua anak manusia, yang berusaha menerjang apa saja meskipun seribu aral
menghadang. Justru warna warni kehidupan kedua orang tuanya yang telah menempa
kepribadian Anggun. Namun mengapa pula mereka berusaha mengharubirukan sesuatu
yang lembut, yang bersemayam di hatinya. Demikian desah hati cewek yang kaya
raya namun bersahaja..
“Anggun, mama
papa tahu persis getar hati setiap manusia yang lagi mengalami seperti kamu.
Mama papapun pernah muda”. Suara parau dan serak itu menggema mengisi setiap
udara yang ada di ruang tamu itu. Suara datar itu keluar dari mulut Wijiyo,
pengusaha sukses di Jogjakarta .
Anggun hanya
mampu berlarian dari awan satu ke awan lainnya, di langit biru yang telah
menyodorkan kedua tanganya untuk menerima Aggun kala hatinya pilu. Anggun sama
sekali tidak mengeluarkan sepatah katapun.
“Apa yang bisa
kamu harapkan dari Rony, yang hanya pedagang lesehan di malioboro. Aku nggak
tega kalau kamu berumah tangga dengan dia, anaku !. Aku Ibumu, tidak mungkin
akan membiarkan kamu menderita. Jauhi Rony, anaku, kamu kan masih muda.Kamu cantik lho. Banyak pria
yang mengejarmu, anaku ?. Mereka mau memberikan apa saja demi mendapatkanmu”
“Betul mamamu,
anaku !, papi sudah pilihkan pria yang segalanya lebih baik dari Rony. Dia
nggak kalah ganteng dengan Rony, apa sih Rony hanya penjaja barang seni di
malioboro. Sementara Martin, yang aku kenalkan dulu sama kamu sudah lulus dari
amerika. Kamu bisa tinggal di Jakarta
di blok perumahan yang elit. Mama dan aku tentunya akan bahagia, anaku !”
“Tapi, bukan itu
semua yang aku cari, Pap !”
“Lalu apa yang
kamu cari dalam hidup ini, Anggun !!. Cobalah mengerti maksud mamamu ini.
Lagian semua bahtera rumah tangga semuanya berujung ke materi, untuk keperluan
hidup ini. Cobalah mengerti, ya sayangku !” .Mamanya kini sudah berada di
sampingnya, kedua tanggan Anggunpun di renggutnya. Pertandan wanita ini sama
sekali tidak mau kehilangan putrid semata wayangnya.
“Mam, Anggun
bahagia disamping Mas Rony. Itu saja sudah
cukup !”
“Anggun !” Suara
petir di tengah hujan gerimis masih kalah mencekamnya dibanding pekik papanya,
yang sudah membara hatinya.
“Sabarlah Pap,
jangan marah dulu. Bagaimanapun dia anak kita satu satunya. Kita berdua sudah
bertekad bakal membahagiakan, bukanya menyakitinya, Pap !”
“Apa karena papa
menguliahkanmu di psychology, sehingga kamu sok tahu tentang hidup. Oh…Anggun,
kamu belum apa apa, cobalah kamu mengerti maksud papamu ini, yang sudah banyak
makan garam. Mengerti..!!!”
“Sudahlah Pap,
biar mama saja yang bicara !”
“Mam, Anggun
mengerti perasaan mama dan papa. Tapi Anggun nggak bisa menerima pria lain. Aku
sudah lama mencoba melupakan Mas Rony
demi mama dan papa. Mas Ronypun menerima dengan besar hati. Karena Mas
Rony sadar dia akan mengecewakan mama dan papa “
‘Lantas mengapa
kau tidak melupakan saja anak itu, Anggun ?” Papanya dengan nafas yang panjang
lantaran tidak mampu lagi menahan amarahnya. Menuntut Anggun melakukan apa yang
dia tidak sangup lakukan.
“Papa, kejam…aku
anakmu Pap, mengapa papa tega ?”
“Masa bodoh,
anaku. Ini semua papa lakukan demi masa depanmu. Setidak tidaknya kalau kamu
tidak mau menerima Martin. Carilah pria lain yang sanggup membahagiakanmu,
bukan pemuda itu.!”
“Tapi aku…”
“Sudahlah
Anggun, papa sudah tidak sabar lagi, papa sudah memberi waktu cukup untuk kamu.
Kamu satu satunya putriku, masa depanku, buah hatiku. Maka papa sudah tidak mau
main main lagi. Dari kecil hingga besar kamu papa manjakan. Tapi yang satu ini
papa tidak mau mengalah,”
“Sabarlah, Mas
Broto !, Anggunkan anakmu “
“Justru karena
dia anaku, Mam. Maka aku harus bertindak tegas “
“Tapi Mas Broto
!, Anggun anaknya lembut, Mas Broto jangan terlalu keras. Atau sekarang mama
yang bicara saja”
“Biar aku yang
bicara. Inilah anakmu yang selalu kamu manjakan, sehingga seperti ini jadinya.
Sekarang papa beri pilihan dalam tiga hari. Kamu putuskan anak itu atau papa
dan mama yang akan keluar dari rumah ini. Ambilah rumah ini seisinya beserta
dengan deposito papa. Deposito itu sudah papa atas namakan kamu,ambilah.
Hiduplah dirumah ini dengan pria gembel itu “
“Mas Broto !!!”..
Suara terakhir di ruang tamu Soebroto dan semuanya kini di bius pekatnya malam.
***
Rony terperanjat
dan berbunga hatinya kala sebuah taksi memasuki ruangan halaman rumah kosnya di
Pasar Telo. Ronypun telah menebak sebelumnya, kalau sabtu sore ini “jelita
pujaan hatinya” bakal menemui dia, untuk melabuhkan perahu rindu di tengah
samudra ganas yang menebar ombak bergulung. Ombak yang menghempaskan angan
dihatinya untuk meniti hari hari kehidupanya bersama dengan Anggun.
Anggun melepas
senyuman yang tipis di balik wajahnya yang pucat dan mata yang sembab, yang
membuat deru jantung cowok ganteng itu bertambah cepat memburu misteri yang ada
di balik wajah ayu kekasihnya itu.
“Aku sudah
membayangkan jauh jauh hari sebelumnya, papa kamu suatu saatpun akan bertindak
seperti ini !”
“Lantas kita
hatus bagaimana ?”
“Anggun , aku
adalah manusia yang sudah banyak mengenyam penderitaan. Karena aku hidup hanya
dengan seorang ibu yang ditinggal bapaku sejak aku duduk di SMP. Aku bisa
kuliah di fakultas tehnik karena aku mengais rejeki sendiri dengan cara seperti
ini”
“Apa hubunganya
dengan masalah kita”
“Justru inilah
yang menjadi alasan utama papamu menolak aku “
“Kok kamu tega
bicara seperti ini, Mas !”
“Anggun, sudah
saatnya kamu mengenal dunia realita, tinggalkan jauh jauh kata hatimu. Sekarang
berpikirlah dengan realita !”
“Jadi, kamu mau
meninggalkanku, Mas Rony ?”
“Aku tidak akan
meninggalkanmu, Anggun. Meski suatu saat kau menjadi milik orang lain. Kamupun
tetap dalam hatiku”
“Ah,,aku jadi
tak mengerti. Aku tak bisa jauh darimu,, “
“Cobalah untuk
mengerti, aku siap kehilangan apa saja dalam hidupku.Karena aku sudah terbiasa
kehilangan hidupku sendiri. Tapi kamu anak manusia yang masih memiliki
segalanya, jangan kau sia siakan sebuah harapan demi masa depanmu. Sudahlah aku
siap kamu tinggalkan, kamu harus berbahagia bersama mama dan papamu “
Tubuh Rony kini,
kini berguncang setelah kedua tangan Anggun merengkuhnya, Kini dara ayu yang
bersahaja sesuai namanya sudah berada di pelukan Rony. Anggun sama sekali tidak
menyangka Rony memilih jalan seperti itu, padahal jauh dalam hatinya dia siap
menghadapi apapun yang terjadi demi sebuah cinta. Anggunpun tahu bahwa cintanya
kepada cowok malang
ini, bukanlah sesuatu yang buta melainkan cinta yang bening dan lembut.
Selembut benang benang sutra yang diharapkan bisa saling merajut membentuk kain
sutera.
“Anggun, cobalah
mengerti, kau harus bahagia. Bukan mengais kehidupanmu nanti dengan cara
seperti aku. Kamu dan aku tidak pernah akan merasa kehilangan bila kita saling
menerima atau kehilangan segala sesuatu dengan ikhlas. Kamu kan nggak mau kehilangan mama dan papamu,
sayang ?’
Anggun mulai
melepas pelukannya secara pelan meski dia sama sekali belum siap menerima
kenyataan ini. Antara papa dan kekasihnya, tiada yang mampu dia pilih. Hanya
desir angin malam Kota Jogja yang kini membaluti tubuh kedua anak Adam.
‘Hari sudah
malam, aku antar kau pulang. Pasti mama dan papamu mengkhawatirkanmu”.
Anggun memilih
berjalan kaki menuju rumahnya melewati jalan jalan kota Jogja yang mulai lengang. Keduanya
melewai malam ini sebagai malam terakhir sebuah pertemuan cinta anak manusia
yang lembut, agung sekaligus romantis. Meski harus berakhir di pintu gerbang
rumah Anggun yang kokoh, yang menjadi saksi akan perpisahan kedua insan itu.
Meski Anggun masih belum mampu menerimanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar