Telah menjadi kesepakatan kita bersama
bahwa dewasa ini Kemetrian
Pendidikan Nasional dan seluruh jajaran institusi yang terkait dengan sistem pendidikan nasional
telah berupaya seoptimal mungkin dalam
menggulirkan perubahan besar – besar
terhadap pendidikan yang terintegrasi, sistematis dan terarah.
Terdapat urgensi yang terselip di
balik itu semua, yaitu tentang masa depan generasi kita yang
harus tangguh dalam menghadapi
kompleksitas di tengah Masyarakat Indonesia yang pesat mengalami social changes, ( perubahan
sosial ), karena pengaruh
globalisasi. Maka keterpurukan sistim
pendidikan yang telah kita akui bersama dan bila dihadapkan pada coincide antara penyiapan kemajuan bangsa dengan nasib merana ysng didera guru , maka perubahan sistim pendidikan
nasional haruslah dalam naungan suatu revolusi.
Betapa tidak , sebuah negara yang pada Tahun 1975 masih mengalami konflik
politik sehingga telah kehilangan
segala-galanya. Namun diluar dugaan
lantaran keseriusan dalam menggarap sistim pendidikan nasionalnya, maka prestasinya sekarang berada di atas kita.
Sebut saja negara tersebut adalah
Vietman.
Menurut survey yang dilakukan oleh International Education Achievment ( I E A ), terdapat fakta bahwa
indeks pengembangan manusia ( Human Development Index )
kita
masih sangat rendah. Menurut data tahun 2004, dari 117 negara yang
disurvei, Pengembangan Sumber Daya
Masyarakat Indonesia berada pada
peringkat 111 dan pada tahun 2005 peringkat 110 dibawah Vietnam yang berada di
peringkat 108 (Dinas Perhubungan
Komunikasi dan Informatika Kabupaten
Bima, Th 2008 ).
Padahal pada kurun waktu Tahun 1970
- 1975 kita telah memulai pembangunan dengan menapaki PELITA
I I. Bangsa Indonesia telah membenahi bidang pendidikan sebagai pilar utama peningkatan kualitas
bangsa cukup diperhatikan. Paling tidak saat itu, pada tahun l974, dibangun
6.000 Sekolah Dasar (SD) INPRES, meningkatkan mutu 1000 SMP dari 1.427 SMP yang
ada saat itu, melengkapi 200 SMA dari 421 SMA yang ada saat itu. Sedang
Perguruan Tinggi yang berjumlah 29 semakin dikembangkan ( Damandari, 2003 ).
Melihat kenyataan tersebut
maka wajar saja apabila kita bersikap
prihatin, namun tindakan kita yang paling bijak sebagai pendidik
adalah menaruh perhatian yang
serius. Bukankah sitim pendidikan nasional adalah asset
prestis kita semua.
Sehingga apabila terjadi
keterpurukan terhadapnya, maka
kita sebagai pendidik adalah yang paling depan dalam memikul tanggung
jawab.
Oleh karena itu kita tidak mungkin untuk bertindak
skeptis dalam menyikapi fakta
tersebut. Minimal harus terbesit dalam hati kita untuk memulai langkah
moral dalam mengejar ketertinggalan kita. Kita harus
sigap dalam memulai bergulirnya sebuah
revolusi pendidikan. Hanya dengan semangat yang tinggilah semua tugas moral kita untuk
mengentaskan sistim pendidikan nasional kita menjadi ringan.
Jangan sampai kita memilik
prestasi dan pengembangan diri yang statis, karena era globalisasi yang nota-bene era
modernisasi dalam segala bidang, tentu akan merambah ke bidang pendidikan. Kita
hendaknya tidak usah menutup mata,
tentang fakta yang ada bahwa sebagian besar peserta didik yang kita bina
tiap hari telah memiliki sistem informasi yang mendunia. Hal ini disebabkan
karena peserta didik kita, dengan mudah
mampu mengadoptasi tehnologi apa saja dengan cara yang gampang, yaitu hanya dengan mengakses web.
Apa nanti jadinya, bila
kita sebagai tenaga pendidik tidak dengan sikap dan kreatif dalam membimbing
perubahan sikap mental peserta didik yang memang menyesuaikan jaman ini. Tentunya kita sebagai pembimbing mereka harus
lebih maju beberapa langkah di depannya. Oleh karena itu untuk tahun – tahun
mendatang guru sebagai tenaga pendidik, haruslah mampi menjadi sosok yang inovatif, kreatif dan berdedikasi yang tinggi, dan
cita cita luhur tersebut hanya bisa dicapai apabila guru
tetap mengedapankan semangat yang baru pula.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar