Sesuatu yang
pelik memang harus kita hadapi dalam urgensi pengentasan mutu pendidikan kita
yang terpuruk ini. Tentunya setelah kita
menggenapi sistim pendidikan dengan berbagai instrument yang menjadi factor
pendukung keberlangsunganya, seperti kurikulum yang representatif, guru yang
professional sebagai media transfer bahan ajar, sistim evaluasi yang
komprehensif dan berstandardisasi, kita juga dihadapkan kompetensi peserta
didik yang paling essensi.
Kompetensi peserta
didik yang dirapkan semua pihak, adalah kompetensi di ranah knowledge,
skillfull dan kompetensi internalisasi sikap dan kepribadian siswa sepanjang life style mereka, dan kompetensi
mengenai kepribadian (karakter) inilah yang paling mendasari kompetensi
kompetensi lainnya. Sekaligus specifikasi tersebut direkomendasikan mampu
menjadi dasar akselerasi pengentasan di bidang pendidikan atau aspek lainnya.
Mengapa aspek
karakter dalam urusan pendidikan menjadi demikian essensinya, pertanyaan ini
tentunya bisa kita jawab dengan mencermati hubungan antara karakter sebagian
besar anak bangsa dengan karakter suatu bangsa. Kita telah mengetahui bahwa karakter
dasar yang membudaya kokoh dalam masing masing sanubari anak bangsa yang
inovatif dan normatif, serta karakter lainya yang menjadi dambaan kita adalah
justru sebuah modal utama sebuah bangsa untuk mengejar ketertinggalan dengan
bangsa lain di muka bumi ini. Wacana ini tentunya akan lebih kita terima, bila
kita mencermati perbandingan karakter
dasar kita dengan bangsa lain. Kita mampu menyimpulkan bahwa terhadap
hubungan korelasi positif antara kemajuan berbagai bidang suatu negara dengan
karakter rakyatnya, misalnya tertibnya budaya antri, budaya santun di jalan, sportifitas
dan lain sebagainya di negara negara maju tersebut.
Di lain pihak
kita sering menjumpai sikap masyarakat kita yang “sok jagoan” di jalan raya
tanpa suatu hatipun memperdulikan kepentingan dan keselamatan orang lain atau
anarkis saat antri bergiliran untuk mendapatkan sesuatu, holiganisme supporter
sepakbola dibanyak even. Dengan latar belakang keprihatinan kita bersama
tentunya menumbuhkan tekad di hati kita semua untuk mengakhiri ini selama
lamanya. Dan lebih jauh lagi kita menekadi untuk realisasi Negara Indonesia
yang ditopang oleh anak bangsa yang santun, piawai di bidangnya, memiliki
nasionalisme yang “tak lekang ditengah panas dan tak lapuk dimakan hujan”,
memiliki kepedulian yang tinggi,jujur dan lain sebagainya.
·
Minat Baca dan Urgensinya
Tinggalah kini
kita bersandar pada ranah pendidikan yang mampu mengusuk pencetakan individu
yang berkarakter dambaan, bahkan demi penyelamatan martabat bangsa kita
dituntut untuk memberlangsungkan laju pembangunan pendidikan yang memadai,
meski sebuah kepelikan akan kita jumpai dalam hal ini. Namun bila kita menilik
sejarah sistim pendidikan kita yang terkoyak akaibat tekanan rezim Soeharto
selama 32 tahun, kitapun menjadi tak memperdulikan lagi kompleksitas tersebut
demi sebuah kontribusi rekonstruksi kejayaan Negara kita.
Minat baca
masyarakat umum kita mestinya turut kita soroti, sebagaimana
yang dikemukakan oleh Suayatno (praktisi pendidikan YLPI Duri), menurut laporan
Bank Dunia No. 16369-IND, dan Studi IEA (International Association for the
Evalution of Education Achievement ) di Asia Timur, tingkat terendah membaca
anak-anak di pegang oleh negara Indonesia dengan skor 51.7, di bawah Filipina
(skor 52.6); Thailand (skor 65.1); Singapura (74.0); dan Hongkong (75.5). Bukan
itu saja, kemampuan anak-anak Indonesia dalam menguasai bahan bacaan juga
rendah, hanAya 30 persen. Data lain juga menyebutkan, seperti yang ditulis oleh
Ki Supriyoko (Kompas, 2/7/2003), disebutkan dalam dokumen UNDP dalam Human
Development Report 2000, bahwa angka melek huruf orang dewasa di Indonesia
hanya 65,5 persen. Sedangkan Malaysia sudah mencapai 86,4 persen, dan
negara-negara maju seperti Australia, Jepang, Inggris, Jerman, dan AS umumnya
sudah mencapai 99,0 persen. ( Sumber : Pendidikan. Com , tidak disebutkan tahunnya
).
Namun kita
juga tidak serta merta menyudutkan masyarakat kita yang memprihatinkan minat bacanya,terutama untuk peserta didik
yang ada di satuan pendidikan yang rata rata miskin ”khasanah pustaka” pada
perpustakaan mereka. Bila pada satuan pendidikan tersebut telah langka akan
pustaka yang up to date, maka bisa kita bayangkan betapa tertinggalnya anak
didik kita lantaran njauh dari jendela dunia. Selain itu rendahnya daya beli
kita semua menyebabkan sebagian dari kita cenderung menepiskan kebutuhan untuk
membeli judul buku terbaru.
·
Pendidik
Profesional
Percepatan
pengentasan pendidikan diharapkan akan berhasil guna bila kita telisik peran
vital seorang pendidik yang patut diperhatikan, apalagi bila pendidik tersebut
telah mampu berperan secara profesional dan mampu menyodorkan pembelajaran
secara inovatif, lantaran mereka telah mengalami peningkatan kesejahteraan
hidup, setelah mendapat tunjangan profesi dari negara. Akselerasi akan lebih
dapat kita harapkan bika terdapat kesamaan sikap dan kinerja dari
2.607.311 guru yang tersebar di seluruh Indonesia .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar